DUBAI – Kesalahpahaman mendasar tentang nikotin sebagai penyebab kanker masih mengakar kuat di masyarakat. Prof. Dr. David Khayat, ahli onkologi terkemuka dari Universitas Pierre et Marie Curie, Paris, meluruskan pandangan keliru tersebut dalam forum internasional Technovation: Smoke-Free by PMI di Dubai, Rabu (8/10/2025).
“Nikotin tidak menyebabkan kanker,” tegas Dr. Khayat. “Yang menyebabkan kanker adalah ribuan zat kimia berbahaya yang muncul saat tembakau dibakar, bukan nikotinnya.”
**Pembakaran Tembakau Hasilkan Ribuan Zat Beracun**
Menurut Dr. Khayat, proses pembakaran daun tembakau menghasilkan lebih dari 6.000 bahan kimia, termasuk sekitar 80 karsinogen atau zat pemicu kanker. Partikel ultrahalus hasil pembakaran inilah yang menyebabkan berbagai penyakit berbahaya akibat kebiasaan merokok.
Sebaliknya, nikotin sendiri tidak masuk dalam daftar zat karsinogenik menurut WHO, IARC, maupun FDA. Bahkan, tenaga medis di seluruh dunia menggunakan nikotin dalam bentuk permen karet dan plester untuk terapi berhenti merokok.
Dr. Khayat memiliki rekam jejak panjang dalam pemberantasan kanker. Pada 2000, ia menggagas “Piagam Paris Melawan Kanker” yang mendapat dukungan langsung Presiden Jacques Chirac dan UNESCO. Inisiatif ini melahirkan Hari Kanker Sedunia dan berdirinya Institut Nasional Kanker Prancis (INCa).
Sebagai arsitek National Cancer Plan Prancis 2002, Dr. Khayat pernah memimpin kampanye nasional anti-rokok yang berhasil membuat 1,8 juta orang berhenti merokok. Namun, tiga tahun kemudian, hampir semua kembali merokok.
**Konsep “Harm Reduction” sebagai Alternatif**
Pengalaman tersebut mendorong Dr. Khayat mengadopsi prinsip harm reduction – mengurangi bahaya tanpa menuntut berhenti total. “Berhenti total adalah pilihan terbaik. Tapi jika seseorang tak bisa berhenti, tugas kita adalah membantu mereka memilih cara yang lebih baik.”
Pendekatan ini mendorong penggunaan produk bebas asap seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, atau kantong nikotin. Prinsipnya sederhana: kurangi paparan asap, kurangi risiko.
**Disinformasi Masih Meluas di Kalangan Medis**
Tomoko Iida, Director Scientific Engagement SSEA, CIS, MEA di Philip Morris International (PMI), yang juga berbicara dalam forum sama, menegaskan pandangan serupa. “Nikotin bukan penyebab utama penyakit akibat merokok. Yang berbahaya adalah hasil dari proses pembakaran rokok.”
Menurutnya, daun tembakau sebenarnya tidak berbahaya. Bahaya muncul saat dibakar karena proses itu memicu reaksi kimia yang menghasilkan ribuan senyawa toksik, termasuk zat penyebab kanker.
Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) menyatakan bahwa meskipun nikotin bersifat adiktif, zat ini relatif tidak berbahaya bagi kesehatan. Namun ironisnya, survei menunjukkan lebih dari 80% dokter di Amerika Serikat masih percaya nikotin menyebabkan kanker, menunjukkan luasnya disinformasi bahkan di kalangan medis.
**Perbandingan dengan Kafein**
Tomoko membandingkan nikotin dengan kafein dalam kopi. Keduanya bekerja dengan cara mirip: memengaruhi sistem saraf pusat untuk meningkatkan fokus dan suasana hati. Penggunaan nikotin dalam kadar tertentu bisa dimaknai sebagai bentuk stimulasi ringan, bukan ancaman kesehatan langsung, selama tidak melalui pembakaran tembakau.
**Bukti Sukses dari Jepang dan Swedia**
Tomoko menyoroti kisah sukses Jepang dan Swedia dalam mengadopsi produk bebas asap. Di Jepang, sejak diperkenalkannya produk tembakau yang dipanaskan, penjualan rokok konvensional turun hingga 50% hanya dalam beberapa tahun.
Di Swedia, peralihan ke produk tanpa pembakaran telah menurunkan angka kanker paru hingga level terendah di Eropa. “Apa yang kita lihat di Swedia hari ini adalah bukti nyata bahwa transisi ke produk tanpa pembakaran dapat menyelamatkan nyawa,” ujarnya.
**Implikasi untuk Kebijakan Kesehatan**
Temuan ini memiliki implikasi signifikan bagi kebijakan kesehatan publik. Pemahaman yang akurat tentang perbedaan antara nikotin dan produk pembakaran tembakau dapat membantu dalam merancang strategi pengurangan bahaya yang lebih efektif.
Para ahli menekankan pentingnya edukasi yang tepat kepada tenaga medis dan masyarakat untuk menghilangkan mitos yang telah lama mengakar. Dengan pemahaman yang benar, kebijakan kesehatan dapat lebih fokus pada pengurangan paparan asap pembakaran sebagai sumber utama bahaya, bukan sekadar melarang nikotin secara keseluruhan.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait:
Kanker: Biografi Suatu Penyakit (The Emperor of All Maladies)