Belum Jadi Siklon Tropis, Mengapa 2 Bibit Siklon 91S dan 93S Harus Diwaspadai?

Peringatan tegas yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait Bibit Siklon Tropis 91S dan 93S kembali menyoroti kerentanan Indonesia terhadap fenomena cuaca ekstrem yang semakin tidak normal. Bibit siklon, yang merupakan cikal bakal terbentuknya siklon tropis, membawa ancaman serius meskipun belum mencapai fase siklon penuh.

Analisis BMKG mengungkap bahwa ancaman dari kedua bibit siklon ini terletak pada fungsinya sebagai pusat konvergensi angin dan uap air yang sangat kuat, menciptakan pompa besar-besaran yang menarik massa udara lembap dari Samudra Hindia dan menyalurkannya ke daratan Indonesia.

**Pemantauan Intensif Dua Sistem Tekanan Rendah**

Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani menjelaskan bahwa pemantauan intensif dilakukan terhadap dua sistem tekanan rendah: 91S di Samudra Hindia barat Lampung dan 93S di Samudra Hindia selatan Nusa Tenggara Barat (NTB).

“Dua sistem tekanan rendah ini aktif sebagai pusat konvergensi yang menarik uap air, ini adalah cikal bakal yang harus kita waspadai. Bibit siklon 91S berada di barat Lampung dan 93S di selatan NTB, keduanya memerlukan pengawasan 24 jam non-stop,” ujar Teuku Faisal Fathani dalam keterangan pers BMKG, Jumat (12/12/2024).

**Faktor-faktor Pembentukan Bibit Siklon**

Menurut analisis BMKG, pembentukan dan intensifikasi kedua bibit siklon ini didukung oleh tiga faktor utama dalam dinamika atmosfer:

**Suhu Permukaan Laut Hangat**
SPL di sekitar lokasi pembentukan bibit siklon berada di atas ambang batas (sekitar 29-30 derajat Celcius), menyediakan pasokan energi panas yang besar bagi sistem tersebut.

**Aktivitas MJO**
Fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) yang aktif di wilayah Indonesia juga memperkuat kondisi atmosfer, mendukung pembentukan awan konvektif dan tekanan rendah.

**Peluang Rendah Menjadi Siklon Penuh**
Meski demikian, peluang kedua bibit ini untuk berkembang menjadi siklon tropis dalam 24-72 jam ke depan masih dikategorikan rendah.

“Secara tidak langsung, sistem dari bibit siklon 91S dan 93S dapat memicu cuaca ekstrem 1-2 hari ke depan,” kata Faisal.

Cuaca ekstrem yang dimaksud berupa hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi di pesisir selatan Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara, serta pesisir Sumatera.

**Dampak Hidrometeorologi yang Mengancam**

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa bahaya utama bibit siklon bukan hanya terletak pada kekuatannya menjadi siklon penuh, melainkan pada dampak tidak langsungnya berupa bencana hidrometeorologi.

“Bahaya utama yang kami soroti adalah dampak tidak langsungnya, yaitu peningkatan curah hujan ekstrem dan gelombang tinggi. Bibit siklon secara efektif menarik massa uap air, memicu hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah yang dipengaruhinya,” jelas Guswanto.

**Rincian Dampak yang Harus Diwaspadai**

**Peningkatan Curah Hujan**
Bibit siklon secara efektif menarik massa uap air, memicu peningkatan curah hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah yang dipengaruhinya.

**Dampak 91S:** Fokus dampaknya adalah di wilayah Sumatera bagian selatan seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Lampung.

**Dampak 93S:** Fokus dampaknya adalah di wilayah selatan, terutama Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

**Peningkatan Gelombang**
Kecepatan angin di sekitar sistem meningkatkan tinggi gelombang, terutama di Samudra Hindia barat Mentawai hingga Lampung dan Selat Sunda bagian selatan, yang dapat mencapai kategori Rough Sea (2,5 hingga 4,0 meter).

“Kami mengimbau masyarakat di wilayah pesisir untuk sangat mewaspadai gelombang yang mencapai 2,5 hingga 4,0 meter. Ini adalah kategori Rough Sea yang sangat berbahaya bagi pelayaran dan aktivitas perikanan,” tambah Guswanto.

**Mekanisme Pembentukan Cuaca Ekstrem**

Bibit siklon bekerja sebagai sistem penyedot raksasa yang menarik kelembapan dari lautan luas. Proses ini menciptakan kondisi atmosfer yang sangat tidak stabil, memicu pembentukan awan cumulonimbus dalam skala besar yang menghasilkan hujan deras.

**Wilayah Terdampak dan Antisipasi**

Berdasarkan proyeksi BMKG, wilayah yang akan merasakan dampak signifikan meliputi:

– **Sumatera:** Pesisir barat dan selatan, terutama Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Barat
– **Jawa:** Pesisir selatan, khususnya Jawa Timur
– **Nusa Tenggara:** Bali, NTB, dan NTT menghadapi risiko tinggi

**Implikasi untuk Aktivitas Maritim**

Kondisi gelombang tinggi hingga 4 meter di kategori Rough Sea menimbulkan ancaman serius bagi:
– Kegiatan pelayaran dan transportasi laut
– Aktivitas penangkapan ikan nelayan
– Operasional pelabuhan dan dermaga

**Rekomendasi untuk Masyarakat**

BMKG merekomendasikan agar masyarakat di wilayah terdampak:
– Menghindari aktivitas di wilayah pesisir selama periode cuaca ekstrem
– Menyiapkan sistem drainase untuk mengantisipasi genangan air
– Memantau informasi cuaca terkini dari sumber resmi

**Monitoring Berkelanjutan**

BMKG memastikan akan terus memantau pergerakan kedua bibit siklon ini secara intensif 24 jam non-stop dan akan mengeluarkan pembaruan informasi secara berkala. Sistem peringatan dini yang telah disiapkan memungkinkan masyarakat mendapat informasi real-time tentang perkembangan fenomena ini.

**Konteks Perubahan Iklim**

Kemunculan bibit siklon yang semakin frequent di wilayah Indonesia menunjukkan pengaruh perubahan iklim global terhadap pola cuaca regional. Hal ini memerlukan kesiapsiagaan yang lebih baik dari berbagai pihak dalam menghadapi fenomena cuaca ekstrem di masa depan.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Nat Geo: Cuacapedia

Fajar Harapan dalam Anomali Cuaca