Hampir dua ribu tahun lamanya, sejarah mencatat bahwa kehancuran kota kuno Pompeii terjadi pada 24 Agustus 79 Masehi. Kini, sebuah penemuan mengejutkan tentang busana para korbannya memicu kontroversi di kalangan ilmuwan: Mengapa warga Pompeii mengenakan jubah wol tebal di puncak musim panas?
Misteri ini tersingkap setelah tim peneliti melakukan pemindaian mendalam terhadap 14 cetakan gips yang terbentuk dari sisa-sisa tubuh korban. Hasil pemindaian menunjukkan bahwa kain yang melekat pada tubuh mereka memiliki jalinan benang sangat tebal dan berat—material yang sangat tidak biasa untuk cuaca panas bulan Agustus di Italia.
**Tekstil Berat yang Membingungkan**
Arkeolog Llorenç Alapont menjelaskan bahwa mayoritas korban mengenakan dua lapisan pakaian: tunik dan jubah panjang yang keduanya terbuat dari wol. Meski wol merupakan tekstil paling umum pada era Romawi, jenis yang ditemukan pada para korban dikategorikan sebagai wol berat.
“Dari studi kami terhadap cetakan tersebut, kami dapat mengungkap bagaimana orang-orang ini berpakaian pada hari tertentu dalam sejarah. Kami melihat jenis kain yang mereka kenakan memiliki jalinan benang yang tebal,” ujar Llorenç Alapont.
Alapont menambahkan bahwa pilihan pakaian ini sangat aneh untuk hari-hari di bulan Agustus yang terik. Muncul spekulasi apakah mereka mengenakan pakaian tebal sebagai upaya perlindungan dari gas beracun dan panas vulkanik, ataukah suhu udara saat itu memang sedang dingin.
**Dugaan Pergeseran Waktu Letusan**
Temuan jubah wol ini menguatkan kecurigaan lama bahwa Letusan Gunung Vesuvius mungkin tidak terjadi di musim panas, melainkan di musim gugur atau musim dingin. Pencatatan sejarah tanggal 24 Agustus berdasarkan surat dari Pliny the Younger, satu-satunya saksi mata yang mendokumentasikan bencana tersebut.
Namun, bukti-bukti fisik di lapangan mulai menunjukkan hal berbeda. Selain pakaian tebal, para arkeolog sebelumnya telah menemukan sisa-sisa buah berangan, anggur yang sedang difermentasi, hingga tungku pemanas yang menyala—semuanya merupakan ciri khas aktivitas musim gugur.
**Bukti Grafiti Tanggal Oktober**
Yang lebih menarik, ditemukan grafiti arang yang menyebutkan tanggal 17 Oktober. Mengingat sifat arang yang mudah terhapus, tulisan tersebut kemungkinan besar dibuat hanya beberapa hari sebelum letusan terjadi.
**Pola Seragam di Seluruh Kota**
Penelitian ini menemukan bahwa baik korban yang tewas di dalam bangunan maupun di jalanan, semuanya mengenakan jenis pakaian tebal yang sama. Hingga kini, para peneliti belum secara langsung menggugat tanggal sejarah yang sudah diterima secara umum, namun temuan ini memberikan teka-teki baru bagi kronologi Romawi.
**Dilema Interpretasi Sejarah**
Tanpa bukti tertulis lain yang lebih kuat, untuk sementara dunia sains masih harus berasumsi bahwa penduduk Pompeii entah bagaimana memilih berkeringat di bawah jubah wol tebal pada musim panas, atau mungkin sejarah memang perlu direvisi.
**Implikasi Penelitian Lanjutan**
Temuan ini membuka peluang penelitian lebih mendalam tentang kondisi cuaca dan iklim pada saat letusan terjadi. Analisis serbuk sari, isotop, dan bukti geologis lainnya mungkin dapat memberikan konfirmasi lebih lanjut tentang musim sebenarnya saat Pompeii hancur.
**Metodologi Modern dalam Arkeologi**
Penggunaan teknologi pemindaian modern pada cetakan gips korban menunjukkan bagaimana metode arkeologi kontemporer dapat mengungkap detail-detail yang terlewat dalam penelitian sebelumnya. Teknik ini memungkinkan analisis yang lebih akurat terhadap material organik yang terpelihara dalam kondisi ekstrem.
**Konteks Historis yang Lebih Luas**
Perdebatan tanggal letusan ini tidak hanya berdampak pada pemahaman tentang Pompeii, tetapi juga kronologi sejarah Romawi secara keseluruhan. Pergeseran tanggal dapat mempengaruhi interpretasi tentang aktivitas ekonomi, sosial, dan politik pada periode tersebut.
**Misteri yang Belum Terpecahkan**
Apakah Pompeii benar-benar menemui ajalnya pada 24 Oktober, bukan Agustus, masih menjadi pertanyaan terbuka. Namun, bukti fisik yang terus bermunculan semakin menantang narasi sejarah yang selama ini diterima.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: