Diskusi mengenai pola hidup hemat atau frugal living tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial. Konsep yang mengutamakan kebutuhan di atas keinginan serta optimalisasi penggunaan uang dan sumber daya ini diyakini dapat mengantarkan seseorang menuju kemakmuran, sejalan dengan pepatah “hemat pangkal kaya”.
Namun, pandangan berbeda muncul dari seorang pengguna Instagram yang mempertanyakan efektivitas gaya hidup hemat di Indonesia dalam menghadapi tekanan ekonomi. Pada Selasa (30/9/2025), akun @ru********** menulis kritik tajam: “Frugal living di Indo? BIG NO. Mau sehemat apapun lu gak akan bisa lawan inflasi. Daripada menderita, mending cari income tambahan.”
Cuitan ini memicu perdebatan apakah hidup hemat saja sudah cukup untuk mencapai kesejahteraan finansial, ataukah diperlukan strategi tambahan untuk menghadapi dinamika ekonomi masa depan.
**Perspektif Perencana Keuangan: Tabungan vs Inflasi**
Perencana Keuangan Andi Nugroho memberikan pandangan seimbang ketika dimintai tanggapan pada Sabtu (25/10/2025). Ia mengakui kebenaran argumen bahwa inflasi dapat menggerus daya beli uang tabungan, sekaligus menyetujui perlunya diversifikasi sumber pemasukan.
“Mengenai uang tabungan kita yang akan tergerus daya belinya oleh inflasi saya setuju. Demikian pula dengan pendapat untuk melawan inflasi kita harus mendapatkan income yang lebih besar lagi saya juga setuju,” ungkapnya.
Namun, Andi mempertanyakan generalisasi klaim bahwa frugal living tidak efektif di Indonesia. Ia menilai perlu ada penelitian mendalam sebelum membuat pernyataan kategoris seperti itu.
“Sepertinya perlu penjelasan lebih lanjut dari si pemilik akun, ketika membuat statement tersebut sudah melakukan riset dan survei ke berapa banyak orang di berapa daerah di Indonesia dan risetnya sudah berjalan berapa lama sehingga bisa memastikan hal tersebut,” jelasnya.
**Keragaman Geografis dan Konsep Kekayaan**
Andi menekankan kompleksitas kondisi Indonesia yang memiliki wilayah luas dengan variasi biaya hidup yang signifikan. Faktor geografis ini memengaruhi relevansi strategi finansial yang diterapkan masyarakat di berbagai daerah.
“Selain itu, mindset ‘kaya’ sendiri bagi tiap orang ukurannya bisa sangat berbeda, tergantung pada pemahaman dan nilai-nilai yang dianut oleh tiap individu,” tambahnya.
Perspektif ini menggarisbawahi bahwa definisi kesuksesan finansial bersifat relatif dan tidak dapat diseragamkan untuk seluruh populasi Indonesia.
**Dampak Inflasi terhadap Tabungan**
Andi memberikan ilustrasi konkret mengenai dampak inflasi terhadap nilai riil uang tabungan. “Kalau punya uang tabungan 100 juta didiamkan selama 20 tahun dan 20 tahun kemudian nilai realnya cuman 33 juta saja secara teori memang berpotensi terjadi seperti itu karena tergerus inflasi,” paparnya.
Contoh ini menunjukkan bahwa mengandalkan tabungan saja tanpa strategi investasi dapat mengakibatkan penurunan daya beli yang drastis dalam jangka panjang.
**Strategi Holistik: Hemat, Investasi, dan Diversifikasi Income**
Untuk mengatasi tantangan inflasi, Andi merekomendasikan pendekatan multifaset yang menggabungkan kehematan dengan peningkatan pemasukan dan investasi.
“Selain menambah pemasukan kita sebaiknya juga membekali diri dengan belajar investasi,” sarannya. Tujuannya adalah memastikan uang yang diperoleh dapat menghasilkan imbal hasil yang melampaui tingkat inflasi.
Andi juga menekankan pentingnya literasi keuangan. “Karena sebanyak apapun penghasilan kita, kalau pengeluarannya juga makin banyak maka tujuan finansial kita seperti menjadi kaya tadi akan susah tercapai.”
**Pandangan Ekonom: Era Inflasi Rendah Indonesia**
Pengamat Ekonomi Wijayanto Samirin memberikan perspektif makroekonomi ketika dihubungi pada Jumat (24/10/2025). Ia mengakui bahwa gaya hidup hemat dapat mengantarkan seseorang pada kehidupan berkecukupan, namun tidak cukup untuk mencapai kekayaan.
“Tetapi juga harus melakukan terobosan untuk memaksimalkan pendapatan, salah satunya dengan berinvestasi,” tekannya.
**Kondisi Inflasi Indonesia yang Menguntungkan**
Wijayanto menyoroti kondisi ekonomi Indonesia yang relatif stabil dengan tingkat inflasi rendah. “Indonesia memasuki era inflasi rendah, sekitar 2-3 persen. Ini tidak terlalu membebani mereka yang ingin hidup berkecukupan dengan cara frugal living,” jelasnya.
Kondisi ini memberikan ruang yang lebih besar bagi penerapan gaya hidup hemat tanpa tekanan inflasi yang terlalu signifikan.
**Sintesis: Keseimbangan Strategi Finansial**
Dari berbagai perspektif yang disampaikan para ahli, terlihat bahwa frugal living memiliki relevansi dalam konteks Indonesia, namun perlu dikombinasikan dengan strategi finansial lainnya. Kondisi inflasi yang relatif rendah memberikan peluang bagi penerapan gaya hidup hemat, sekaligus membuka ruang untuk diversifikasi investasi dan peningkatan income.
**Rekomendasi Praktis**
Berdasarkan analisis para pakar, strategi finansial optimal untuk masyarakat Indonesia mencakup:
1. Menerapkan prinsip hidup hemat untuk mengoptimalkan pengeluaran
2. Diversifikasi sumber pemasukan melalui skill development atau side business
3. Belajar dan menerapkan investasi yang dapat mengalahkan inflasi
4. Meningkatkan literasi keuangan untuk pengelolaan yang lebih efektif
5. Menyesuaikan strategi dengan kondisi geografis dan cost of living masing-masing daerah
**Kontekstualisasi Regional**
Penting untuk memahami bahwa efektivitas frugal living dapat bervariasi tergantung lokasi geografis, tingkat pendapatan, dan akses terhadap instrumen investasi. Masyarakat di daerah dengan biaya hidup rendah mungkin dapat merasakan manfaat yang lebih signifikan dari gaya hidup hemat dibandingkan mereka yang tinggal di kota-kota besar dengan biaya hidup tinggi.
Diskusi ini menunjukkan kompleksitas perencanaan keuangan dalam konteks ekonomi Indonesia yang terus berkembang, di mana tidak ada solusi tunggal yang dapat diterapkan secara universal untuk seluruh masyarakat.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait:
Perencanaan Pembangunan, Keuangan, dan Transisi Energi Daerah