55 Tahun Menghilang, Kelelawar Telinga Panjang Turkestan Ditemukan di Gurun Karakum

BERLIN – Setelah absen dari catatan ilmiah selama lebih dari lima dekade, kelelawar telinga panjang Turkestan (Plecotus turkmenicus) akhirnya ditemukan kembali di Gurun Karakum, Turkmenistan. Spesies yang terakhir diamati pada 1970 ini membangkitkan kembali optimisme científicos tentang kelangsungan hidupnya.

Selama 55 tahun, komunitas ilmiah menduga spesies ini kemungkinan telah punah atau mengalami penurunan populasi drastis di habitat gurunnya. Rediscovery ini menghadirkan harapan baru untuk program konservasi spesies langka tersebut.

**Jejak Museum dan Ekspedisi Internasional**

Sebelum penemuan terbaru, kelelawar telinga panjang Turkestan hanya dikenal melalui sejumlah terbatas spesimen yang tersimpan dalam koleksi museum-museum Rusia. Minimnya data biologis dan ekologis membuat status konservasinya menjadi sangat tidak pasti.

Pada Oktober 2024, Museum für Naturkunde Berlin memimpin ekspedisi penelitian internasional yang melibatkan ilmuwan dari Jerman, Uzbekistan, dan Turkmenistan. Tim multidisipliner ini secara sistematis mengunjungi lokasi-lokasi historis di Turkmenistan yang diketahui pernah menjadi habitat spesies tersebut.

**Penemuan di Dua Lokasi Berbeda**

Setelah pencarian intensif di area tersangka, tim berhasil menemukan seekor kelelawar betina muda yang bersembunyi di celah reruntuhan struktur kuno. Temuan ini menjadi konfirmasi pertama keberadaan spesies yang telah lama hilang dari radar scientific community.

Tak lama kemudian, para peneliti juga menemukan seekor kelelawar jantan dewasa di sebuah gua yang berlokasi 87 kilometer dari lokasi discovery pertama, dekat perbatasan Uzbekistan. Penemuan di dua lokasi terpisah mengindikasikan bahwa populasi masih tersebar, meskipun mungkin dalam jumlah terbatas.

**Dokumentasi Visual Perdana**

Ekspedisi ini berhasil menghasilkan dokumentasi fotografi pertama kelelawar telinga panjang Turkestan dalam kondisi hidup. Sebelumnya, spesies ini hanya dikenal melalui spesimen preserved dan deskripsi morfologi dasar.

Observasi langsung mengkonfirmasi bahwa spesies ini memilih habitat berupa gua alami dan struktur buatan manusia seperti sumur sebagai tempat berlindung dan bersarang.

**Hipotesis Distribusi Regional**

Lokasi penemuan kelelawar jantan yang sangat dekat dengan perbatasan Uzbekistan memunculkan spekulasi baru tentang distribusi geografis spesies ini. “Mengingat lokasi kelelawar jantan yang dekat dengan Uzbekistan, hal ini menimbulkan gagasan bahwa mungkin ada populasi di negara itu juga,” demikian kesimpulan tim peneliti dikutip IFL Science.

Hipotesis ini membuka kemungkinan bahwa range distribution kelelawar telinga panjang Turkestan mungkin lebih luas dari yang sebelumnya diperkirakan, melintasi batas negara di kawasan Asia Tengah.

**Ancaman Perubahan Iklim**

Meskipun rediscovery ini memberikan harapan, para researcher mengidentifikasi ancaman serius terhadap kelangsungan populasi. Perubahan iklim diduga menjadi faktor utama penurunan populasi di Gurun Karakum.

Peningkatan temperatur regional mengakibatkan kondisi gurun yang semakin arid, berdampak pada degradasi tutupan vegetasi yang berfungsi sebagai sumber makanan dan shelter bagi kelelawar. Perubahan mikroklimat ini dapat mengganggu cycle reproduksi dan availability habitat yang suitable.

**Inisiatif Konservasi Pemerintah Turkmenistan**

Pemerintah Turkmenistan merespons penemuan ini dengan mengembangkan rencana konservasi ambisius. Proposal pembentukan kawasan lindung mencakup area lebih dari 50.000 hektar di wilayah Gurun Karakum.

Protected area ini tidak hanya targeted untuk melindungi kelelawar telinga panjang Turkestan, tetapi juga spesies threatened lainnya seperti equus hemionus (keledai liar Asia) dan Gazella subgutturosa (kijang berleher gondok).

**Strategi Konservasi Terintegrasi**

Program konservasi yang direncanakan adopts ecosystem-based approach yang mempertimbangkan interconnectedness berbagai spesies dalam habitat gurun. Proteksi habitat akan mencakup cave systems, water sources, dan vegetation corridors yang essential untuk survival wildlife.

Monitoring jangka panjang akan diimplementasikan untuk melacak population trends dan assessing effectiveness conservation measures. Collaboration dengan international research institutions juga akan continuation untuk scientific support.

**Konteks Global Penelitian Kelelawar 2024**

Penemuan kelelawar telinga panjang Turkestan menambah serial discovery menarik dalam dunia chiroptera research tahun ini. Tahun 2024 mencatat beberapa breakthrough dalam studi kelelawar, termasuk penemuan spesies di Amerika Utara dengan kemampuan berfluoresensi hijau.

Di Jerman, peneliti juga melaporkan observasi kelelawar dengan perilaku hunting yang unusual, yaitu capturing tikus langsung dari udara – behavior yang sebelumnya tidak terdokumentasi dalam literature scientific.

**Significansi untuk Biodiversity Asia Tengah**

Rediscovery ini highlights importance Asia Tengah sebagai biodiversity hotspot yang masih menyimpan hidden treasures biological. Region ini harbors numerous endemic species yang vulnerable terhadap climate change dan human activities.

Success story kelelawar telinga panjang Turkestan dapat menjadi model untuk conservation efforts spesies similar lainnya di region yang challenging untuk penelitian karena kondisi geographic dan political.

**Future Research Directions**

Tim peneliti berencana melanjutkan survey systematic untuk mapping complete distribution range dan estimating population size. Genetic analysis akan dilakukan untuk understanding phylogenetic relationships dan diversity genetic dalam populasi yang tersisa.

Ecological studies akan focus pada identifying critical habitat requirements, prey species, dan reproductive biology untuk informing effective conservation strategies.

**Lesson untuk Conservation Science**

Kasus kelelawar telinga panjang Turkestan demonstrates bahwa spesies yang presumed extinct mungkin masih survive dalam isolated populations. Ini underscores importance continuous survey efforts dan never giving up pada conservation endeavors.

International collaboration proved crucial dalam success story ini, highlighting necesity cross-border cooperation untuk protecting migratory dan wide-ranging species dalam era globalization dan climate change.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Genom: Kisah Spesies Manusia dalam 23 Bab

Behind the Strike! 10 Tahun Mancing Mania

Taman Nasional Indonesia: Permata Warisan Bangsa