Ada Kail di Perutnya, Seekor Albatros Dioperasi dan Terbang Bebas Lagi

ANCONCITO, Ekuador – Juan Alberto Infante, seorang nelayan di pelabuhan kecil Anconcito, menemukan seekor burung laut berukuran besar yang menunjukkan gejala tidak normal. Albatros Salvin muda tersebut tidak dapat terbang selama beberapa hari dan tampak melemah.

Pemeriksaan radiologi mengungkap penyebab kondisi burung tersebut: gumpalan tali pancing beserta empat mata kail besar tertanam di dalam lambungnya, dengan salah satu kail melukai area esofagus.

Setelah menjalani prosedur bedah dan periode rehabilitasi, albatros kini telah kembali terbang di langit Samudra Pasifik, sebagaimana dikonfirmasi American Bird Conservancy dan Departemen Konservasi Selandia Baru.

**Fenomena Bycatch sebagai Ancaman Utama**

Kasus penyelamatan ini menggambarkan risiko serius yang dihadapi burung laut akibat bycatch—penangkapan hewan laut secara tidak disengaja dalam kegiatan penangkapan ikan komersial. Fenomena ini menjadi ancaman primer bagi populasi burung laut global.

Setelah menerima laporan Infante, otoritas setempat mengangkut albatros tersebut ke Puerto López, berjarak sekitar 110 kilometer dari lokasi penemuan. Dr. Ruben Aleman dari Fundación Juvimar melakukan operasi untuk mengekstrak tali pancing dan mata kail dari tubuh burung.

“Burung ini sangat beruntung. Banyak burung lain yang tidak selamat dari cedera serupa,” ungkap Aleman. Albatros dipulihkan dan dilepaskan kembali ke habitat alami pada akhir Oktober di pantai Puerto López.

**Industri Perikanan Artisanal Ekuador**

Para ahli menduga mata kail yang ditemukan berasal dari perikanan artisanal mahi-mahi, jenis penangkapan ikan skala kecil yang lazim di pesisir Ekuador. Negara ini merupakan salah satu pusat perikanan paling produktif dunia.

Data UNDP menunjukkan armada penangkapan ikan skala kecil Ekuador terdiri lebih dari 15.000 kapal dengan sekitar 60.000 nelayan. Aktivitas ini menghadirkan tantangan signifikan bagi upaya konservasi.

“Mengurangi bycatch dalam jenis perikanan ini memang sulit, tetapi kami terus mendorong penerapan praktik terbaik dan teknologi ramah lingkungan untuk meminimalkan penangkapan burung laut secara tidak sengaja,” kata Giovanny Suárez Espín, koordinator bycatch burung laut di Ekuador untuk American Bird Conservancy.

**Karakteristik Biologis Albatros Salvin**

Thalassarche salvini menghabiskan mayoritas hidup di lautan lepas, hanya mendarat untuk reproduksi dan perawatan anak. Dengan sayap panjang dan kaku, mereka mampu melayang berhari-hari memanfaatkan dinamika angin dan arus termal.

Diet mereka terdiri dari ikan, cumi-cumi, krill, dan salp yang ditangkap dari permukaan menggunakan paruh berkait. Spesies ini memiliki umur panjang hingga lebih dari 30 tahun dengan perilaku monogami, selalu kembali ke pasangan dan lokasi reproduksi yang sama setiap musim.

Periode penetasan terjadi antara Februari hingga April setelah proses inkubasi bergantian oleh kedua induk. Populasi utama ditemukan di pulau-pulau terpencil selatan Selandia Baru seperti Bounty Islands dan Snares Islands, serta sebagian di Kepulauan Crozet, Samudra Hindia.

**Pola Migrasi dan Habitat Pencarian Makan**

Setelah musim kawin, albatros bermigrasi ke pantai barat Amerika Selatan untuk mencari makan di perairan subur yang dipengaruhi Arus Humboldt. Pola migrasi ini membuat mereka melintasi berbagai wilayah yurisdiksi negara.

Mobilitas lintas batas ini meningkatkan eksposur terhadap aktivitas perikanan di sepanjang rute migrasi, memperbesar risiko terjerat peralatan penangkapan ikan.

**Status Konservasi yang Mengkhawatirkan**

Estimasi ilmiah menunjukkan hanya sekitar 79.990 individu dewasa Albatros Salvin yang tersisa di alam. IUCN mengklasifikasikan spesies ini sebagai “rentan” (vulnerable), sementara pemerintah Selandia Baru menetapkan status “kritis secara nasional”—kategori untuk spesies berisiko tinggi kepunahan.

Ancaman terbesar yang mereka hadapi adalah terjerat tali pancing longline. Mengingat jangkauan geografis yang luas, perlindungan efektif memerlukan koordinasi internasional antara Ekuador, Peru, dan Selandia Baru.

“Setiap migrasi membawa risiko tersembunyi untuk tersangkut di tali pancing panjang. Perlindungan efektif harus melampaui batas negara,” ungkap Carlos Zavalaga, ahli ekologi burung laut dari Universitas Ilmiah Selatan, Lima, Peru.

**Inovasi Teknologi Penangkapan Berkelanjutan**

American Bird Conservancy berkolaborasi dengan lebih dari 2.000 nelayan longline artisanal di Ekuador mengembangkan teknologi penangkapan yang lebih aman bagi burung laut.

Salah satu inovasi yang dikembangkan adalah perangkat NISURI, yang mempercepat penenggelaman umpan hingga 90 persen lebih cepat dibanding metode konvensional. Teknologi ini mencegah umpan mengapung di permukaan—zona di mana burung laut sering mematuk dan tersangkut kail.

**Prospek Koeksistensi Perikanan dan Konservasi**

Inovasi teknologi memberikan harapan bahwa aktivitas perikanan dan konservasi burung laut dapat berjalan berdampingan tanpa saling merugikan. Setiap peningkatan keamanan peralatan penangkapan merupakan kemajuan menuju ekosistem laut yang lebih berkelanjutan.

Kisah penyelamatan albatros Salvin ini bukan semata cerita tentang penyelamatan seekor burung, tetapi refleksi tantangan kompleks dalam menjaga keseimbangan antara aktivitas perikanan dan upaya konservasi.

**Upaya Mitigasi Lintas Sektor**

Penanganan bycatch memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan nelayan, peneliti, organisasi konservasi, dan pemerintah. Edukasi kepada nelayan tentang dampak ekologis dan implementasi teknologi ramah lingkungan menjadi kunci keberhasilan program mitigasi.

Setiap kemajuan dalam teknologi penangkapan yang lebih aman dan setiap perangkat yang mempercepat penenggelaman umpan merupakan langkah konkret menuju laut yang lebih lestari—tempat di mana albatros dapat terus terbang bebas di cakrawala tanpa ancaman peralatan perikanan.

Keberhasilan kasus ini memberikan model yang dapat direplikasi di wilayah lain dengan tantangan serupa,


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Ensiklopedia Saintis Junior: Teknologi

Laut Bercerita

Seri Tempo: Kisah Berdesir dari Pesisir Laut