MÜNCHEN – Selama hampir satu setengah abad, para zoolog yakin bahwa Bunglon Pinokio (Calumma gallus) dari Madagaskar merupakan spesies tunggal tanpa campuran jenis lain. Namun, riset terkini yang dipublikasikan dalam Salamandra, the German Journal of Herpetology, mengungkapkan bahwa reptil yang dikenal dengan moncongnya yang memanjang ini sebenarnya terdiri dari beberapa spesies berbeda.
Penelitian ini dilakukan oleh tim dari Bavarian State Collections of Natural Histories di Jerman.
**Kekeliruan yang Berlangsung Puluhan Dekade**
Lebih dari 40 persen dari 236 spesies bunglon yang dikenal di seluruh dunia mendiami pulau Madagaskar, yang terletak di lepas pantai Afrika Timur. Bunglon Pinokio jantan secara khusus memiliki karakteristik mencolok berupa hidung yang menonjol dan sangat memanjang.
Pertama kali dideskripsikan pada 1877, bunglon ini awalnya diberi nama C. gallus (berasal dari istilah Latin untuk ayam jantan). Namun, seiring berjalannya waktu, ia lebih populer karena kemiripannya dengan boneka kayu Italia yang terkenal, Pinokio.
Selama puluhan tahun, para peneliti menyadari bahwa bentuk dan ukuran hidung bunglon ini berbeda-beda antarindividu, namun mereka meyakini hal tersebut hanya merupakan variasi fisik yang wajar.
**Teknik Museomics Bongkar Kesalahan Taksonomi**
Menggunakan teknik yang dikenal sebagai museomics, tim peneliti berhasil memperoleh dan mempelajari sekuens DNA dari spesimen museum lama, termasuk salah satu sampel berharga yang berasal dari 1836.
Setelah menganalisis DNA tersebut secara mendalam, mereka menyadari adanya kesalahan taksonomi yang telah berlangsung hampir satu setengah abad.
“Analisis genetiknya konklusif: bunglon hidung telah secara virtual menipu penelitian sebelumnya,” kata Frank Glaw, salah satu penulis studi tersebut.
**Evolusi Hidung Dipicu Seleksi Kawin**
Glaw menjelaskan bahwa studi timnya juga mengonfirmasi bahwa hidung setiap bunglon dapat berubah dengan cepat dalam hal warna, bentuk, dan panjang. Penelitian ini menduga evolusi hidung panjang yang ekstrem ini mungkin didorong oleh perilaku kawin dan seleksi pasangan.
“Evolusi mereka kemungkinan didorong oleh preferensi masing-masing betina dalam memilih pasangan,” tambah Glaw.
**Reklasifikasi dan Penemuan Spesies Baru**
Saat ini, beberapa kadal yang sebelumnya dianggap sebagai C. gallus diklasifikasikan ulang menjadi Calumma pinocchio. Selain itu, spesies baru kedua yang disebut Calumma hofreiteri telah ditetapkan terpisah dari bunglon lain, Calumma nasutum.
Miguel Vences, rekan penulis studi dan ahli zoologi di Technical University of Braunschweig, menyoroti potensi teknik baru ini.
“Studi ini menunjukkan potensi besar dari metode museomics baru untuk secara benar mengidentifikasi spesimen yang dikumpulkan secara historis terutama dalam kompleks spesies,” ujar Miguel Vences.
**Status Konservasi Tetap Mengkhawatirkan**
Meskipun jumlah total bunglon yang dikenal di Madagaskar kini mencapai tepat 100 spesies, populasi sebagian besar spesies terus mengalami penurunan.
Terlepas dari perubahan klasifikasi taksonominya, IUCN menyatakan Bunglon Pinokio masih berstatus terancam punah.
**Implikasi Ilmiah**
Penemuan ini menunjukkan bahwa teknologi DNA modern dapat mengungkap kesalahan klasifikasi yang telah bertahan selama berabad-abad. Teknik museomics memungkinkan para ilmuwan untuk menganalisis materi genetik dari spesimen museum yang sangat tua, membuka wawasan baru tentang keanekaragaman hayati yang sebelumnya tidak diketahui.
Studi ini juga menegaskan pentingnya koleksi museum sebagai sumber data ilmiah yang berharga. Spesimen berusia hampir dua abad masih dapat memberikan informasi genetik yang crucial untuk pemahaman modern tentang evolusi dan taksonomi.
Bagi upaya konservasi, identifikasi spesies yang akurat sangat penting untuk menyusun strategi perlindungan yang tepat sasaran, mengingat setiap spesies mungkin memiliki kebutuhan ekologi dan ancaman yang berbeda.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: