JAKARTA – Penumpang MRT Jakarta yang berpindah di Stasiun Dukuh Atas BNI kerap merasakan terpaan angin keras, khususnya ketika beranjak dari peron bawah tanah menuju permukaan. Fenomena ini ternyata memiliki penjelasan ilmiah yang menarik.
**Simpul Transportasi Tersibuk**
Stasiun Dukuh Atas BNI MRT Jakarta telah berkembang menjadi salah satu node transportasi paling ramai dan padat di ibu kota. Dengan kapasitas harian rata-rata 75.000 hingga 80.000 penumpang, stasiun ini mencatat rekor sebagai stasiun dengan tingkat okupansi tertinggi di koridor MRT Jakarta Fase 1A.
Intensitas kepadatan ini semakin menguat karena posisinya sebagai kawasan transit oriented development (TOD). Namun, di tengah kesibukan tersebut, Stasiun Dukuh Atas BNI menyimpan karakteristik struktural yang unik.
Stasiun MRT Dukuh Atas BNI menyandang gelar stasiun kereta bawah tanah paling dalam di Indonesia, dengan lokasi peron yang terbenam hingga 24 meter di bawah permukaan tanah.
**Aliran Fluida: Dalang di Balik Fenomena Angin**
Mantan Ketua Umum Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI), Davy Sukamta, mengonfirmasi bahwa terpaan angin tersebut bersumber dari aliran fluida.
Menurut definisi dari Pendidikan Fisika Universitas Negeri Surabaya (Unesa), aliran fluida merupakan pergerakan zat cair atau gas yang berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Dalam ilmu fisika, terutama mekanika fluida, aliran ini dikaji berdasarkan kecepatan, tekanan, viskositas, dan kerapatan fluida.
“Karena terowongan mengalirkan udara, saat ada bukaan ke permukaan di mana di permukaan ada aliran udara maka udara dalam terowongan akan tersedot,” kata Davy kepada Kompas.com.
Dengan demikian, terpaan angin kencang yang dirasakan saat berada di eskalator atau tangga naik merupakan wujud udara yang mengalami penyedotan.
**Dua Efek Fisika Utama**
Fenomena ini terjadi karena adanya dua efek fisika primer yang diperkuat oleh kedalaman stasiun.
Pertama, terowongan MRT Jakarta dilengkapi sistem ventilasi. Pergerakan kereta menciptakan piston effect, yang mendorong udara keluar stasiun sekaligus menyedot udara luar masuk ke terowongan.
Kedua, disparitas tekanan yang muncul akibat perbedaan elevasi dan suhu antara stasiun bawah tanah dan permukaan menghasilkan stack effect.
“Perbedaan tekanan udara antara stasiun bawah tanah dan permukaan menyebabkan stack effect yang menarik udara keluar dari stasiun,” jelas Davy.
**Kedalaman Ekstrem Memperkuat Efek**
Stasiun Dukuh Atas BNI memegang rekor sebagai stasiun kereta bawah tanah terdalam di Indonesia. Data resmi MRT Jakarta menunjukkan, area komersial atau concourse stasiun ini mencapai kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah. Sementara area peron penumpang berada pada kedalaman ekstrem 24 meter di bawah permukaan.
Kedalaman ini secara langsung mengintensifkan kekuatan fenomena fisika yang terjadi. Davy Sukamta menekankan bahwa kedalaman stasiun menjadi faktor determinan utama.
“Stack effect-nya menjadi lebih besar. Pengaruh beda tinggi dan beda temperatur di dalam terowongan dan di muka tanah memang berpengaruh,” terangnya.
Akibatnya, hembusan angin yang dirasakan saat berada di eskalator atau tangga merupakan manifestasi udara yang tersedot dengan tekanan lebih kuat dibandingkan stasiun bawah tanah lainnya.
**Hub Strategis dengan Volume Masif**
Intensitas dorongan angin ini berinteraksi langsung dengan volume penumpang yang sangat besar. Stasiun Dukuh Atas BNI merupakan stasiun terpanjang dengan dimensi 200 meter panjang dan 20 meter lebar. Stasiun ini berfungsi sebagai titik interchange strategis bagi perjalanan komuter di ibu kota.
Kepadatan stasiun tidak semata-mata dipicu oleh lokasinya di pusat kota, melainkan juga oleh pengembangan kawasan terpadu atau transit oriented development (TOD). Integrasi ini menjadikan Dukuh Atas BNI sebagai hub sentral.
**Data Perbandingan Penumpang**
Sebagai perbandingan, rata-rata angkutan penumpang MRT Jakarta pada September 2024 mencapai 130.878 orang per hari. Detail menunjukkan tingginya mobilitas pada hari kerja dengan 149.459 penumpang, sedangkan hari libur mencapai 87.521 penumpang.
Dengan menampung hingga 80.000 penumpang harian—lebih dari separuh total rata-rata harian—fenomena stack effect dan piston effect di Stasiun Dukuh Atas BNI bukan hanya menjadi kajian fisika teoritis, tetapi juga realitas operasional yang dialami puluhan ribu komuter setiap hari.
**Implikasi Desain Infrastruktur**
Fenomena ini memberikan pembelajaran penting bagi pengembangan infrastruktur transportasi bawah tanah di masa depan. Kedalaman ekstrem yang diperlukan untuk menghindari konflik dengan utilitas perkotaan ternyata menciptakan dinamika fisika yang unik dan dapat memengaruhi kenyamanan penumpang.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: