Bagaimana Burung yang Tak Bisa Terbang Ini Hidup di Pulau Terpencil Samudera Atlantik?

Burung terkecil dunia yang tidak dapat terbang menjalani kehidupannya di Pulau Inaccessible, sebuah pulau terpencil di tengah Samudera Atlantik Selatan. Pulau ini merupakan bagian dari teritorial Saint Helena, Ascension, dan Tristan da Cunha, yang terletak sekitar 2.800 kilometer dari daratan terdekat, Afrika Selatan.

Riset yang dipublikasikan pada 2019 dalam jurnal Molecular Phylogenetics and Evolution mengungkap misteri evolusi burung endemik ini.

**Perjalanan Nenek Moyang dari Amerika Selatan**

Para peneliti yang dipimpin ahli biologi dari Universitas Lund, Swedia, membuktikan bahwa nenek moyang burung yang dikenal sebagai Atlantisia rogersi ini terbang jauh dari Amerika Selatan sekitar 1,5 juta tahun silam, sebelum kemudian kehilangan kemampuan terbangnya.

Menurut Science Daily, burung rel Pulau Inaccessible (Atlantisia rogersi) adalah spesies endemik yang berlarian seperti hewan pengerat kecil di antara tumbuhan-tumbuhan.

**Analisis DNA Membantah Teori Lama**

Martin Stervander, ahli biologi yang melakukan riset saat studinya di Universitas Lund dan kini bekerja di Universitas Oregon, Amerika Serikat, menganalisis DNA burung ini menggunakan teknik pengurutan modern.

Hasil analisis DNA membuktikan bahwa teori lama yang dipercaya hampir 100 tahun—bahwa burung ini berjalan melintasi daratan yang kini tenggelam—adalah keliru. Teori tersebut dikemukakan oleh Percy Lowe, yang mengklasifikasikan burung itu dalam genusnya sendiri.

“Fakta bahwa teori Lowe salah bukanlah hal yang mengejutkan. Dengan menggunakan DNA, kita dapat membuktikan bahwa nenek moyang burung rel Pulau Inaccessible terbang ke Pulau Inaccessible dari Amerika Selatan sekitar 1,5 juta tahun yang lalu,” kata Martin Stervander.

**Hubungan Kekerabatan dengan Amerika**

Para peneliti juga berhasil menentukan bahwa kerabat terdekat burung ini yang masih hidup saat ini adalah dot-winged crake di Amerika Selatan dan black rail yang ditemukan di Amerika Selatan dan Utara.

**Proses Kehilangan Kemampuan Terbang**

Lalu, mengapa burung ini kehilangan kemampuan terbangnya di pulau terpencil yang jauh dari daratan? Alasannya sederhana: Pulau Inaccessible tidak memiliki predator alami.

“Burung itu tidak memiliki musuh alami di pulau tersebut dan tidak perlu terbang untuk menghindari predator. Oleh karena itu, kemampuannya untuk terbang telah berkurang dan akhirnya hilang melalui seleksi alam dan evolusi selama ribuan tahun,” jelas Martin Stervander.

**Adaptasi untuk Efisiensi Energi**

Kehilangan kemampuan terbang berarti burung rel Pulau Inaccessible tidak membuang energi untuk sesuatu yang tidak diperlukan agar dapat bertahan hidup dan berkembang biak. Fenomena ini juga menunjukkan contoh evolusi konvergen, di mana kerabat jauh dapat menjadi sangat mirip karena beradaptasi dengan lingkungan serupa.

**Peringatan untuk Konservasi**

Penemuan ini membawa peringatan keras bagi upaya konservasi. Bengt Hansson, profesor di Universitas Lund, menekankan bahwa lingkungan bebas predator inilah yang membuat burung ini bertahan.

“Penemuan kami menekankan pentingnya terus mencegah masuknya musuh-musuh burung rel Pulau Inaccessible ke pulau tersebut. Jika itu terjadi, burung itu mungkin akan punah,” simpul Bengt Hansson.

**Karakteristik Fisik Unik**

Burung rel Pulau Inaccessible memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil, mengukur sekitar 13-15,5 centimeter, menjadikannya burung tidak bisa terbang terkecil di dunia. Ukuran tubuhnya yang mungil memungkinkannya bergerak lincah di antara vegetasi pulau.

**Lingkungan Hidup yang Terisolasi**

Pulau Inaccessible merupakan salah satu tempat paling terisolasi di Bumi. Kondisi geografis yang ekstrem ini menciptakan laboratorium evolusi alami yang memungkinkan spesies berkembang tanpa tekanan dari predator atau kompetisi dengan spesies lain.

**Dampak Isolasi Geografis**

Isolasi selama jutaan tahun menyebabkan burung ini mengembangkan karakteristik unik yang berbeda dari kerabatnya di Amerika Selatan. Proses evolusi ini menunjukkan bagaimana lingkungan dapat membentuk perkembangan spesies secara dramatis.

**Ancaman Terhadap Kelestarian**

Meskipun saat ini aman dari predator alami, burung ini menghadapi ancaman potensial dari invasi spesies asing. Introduksi predator atau kompetitor baru dapat dengan cepat mengancam kelangsungan hidup spesies yang telah kehilangan mekanisme pertahanan alaminya.

**Pentingnya Penelitian Genetik**

Studi DNA modern memungkinkan para ilmuwan untuk melacak sejarah evolusi dengan akurasi yang tidak mungkin dicapai sebelumnya. Teknologi ini membuka jendela baru untuk memahami bagaimana spesies berevolusi dan beradaptasi terhadap lingkungannya.

**Implikasi untuk Konservasi Global**

Kasus burung rel Pulau Inaccessible menjadi pengingat penting tentang kerentanan spesies endemik di pulau-pulau terisolasi. Upaya konservasi harus fokus tidak hanya pada perlindungan habitat, tetapi juga pada pencegahan introduksi spesies invasif yang dapat merusak ekosistem yang telah stabil selama jutaan tahun.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Evolusi: Dari Teori ke Fakta

Bumi yang Tak Dapat Dihuni

Genom: Kisah Spesies Manusia dalam 23 Bab