Mengapa Telur Ayam Fertil Tak Layak Konsumsi? Ini Penjelasan Pakar IPB

BOGOR – Kalangan konsumen perlu mewaspadai jenis telur yang dikonsumsi karena tidak semua produk telur ayam di pasaran layak santap. Profesor Niken Ulupi, ahli perunggasan dari Institut Pertanian Bogor, mengingatkan risiko mengonsumsi telur ayam pedaging bibit yang seharusnya tidak diperjualbelikan untuk konsumsi masyarakat.

Telur breeding atau telur bibit yang tidak lolos seleksi penetasan dilarang dipasarkan sebagai bahan pangan karena memiliki kualitas inferior, daya tahan simpan terbatas, dan rentan mengalami pembusukan.

“Telur fertil yang tidak memenuhi syarat untuk ditetaskan tidak boleh dijual di pasar. Kualitasnya rendah, masa simpannya pendek, dan mudah membusuk,” tegasnya.

**Perbedaan Fundamental Telur Breeding dan Konsumsi**

Distingsi utama antara telur komersial dan breeding terletak pada proses reproduksi yang terlibat. Telur untuk konsumsi diproduksi farming sistem petelur komersial yang seluruhnya betina tanpa mengalami fertilization process. Karakteristik ini membuat produk bersifat infertile dan aman dikonsumsi dalam kondisi penyimpanan normal.

Sebaliknya, telur breeding dihasilkan dari ayam betina yang mengalami inseminasi oleh pejantan, mengakibatkan keberadaan embryonic development di dalamnya. Jenis produk ini memerlukan cold storage conditions untuk mencegah deterioration.

“Jika dibiarkan pada suhu ruang, embrio dapat berkembang sebagian dan membuat telur cepat busuk,” jelasnya.

**Sistem Produksi Unggas yang Terspesialisasi**

Industri perunggasan modern menerapkan farming specialization berdasarkan production objectives. Segmentasi ini menghasilkan berbagai strain unggas—baik commercial maupun indigenous breeds—dengan performance characteristics yang distinctive.

Layer hens dipelihara khusus untuk daily egg production sebagai sumber protein hewani. Sementara itu, broiler chickens difokuskan pada meat production dengan siklus pemeliharaan singkat sekitar lima minggu sebelum processing.

“Ayam broiler komersial hanya dipelihara singkat, sekitar lima minggu, lalu dipotong. Jadi ayam pedaging tidak sampai bertelur,” papar Prof. Niken.

Kategori terpisah adalah breeder broilers yang dipelihara untuk menghasilkan fertilized eggs sebagai parent stock. Produk yang dihasilkan farming system ini berupa fertile eggs yang diperuntukkan hatching operations, bukan human consumption.

**Risiko Keamanan Pangan dan Deterioration**

Meskipun nutritional content telur fertil, mencakup protein dan essential amino acids, tidak signifikan berbeda dari telur konsumsi, storage quality menunjukkan perbedaan drastis. Living embryo dalam telur breeding memiliki sensitivity tinggi terhadap temperature dan humidity fluctuations, mengakibatkan accelerated spoilage processes.

Selain food safety concerns, distribusi telur breeding di retail markets dapat mengganggu price stability telur konsumsi. Supply chain integrity mensyaratkan bahwa breeding eggs tidak memasuki commercial distribution channels untuk household consumption.

**Identification Guidelines untuk Konsumen**

Sebagai consumer protection measure, Prof. Niken menyediakan practical methods untuk distinguishing antara consumption dan breeding eggs. Key identification markers meliputi:

Shell coloration patterns yang distinctive antara layer dan breeder strains. Morphological differences dalam egg shape dan size distribution. Production codes atau batch markings yang tercetak pada shell surface.

**Economic Impact dan Market Regulation**

Penetrasi breeding eggs ke consumer markets menciptakan unfair competition dengan legitimate egg producers. Price distortion terjadi ketika inferior quality products dijual dengan harga comparable kepada premium consumption eggs.

Regulatory enforcement diperlukan untuk memastikan product segregation yang proper antara breeding dan consumption segments. Clear labeling requirements dapat membantu consumers membuat informed purchasing decisions.

**Quality Control Standards**

Industrial breeding operations menerapkan strict quality control protocols untuk embryonic development monitoring. Eggs yang tidak meet hatching requirements seharusnya undergo proper disposal procedures instead of market diversion.

Traceability systems dalam modern poultry industry memungkinkan tracking product flow dari farm production hingga final destination, mencegah misdirection breeding materials ke consumer channels.

**Public Health Protection**

Food safety regulations mengatur bahwa products intended untuk specific industrial applications tidak boleh repurposed untuk human consumption tanpa proper evaluation. Breeding eggs classification sebagai industrial materials, bukan food products, memerlukan specialized handling procedures.

Consumer education campaigns essential untuk raising awareness tentang product differentiation dan associated health risks dari consuming inappropriate egg types.

**Industry Best Practices**

Leading poultry integrators implement comprehensive segregation systems untuk memastikan breeding materials tidak contaminate consumer supply chains. Quality assurance protocols include regular auditing production facilities dan distribution networks.

Professional associations dalam poultry industry actively promote best practices untuk maintaining product integrity dan consumer safety standards across sector operations.

**Regulatory Framework Development**

Pemerintah perlu strengthening regulatory oversight untuk breeding egg distribution monitoring. Clear penalties untuk violations dapat deter inappropriate marketing practices yang membahayakan consumer safety.

Coordination antara industry stakeholders, regulatory agencies, dan consumer protection organizations essential untuk developing comprehensive framework yang protect public interests while supporting legitimate business operations.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Seri Nat Geo: Mengapa Tidak? 1.111 Jawaban Beraneka Pertanyaan