RON BBM Nabati Bobibos Diklaim 98, Apa Itu RON?

JAKARTA – Kepala Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk BRIN, Hari Setyapraja, memberikan uraian mendalam terkait basis scientific klaim nilai oktan RON 98,1 pada bahan bakar nabati Bobibos yang diproduksi dari limbah jerami padi.

Produk inovasi yang diperkenalkan 11 November 2025 ini mengklaim dapat menghasilkan fuel dengan oktana superior setelah melewati lima tahapan pengolahan biomassa pertanian. BRIN memberikan perspektif teknis untuk menjelaskan feasibility pencapaian tersebut.

**Konsep Research Octane Number dan Thermal Efficiency**

Research Octane Number (RON) merupakan standar pengukuran kualitas bahan bakar yang menentukan resistance terhadap autoignition atau knocking—fenomena pembakaran prematur yang dapat merusak komponen mesin internal combustion.

“RON adalah ketahanan bahan bakar terhadap kompresi ketika ditekan, atau ketahanan untuk meledak,” ungkap Hari saat dikonfirmasi Jumat (14/11). Parameter ini crucial untuk optimal engine performance, khususnya pada kendaraan dengan compression ratio tinggi.

Higher octane rating memungkinkan mesin beroperasi dengan efficiency superior karena combustion dapat dikontrol secara precisely sesuai ignition timing yang didesain. “Semakin tinggi RON, semakin power, semakin tinggi efisiensinya karena thermal efficiency akan meningkat,” jelasnya.

Thermal efficiency improvement berbanding lurus dengan fuel economy dan power output, menjadikan high-octane fuels preferential untuk applications yang membutuhkan performance optimal.

**Characteristics Bioetanol: Natural High-Octane Properties**

Mengenai achievement RON 98,1 dari rice straw feedstock, peneliti BRIN menilai target tersebut scientifically achievable jika final product merupakan bioetanol. Ethanol (C2H5OH) memiliki inherent high-octane characteristics yang superior dibandingkan conventional gasoline.

“Terkait bioetanol, senyawanya sendiri sudah menghasilkan karakteristik untuk menghasilkan RON tinggi,” kata Hari. Pure ethanol memiliki octane rating berkisar 108-115, memungkinkan blend dengan hidrokarbon lain mencapai RON dalam range premium fuel.

Chemical structure ethanol dengan hydroxyl group (-OH) memberikan burning characteristics yang berbeda dari fossil fuels, menghasilkan cleaner combustion dan reduced tendency untuk engine knock.

**Cellulosic Ethanol: Second-Generation Biofuel Technology**

Conversion jerami menjadi bioetanol masuk kategori second-generation biofuel production yang complexity-nya significantly higher dibandingkan first-generation dari simple sugars. Process ini requires breakdown lignocellulosic structure yang robust.

Hari mendeskripsikan tahapan chemical transformation yang involved:

**Feedstock preparation**: Rice straw mengandung cellulose sebagai primary component yang akan diproses. Cellulose merupakan complex polymer glucose yang memerlukan specialized treatment untuk liberation fermentable sugars.

**Cellulose hydrolysis**: Transformation cellulose into simple sugars through chemical atau enzymatic breakdown. Process ini crucial untuk converting insoluble cellulose matrix menjadi glucose yang dapat difermentasi yeast.

**Fermentation process**: Simple sugars hasil hydrolysis difermentasi menggunakan specialized microorganisms untuk produce ethanol. Controlled environment dengan optimal pH, temperature, dan nutrient balance essential untuk maximum yield.

**Technical Challenges dalam Cellulosic Ethanol Production**

Second-generation bioethanol production menghadapi several technological hurdles yang impact commercial viability. Lignin content dalam agricultural residues dapat inhibit enzymatic activity, requiring pretreatment processes yang energy-intensive.

Conversion efficiency dari cellulose ke glucose, kemudian ke ethanol, involves multiple stages dengan potential energy losses. Economic feasibility depends pada optimization entire process chain untuk achieve competitive production costs.

Investment requirements untuk enzymatic hydrolysis equipment dan specialized fermentation facilities substantially higher dibandingkan conventional sugar-based ethanol production facilities.

**Scientific Validation Requirements**

BRIN emphasizes pentingnya rigorous testing untuk validate performance claims yang dibuat Bobibos team. Standard testing protocols untuk biofuel quality assessment harus diikuti untuk ensure data reliability dan reproducibility.

Laboratory validation meliputi octane rating measurement using standardized test engines, emission characteristics analysis, engine performance evaluation, dan long-term durability assessment. Independent verification through certified testing facilities essential untuk scientific credibility.

Collaboration dengan institutions seperti Lemigas untuk third-party validation akan strengthen acceptance dari regulatory bodies dan industry stakeholders dalam biofuel sector.

**Potential Impact untuk Indonesia’s Energy Transition**

Success development Bobibos technology dapat catalyze utilization abundant rice straw resources yang currently underutilized. Indonesia produces substantial agricultural waste yang berpotensi untuk conversion menjadi high-value biofuels.

Technology transfer dan scaling up memerlukan supportive policy framework dan investment dalam processing infrastructure. BRIN ready untuk provide technical assistance dalam ensuring sustainable development biofuel technologies domestically.

Integration advanced bioethanol dalam national fuel mix requires coordination antara government agencies, research institutions, dan private sector untuk establish comprehensive value chain dari feedstock procurement hingga end-user distribution.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Shell Eco-Marathon Stories