JAKARTA – Kepercayaan populer yang menyebutkan permen karet memerlukan tujuh tahun untuk keluar dari tubuh ternyata tidak berdasar ilmiah. Para pakar medis menegaskan bahwa meskipun permen karet tidak dapat diproses sistem pencernaan, waktu eliminasinya dari tubuh jauh lebih singkat dari dugaan.
Julia Zumpano, nutritionist dari Cleveland Clinic’s Center for Human Nutrition, menjelaskan bahwa permen karet melewati saluran digestive dalam periode sekitar 40 jam, sama dengan durasi transit makanan umumnya.
**Proses Eliminasi Permen Karet dalam Tubuh**
Komponen utama permen karet terdiri dari gum base yang mengandung resin, emulsifier, dan plasticizer yang memang tidak dapat dicerna. Berbeda dengan nutrisi regular, tubuh manusia tidak memiliki enzim spesifik untuk mengurai material non-food tersebut.
“Butuh 40 jam, sama seperti makanan lain, untuk melewati sistem pencernaan dan keluar lewat feses,” ungkap Zumpano. Proses ini membuat permen karet dieliminasi dalam bentuk utuh, serupa dengan serat jagung yang tidak terproses.
Dr. Nancy McGreal dari Duke University Medical Center memperkuat penjelasan ini dengan menyatakan ketiadaan enzim pencernaan untuk substansi dalam permen karet. Akibatnya, material tersebut melintas melalui intestinal tract tanpa mengalami breakdown kimiawi.
**Evidence Klinis dari Prosedur Medis**
Pengamatan langsung melalui kolonoskopi memberikan bukti konkret mengenai durasi transit permen karet. McGreal mencatat bahwa residual permen karet yang ditemukan dalam colon pasien umumnya baru tertelan dalam 24 jam terakhir, bukan bertahun-tahun sebelumnya.
“Saya beberapa kali menemukan sedikit permen karet di usus pasien. Tapi itu biasanya baru ditelan dalam 24 jam terakhir, bukan tujuh tahun lalu,” jelasnya berdasarkan observasi klinis.
**Risiko Kesehatan dari Konsumsi Berlebihan**
Konsumsi occasional satu atau dua pieces permen karet tidak menimbulkan bahaya signifikan. Namun, ingestion berulang atau dalam volume besar dapat mengakibatkan komplikasi digestive.
Illinois Poison Control mengidentifikasi gejala potensial dari excessive gum consumption, meliputi nausea, vomiting, constipation, abdominal distension, dan bowel movement irregularities.
Dalam kasus extreme, akumulasi permen karet dapat menyebabkan bowel obstruction. Zumpano mengingatkan risiko ini terutama ketika large quantities dikonsumsi simultan.
**Dokumentasi Kasus Medis**
Literature medis mencatat beberapa incident serius terkait permen karet consumption. Publikasi Pediatrics 1998 mendokumentasikan tiga kasus pediatric patients yang mengalami gastrointestinal blockage setelah menelan permen karet.
Respiratory Medicine Case Reports 2020 melaporkan kasus adolescent yang mengalami airway obstruction selama beberapa hari akibat ingested chewing gum. Sementara ACG Case Reports Journal 2020 mengkaji kasus woman berusia 53 tahun yang mengonsumsi 25 nicotine gums daily selama tiga tahun, mengakibatkan 30 pieces menumpuk dalam large intestine.
**Komplikasi dari Sugar Alcohol Content**
Sugar-free chewing gums umumnya mengandung sorbitol, sugar alcohol yang dapat memicu diarrhea ketika dikonsumsi excessively. Sorbitol bekerja dengan menarik water ke dalam intestinal tract, mempercepat digestive transit.
McGreal mengilustrasikan kasus medical student era dimana patient dengan chronic diarrhea tanpa obvious cause ternyata disebabkan overconsumption sugar-free gum yang ditelan. “Di sebelah tempat tidurnya, tempat sampah penuh dengan bungkus permen karet bebas gula. Rupanya, ia sering mengunyah dan menelan permen karet,” jelasnya.
**Rekomendasi Medis dan Safety Guidelines**
Medical professionals menekankan bahwa occasional accidental swallowing tidak memerlukan medical intervention. Namun, habitual ingestion, terutama dalam large amounts, strongly discouraged karena potential complications.
Patients yang regularly consume nicotine gums atau therapeutic chewing gums perlu mendapat edukasi proper usage untuk menghindari inadvertent swallowing yang dapat menyebabkan accumulation.
**Implications untuk Public Health Education**
Debunking myths mengenai seven-year digestion period penting untuk public understanding, namun tidak mengurangi importance proper disposal practices. Environmental concerns dari improperly disposed chewing gum tetap relevant issue.
Health education programs sebaiknya menekankan both facts mengenai digestion timeline dan potential health risks dari habitual swallowing behavior, terutama di kalangan children dan adolescents.
**Clinical Assessment dan Management**
Untuk cases dimana abdominal symptoms persist setelah known gum ingestion, medical evaluation mungkin diperlukan. Imaging studies dapat mengidentifikasi potential obstructions, meskipun occurrence rate relatively low.
Healthcare providers perlu aware tentang possibility gum-related complications, terutama dalam patients dengan history excessive consumption atau underlying gastrointestinal conditions yang meningkatkan obstruction risk.
**Future Research Directions**
Continued research mengenai digestive effects dari various gum base formulations dapat provide better understanding tentang individual variations dalam transit time dan potential health impacts.
Development biodegradable gum alternatives juga represents area interest untuk addressing both health concerns dan environmental sustainability issues associated dengan conventional chewing gum products.
Understanding complete metabolic pathway dan potential interactions dengan medications atau supplements yang co-administered dengan therapeutic gums requires further investigation untuk optimizing safety profiles.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: