Tragedi kebakaran di gedung PT Terra Drone, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 9 Desember lalu mengakibatkan 22 korban meninggal dunia akibat keracunan karbon monoksida. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kandungan gas beracun tersebut dalam darah korban menyebabkan kekurangan oksigen atau asfiksia.
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, mengonfirmasi temuan ini berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan terhadap seluruh korban.
**Gas Tak Terlihat yang Mematikan**
Karbon monoksida merupakan gas tak berwarna, tak berbau, dan beracun yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar fosil seperti bensin, kayu, arang, dan gas alam.
Dokter spesialis paru RSUP Dr. Sardjito sekaligus dosen FK-KMK UGM, dr. Ika Trisnawati, MSc, SpPD, K.P., menjelaskan bahwa senyawa ini bekerja merusak organ tubuh secara langsung.
Dr. Ika menekankan bahwa sifat gas ini menjadi jauh lebih berbahaya ketika kebakaran terjadi di ruang tertutup. Dalam kondisi tersebut, gas tidak dapat menyebar atau mengencer, melainkan terkonsentrasi tinggi di dalam ruangan.
“Kalau dalam satu ruangan tertutup itu cuma berputar-putar di situ saja sehingga yang terhirup tentu saja konsentrasinya lebih besar dibanding yang di udara terbuka,” ungkap Dr. Ika.
**Kerusakan Organ Vital hingga Otak**
Dr. Ika menjelaskan bahwa paparan konsentrasi tinggi gas karbon monoksida mengganggu sel-sel tubuh hingga menyebabkan kerusakan organ vital. Jika korban terlambat mendapat pertolongan, kerusakan permanen pada otak seringkali tidak dapat dicegah.
Kecepatan evakuasi ke ruang terbuka dengan udara bersih menjadi satu-satunya cara memutus paparan racun sebelum kesadaran korban hilang sepenuhnya.
“Tujuannya memberikan oksigen sebanyak mungkin. Semakin cepat ditolong akan lebih baik. Semakin lambat, semakin sudah tidak bisa. Jadi, sudah terjadi kerusakan organ terutama otak,” jelasnya.
**Langkah Darurat saat Evakuasi**
Untuk meminimalkan risiko kematian, Dr. Ika menyarankan penggunaan alat penutup pernapasan darurat saat proses evakuasi. Penggunaan kain basah dinilai lebih efektif menyaring partikel beracun dibanding hanya menutup hidung dengan tangan kosong.
Langkah ini krusial mencegah gas karbon monoksida langsung masuk ke paru-paru dan merusak sistem biokimia darah.
“Kalau terjadi kebakaran, segera evakuasi. Kalau bisa cari kain untuk menutup hidung dan mulut. Lebih baik dibasahkan, itu lumayan untuk menyaring karbon monoksida walaupun tidak 100 persen. Kalau tidak ada, tutup dengan tangan,” terangnya.
Dr. Ika menekankan bahwa pengenalan bahaya gas karbon monoksida dan penyediaan ventilasi yang baik serta detektor gas merupakan langkah mitigasi yang harus menjadi kebiasaan masyarakat untuk mencegah tragedi serupa terulang.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: