JAKARTA – Studi mutakhir memperingatkan bahwa jutaan bangunan di belahan Bumi selatan, mencakup Amerika Selatan, Afrika, dan Asia Tenggara, menghadapi ancaman serius tenggelam karena terus meningkatnya permukaan laut sepanjang abad ini. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal npj Urban Sustainability pada 29 Agustus 2025 ini menegaskan bahwa dampaknya bukan hanya menimpa penduduk pesisir, tetapi juga akan mengguncang rantai ekonomi global.
Eric Galbraith, ilmuwan bumi dari Universitas McGill, Kanada, menekankan bahwa pelabuhan dan infrastruktur pesisir merupakan pusat vital distribusi barang, pangan, dan energi. “Perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut akan memengaruhi semua orang, baik kita tinggal di pesisir atau jauh di darat,” tegas Galbraith seperti dikutip Science Alert, Jumat (24/10/2025).
**Indonesia Masuk Zona Risiko Tinggi**
Konsentrasi karbon dioksida di atmosfer saat ini mencapai level tertinggi dalam empat juta tahun, memicu cuaca ekstrem dan meluapnya air laut yang secara bertahap mengikis wilayah pemukiman. Jurnal tersebut secara khusus menyoroti ancaman untuk kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia.
Permukiman dan bangunan yang berlokasi dalam radius lima kilometer dari garis pantai menghadapi risiko tinggi. Area yang terancam meliputi kawasan pesisir Sumatera, pesisir utara dan selatan Pulau Jawa, wilayah pesisir Kalimantan, serta garis pantai Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Kondisi serupa juga dialami negara-negara Asia Tenggara lainnya. Filipina, Malaysia, Brunei, Timor Leste, Singapura, dan Thailand memiliki banyak infrastruktur krusial, pelabuhan, serta permukiman yang berada dalam radius lima kilometer dari bibir pantai. Hal ini berarti bahkan kenaikan permukaan laut yang relatif kecil dapat berdampak langsung terhadap tempat tinggal, ekonomi regional, hingga stabilitas sosial kawasan.
**Metodologi Penelitian Skala Besar Pertama**
Riset ini berbeda dari studi-studi sebelumnya karena menggunakan pendekatan pemetaan yang lebih komprehensif. Para peneliti memetakan 840 juta bangunan dengan memanfaatkan citra satelit, data elevasi detil, serta teknologi pembelajaran mesin. Fokus kajian meliputi garis pantai Afrika, Asia Tenggara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan.
Temuan mengejutkan menunjukkan bahwa sekitar 750 juta orang bermukim dalam radius 5 kilometer dari garis pantai. Jarak ini sangat kritis karena bahkan kenaikan air laut yang minim pun dapat berakibat fatal bagi kehidupan mereka.
**Skenario Ancaman Bertahap**
Tanpa upaya pengurangan emisi yang signifikan, permukaan laut diprediksi naik minimum 0,5 meter pada 2100. Dalam skenario ini, sekitar 3 juta bangunan diperkirakan akan terendam.
Jika kenaikan mencapai 5 meter, angka tersebut melonjak drastis menjadi sekitar 45 juta bangunan. Di beberapa negara, lebih dari 80 persen bangunan berpotensi hilang. Skenario paling ekstrem dengan kenaikan 20 meter akan menyebabkan lebih dari 130 juta bangunan berada di bawah permukaan air.
Perkiraan ini bahkan belum memperhitungkan bangunan yang tenggelam akibat erosi, gelombang badai, atau intensitas pasang yang semakin ekstrem, menjadikan angka tersebut sebagai estimasi minimal ancaman yang sesungguhnya.
**Eropa Juga Tidak Luput dari Ancaman**
Meskipun penelitian tim McGill fokus pada negara-negara di belahan Bumi selatan, ancaman kenaikan permukaan laut sejatinya bersifat global. Eropa pun tidak terhindar dari dampaknya.
Berdasarkan laporan Euro News pada Senin (6/10/2025), studi pemodelan yang dipublikasikan dalam Scientific Reports tahun lalu memperkirakan bahwa kenaikan permukaan laut berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi masif bagi Uni Eropa dan Inggris pada akhir abad ini.
Penelitian tersebut menghitung potensi kerugian dengan membandingkan berbagai skenario, termasuk pertumbuhan ekonomi tahunan 2 persen dan data kerugian dari 155 kejadian banjir di Eropa periode 1995–2016. Dalam skenario emisi tinggi, total kerugian dapat mencapai 872 miliar euro pada tahun 2100.
**Wilayah Eropa Paling Berisiko**
Wilayah yang diprediksi akan mengalami dampak paling parah meliputi Veneto dan Emilia-Romagna di Italia, wilayah pesisir sekitar Laut Baltik, pesisir Belgia, Prancis bagian barat, Yunani, serta provinsi Zachodniopomorskie di Polandia. Kawasan-kawasan ini menghadapi ancaman serius berupa erosi pesisir, intrusi air laut, hingga banjir besar yang dapat mengganggu aktivitas ekonomi dan sosial.
**Tanda-Tanda Nyata yang Sudah Tampak**
Kenaikan permukaan laut bukan lagi sekadar ancaman masa depan. Indikasi nyata sudah mulai terlihat saat ini. Di Barcelona, warga mulai merasakan kekhawatiran karena pantai buatan manusia perlahan terkikis.
Venesia mengalami banjir masif pada 2019 yang menenggelamkan kawasan bersejarah dan menyebabkan kerugian ratusan juta euro. Sementara itu, situs warisan dunia UNESCO di Pulau Delos, Yunani, menunjukkan kerusakan struktural karena banjir yang intensitasnya meningkat dari tahun ke tahun.
**Strategi Adaptasi dan Perencanaan Masa Depan**
Para peneliti telah merilis peta interaktif untuk membantu pemerintah dan perencana kota mengidentifikasi area berisiko tinggi. Mereka juga mengkaji berbagai strategi adaptasi seperti desain bangunan tahan banjir, penguatan tanggul, atau relokasi masyarakat.
Jeff Cardille, ahli ekologi dari McGill, menegaskan bahwa “beberapa negara pesisir jauh lebih rentan karena bentuk wilayahnya dan kepadatan bangunannya.”
**Laju Kenaikan yang Terus Mengkhawatirkan**
Kenaikan permukaan laut global saat ini berada pada sekitar 4,5 milimeter per tahun dan laju ini diprediksi akan terus meningkat. Maya Willard-Stepan dari Universitas Victoria menegaskan bahwa “tidak ada jalan untuk menghindari naiknya permukaan laut.”
“Namun, semakin cepat masyarakat bersiap, semakin besar peluang mereka untuk tetap bertahan dan berkembang,” imbuhnya.
**Urgensi Tindakan Kolektif
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: