CANBERRA – Australia akan menjadi negara pertama di dunia yang secara legal melarang remaja di bawah 16 tahun menggunakan platform media sosial pada akhir 2025. Ketentuan ini tercantum dalam Online Safety Amendment (Social Media Minimum Age) Bill 2024.
Pemerintah Australia mewajibkan platform seperti TikTok, Instagram, Facebook, X, dan Snapchat untuk memblokir anak di bawah 16 tahun membuat akun. Pelanggaran akan dikenai sanksi denda hingga AUD 49,5 juta.
**Latar Belakang Kebijakan Kontroversial**
Media sosial kini mendominasi kehidupan remaja di berbagai negara. Remaja menghabiskan jam-jam panjang setiap hari untuk menggulir timeline, membagikan konten, dan mencari validasi online. Namun berbagai riset mengungkap potensi bahaya seperti kecanduan, gangguan kecemasan, depresi, perundungan siber, dan eksposur konten berbahaya.
Amnesty International menyebutkan bahwa algoritma media sosial memiliki sifat adiktif dan dapat mengganggu kesehatan mental pengguna muda.
Alasan utama kebijakan ini adalah perlindungan kesejahteraan psikologis remaja. Perdana Menteri Australia menyatakannya sebagai “komitmen untuk mendukung orang tua dan melindungi generasi muda.” Pemerintah membebankan tanggung jawab regulasi kepada platform, bukan pada anak atau orang tua.
**Kritik dan Kekhawatiran Muncul**
Meski bertujuan mulia melindungi remaja dari risiko online, kebijakan larangan total menuai kritik serius. Human Rights Law Centre menentang kebijakan ini karena dinilai mengurangi kebebasan berekspresi dan hak akses informasi.
Organisasi tersebut berpendapat bahwa yang dibutuhkan adalah perubahan mendasar berupa kewajiban “duty of care” terhadap perusahaan teknologi, bukan sekadar larangan penggunaan.
Internet Industry Association juga mengingatkan bahwa legislasi ini dibuat terburu-buru dengan konsultasi publik yang minim. Sistem verifikasi usia dikhawatirkan rentan disalahgunakan dan menimbulkan risiko privasi.
Para kritikus menilai larangan usia sebagai “instrumen yang terlalu kasar” untuk menghadapi ancaman digital. Google menyebut kebijakan ini “sangat sulit” diterapkan karena verifikasi usia menggunakan AI dan data perilaku belum tentu akurat.
**Tantangan Implementasi di Indonesia**
Menerapkan kebijakan serupa di Indonesia akan menghadapi kompleksitas besar. Pertama, infrastruktur verifikasi usia digital Indonesia belum merata. Banyak remaja tidak memiliki identitas digital formal, sehingga implementasi pemeriksaan usia berpotensi sulit dan diskriminatif.
Kedua, muncul kekhawatiran hak asasi manusia. Jika akses media sosial dibatasi total, remaja mungkin kehilangan ruang berekspresi, bersosialisasi, dan memperoleh informasi.
Ketiga, regulasi tergesa-gesa tanpa dialog publik dan kajian teknis komprehensif bisa menimbulkan dampak tidak diinginkan.
**Alternatif Solusi untuk Indonesia**
Daripada larangan total, Indonesia dapat mempertimbangkan pendekatan alternatif:
**Kewajiban Hukum Platform**: Terapkan regulasi yang mewajibkan platform media sosial menjaga keamanan pengguna muda. Perusahaan harus merancang produk dengan perlindungan bawaan (safety by design) dan menghadapi sanksi jika gagal.
**Verifikasi Usia yang Etis**: Gunakan sistem verifikasi yang menghormati privasi melalui dokumen identitas elektronik yang aman tanpa menyimpan data biometrik remaja.
**Penguatan Literasi Digital**: Perkuat pendidikan literasi digital sejak dini di sekolah. Program pelatihan literasi media terbukti membantu remaja mendeteksi misinformasi dan membangun kebiasaan digital sehat.
**Peran Aktif Orang Tua**: Dorong orang tua untuk aktif mengontrol dan mendampingi anak saat online. Pemerintah dapat menyediakan panduan dan pelatihan untuk mengatur batas waktu, jenis konten, dan kontrol bersama.
**Proses Konsultasi Inklusif**: Libatkan akademisi, pakar anak, organisasi hak asasi, dan masyarakat dalam proses konsultasi kebijakan. Hindari legislasi terburu-buru tanpa dialog publik.
**Badan Pengawas Independen**: Bentuk lembaga pengawas independen seperti “eSafety Commissioner” di Indonesia untuk memantau praktik perusahaan teknologi, menegakkan standar, dan menanggapi keluhan secara transparan.
**Pendekatan Seimbang yang Dibutuhkan**
Dengan solusi tersebut, Indonesia dapat melindungi remaja tanpa mengorbankan hak digital mereka. Kewajiban duty of care membuat platform lebih bertanggung jawab. Pendidikan literasi media memperkuat kapasitas remaja agar cerdas digital.
Pendampingan orang tua dan pengawasan independen menjamin keseimbangan antara kebebasan dan perlindungan. Regulasi yang etis dan partisipatif juga memperkuat legitimasi kebijakan publik.
Regulasi media sosial Australia menawarkan pendekatan radikal untuk melindungi remaja. Namun meniru secara total mungkin tidak sesuai untuk Indonesia karena tantangan teknis, sosial, dan hak asasi manusia.
Sebaliknya, solusi inovatif seperti menerapkan duty of care, literasi digital, dan verifikasi usia yang etis bisa lebih realistis dan adil. Dengan cara itu, Indonesia dapat menciptakan ekosistem digital yang aman sekaligus menghargai kebebasan berekspresi remaja di era digital.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: