Perubahan kimiawi yang berlangsung secara senyap ketika karbon dioksida (CO2) dari atmosfer larut ke dalam air laut, kini menjadi ancaman mendesak bagi perairan Indonesia. Fenomena yang disebut pengasaman laut (ocean acidification) ini mengalami percepatan mengkhawatirkan di wilayah nusantara.
**Temuan Mengejutkan Peneliti BRIN**
Riset terbaru yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa laju penurunan pH di kawasan Paparan Sunda—meliputi Laut Natuna dan Laut Jawa—berlangsung dua kali lebih cepat dibandingkan rata-rata global.
**Angka yang Mengkhawatirkan**
Profesor Riset Biogeokimia Laut BRIN, A’an Johan Wahyudi, mengungkapkan bahwa tren penurunan pH di Paparan Sunda mencapai -0,043 unit per dekade. Angka ini jauh melampaui rata-rata global yang berada di -0,019 unit per dekade.
**Dampak Signifikan pada Organisme Laut**
A’an menjelaskan, penurunan pH sekecil 0,1-0,2 unit saja sudah sangat berdampak signifikan pada organisme laut berkalsium. “Penurunan pH laut sebesar 0,1–0,2 unit (misalnya dari 8,1 menjadi 7,9–7,8) dapat menurunkan ketersediaan ion karbonat secara signifikan dan berdampak pada organisme seperti karang dan kerang, yang artinya bisa sangat berdampak pada ekosistem laut,” terangnya dikutip dari laman BRIN.
**Proyeksi Penurunan dalam Dekade Mendatang**
A’an menekankan bahwa tren penurunan -0,04 unit per dekade di Paparan Sunda berarti pH laut yang saat ini berada di kisaran 8,0 akan turun menjadi sekitar 7,96 dalam 10 tahun mendatang.
**Ancaman bagi Terumbu Karang**
Meski secara kasat mata angka ini tampak kecil, bagi terumbu karang pergeseran tersebut sangat signifikan. “Jika kondisi menjadi lebih asam, kalsium karbonat akan terlarut. Artinya, karang dan organisme berkalsium tidak bisa tumbuh optimal,” kata A’an.
**Kondisi pH di Bawah Ambang Normal**
Penelitian BRIN bersama Nanyang Technological University (NTU) dan National University of Singapore (NUS) di Selat Singapura menunjukkan bahwa pH laut di wilayah Paparan Sunda sering berada di bawah angka 8.
**Parameter Pertumbuhan Karang Terganggu**
Selain itu, kejenuhan aragonit—parameter vital untuk pertumbuhan terumbu karang—sering jatuh di bawah 2,5, padahal karang membutuhkan nilai 2,5-4 untuk tumbuh optimal.
**Faktor Ganda Percepatan Pengasaman**
Laju pengasaman yang luar biasa cepat ini disebabkan oleh kombinasi dua faktor, bukan hanya penyerapan CO2 dari atmosfer. A’an menjelaskan adanya tekanan tambahan berupa aliran karbon organik dari lahan gambut Sumatera dan Kalimantan.
**Kontribusi Lahan Gambut**
“Di kawasan tropis seperti kita, proses biogeokimia lokal membuat pengasaman laut berlangsung lebih cepat,” tambah A’an.
**Proses Penguraian yang Mempercepat Pengasaman**
Bahan organik dari gambut terbawa ke laut melalui sungai, terurai, dan mempercepat penurunan pH. Kombinasi CO2 dari udara dan penguraian bahan organik inilah yang membuat kondisi di perairan Paparan Sunda berbeda dengan wilayah lain di dunia.
**Dampak Berantai pada Ekosistem**
Ketika terumbu karang sebagai fondasi ekosistem melemah, dampaknya akan berantai: keanekaragaman hayati menurun, produktivitas perikanan merosot, rantai makanan terganggu, dan pariwisata bahari terdampak.
**Ancaman bagi 60 Persen Penduduk Pesisir**
Masalah ini bukan isu lingkungan semata, mengingat sekitar 60 persen penduduk Indonesia bergantung pada sumber daya pesisir untuk pangan dan penghidupan.
**Urgensi Sistem Observasi Laut Nasional**
Oleh karena itu, A’an mendesak perlunya komitmen untuk membangun sistem observasi laut nasional yang memantau tidak hanya aspek fisik (gelombang dan arus), tetapi juga parameter kimia penting seperti pH, tekanan CO2, oksigen, dan nutrien.
**Pentingnya Data untuk Kebijakan**
“Pemantauan jangka panjang menjadi dasar mitigasi. Tanpa data yang lengkap dan konsisten, Indonesia tidak akan mengetahui kondisi laut secara akurat, sehingga kebijakan sulit disusun berdasarkan bukti,” tegas A’an.
**Karakteristik Unik Perairan Indonesia**
Penelitian ini mengungkap bahwa perairan Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dari laut-laut lain di dunia. Kombinasi iklim tropis, aliran sungai yang membawa bahan organik dari daratan, dan absorpsi CO2 atmosfer menciptakan kondisi pengasaman yang unik.
**Implikasi bagi Industri Perikanan**
Dampak pengasaman laut tidak hanya terbatas pada terumbu karang, tetapi juga mengancam berbagai spesies ikan dan organisme laut lainnya yang menjadi basis industri perikanan nasional.
**Tantangan Mitigasi Perubahan Iklim**
Temuan ini menambah kompleksitas tantangan mitigasi perubahan iklim di Indonesia, di mana upaya pengurangan emisi karbon harus disertai dengan pengelolaan ekosistem gambut yang lebih baik.
**Kebutuhan Kolaborasi Internasional**
Mengingat sifat lintas batas dari masalah pengasaman laut, diperlukan kolaborasi regional dan internasional untuk mengembangkan strategi mitigasi yang efektif.
**Urgensi Aksi Konservasi**
Kondisi ini menekankan pentingnya aksi konservasi segera untuk melindungi ekosistem laut Indonesia sebelum terjadi kerusakan yang tidak dapat dipulihkan.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: