JAKARTA – Komet misterius dari luar tata surya, 3I/ATLAS, mencapai perihelion atau titik terdekat dengan Matahari pada 29 Oktober 2025. Momen krusial ini menandai puncak aktivitas komet yang berasal dari sistem bintang lain tersebut.
**Tersembunyi di Balik Silau Matahari**
Fenomena ini tidak dapat diamati langsung dari Bumi karena komet berada dalam posisi konjungsi Matahari, terhalang oleh pancaran cahaya bintang pusat tata surya. Namun, berbagai wahana antariksa yang tersebar di seluruh sistem tata surya telah mengambil posisi strategis untuk memantau “pengunjung antarbintang” ini dari perspektif yang lebih menguntungkan.
**Jarak dan Aktivitas Perihelion**
Perihelion 3I/ATLAS terjadi pada jarak 1,35 Unit Astronomi atau sekitar 202 juta kilometer dari Matahari. Meskipun objek ini hanya melintas sesekali, dampak mendekatnya ke Matahari sangat signifikan terhadap aktivitas fisiknya.
Panas Matahari yang meningkat menyebabkan es dan material beku di permukaan komet mengalami sublimasi dan melepaskan gas dalam proses yang disebut outgassing. Fenomena ini menciptakan atmosfer tipis di sekitar inti komet yang dikenal sebagai koma, serta biasanya menghasilkan dua jenis ekor: ekor debu dan ekor ion.
**Jaringan Pengamatan Antariksa**
Komet 3I/ATLAS telah menghilang dari penglihatan pengamat Bumi sejak akhir September dan diperkirakan baru muncul kembali pada akhir November atau awal Desember. Untuk mengisi kekosongan ini, beberapa misi antariksa berperan sebagai mata pengamat:
**Misi Mars**
Wahana antariksa yang beroperasi di sekitar Mars mendapat pandangan optimal, melihat langsung sisi Matahari yang dilewati komet. Posisi ini memberikan “kursi barisan depan” ketika komet mencapai jarak terdekat dengan Planet Merah pada 3 Oktober lalu.
**Misi Psyche dan Lucy**
Wahana NASA Psyche dan misi Lucy yang menuju asteroid Trojan Jupiter juga mampu mengamati 3I/ATLAS selama periode perihelion dari posisi unik masing-masing.
**JUICE Badan Antariksa Eropa**
Penjelajah Jupiter Icy moons Explorer (JUICE) milik ESA berada pada posisi terdekat dengan komet. Namun, wahana ini saat ini menggunakan antena utamanya sebagai pelindung dari radiasi Matahari, sehingga data pengamatannya baru dapat dikirim ke Bumi pada Februari mendatang.
**Mengungkap Sejarah Kimia Kuno**
Para peneliti sangat antusias mempelajari komposisi kimia komet saat perihelion. Gas dan debu yang dilepaskan pada momen ini berfungsi sebagai jendela untuk mengungkap materi pembentuk asli objek tersebut.
Analisis awal telah menunjukkan bahwa 3I/ATLAS memiliki karakteristik kimia yang berbeda dari komet-komet tata surya. Objek ini mengandung konsentrasi karbon dioksida yang lebih tinggi dan kelimpahan nikel yang tidak biasa dibandingkan komet lokal.
**Petunjuk Asal-usul Antarbintang**
Perbedaan komposisi ini memberikan wawasan tentang awan molekuler yang membentuk komet dan sistem bintang asalnya lebih dari tujuh miliar tahun yang lalu. Para ilmuwan berharap pengamatan saat perihelion dapat mengungkap molekul-molekul tambahan yang sebelumnya tidak terdeteksi.
“Sejauh ini ada kekurangan zat besi dalam spektrum komet, namun apakah emisi besi akan meningkat saat perihelion?” pertanyaan ini menjadi fokus peneliti yang ingin membandingkan kimia tata surya kita dengan sistem asal 3I/ATLAS.
**Persiapan Pengamatan Lanjutan**
Ketika 3I/ATLAS akhirnya muncul kembali dari balik Matahari, intensitas cahayanya diperkirakan akan cukup redup. Namun, teleskop canggih seperti Hubble dan James Webb telah disiapkan untuk menjadikannya target observasi prioritas.
**Signifikansi Ilmiah**
Studi terhadap komet antarbintang memberikan kesempatan langka untuk memahami proses pembentukan planet dan sistem bintang di galaksi kita. Setiap data yang dikumpulkan dari 3I/ATLAS dapat memberikan petunjuk tentang kondisi dan komposisi material di sistem bintang lain.
**Kolaborasi Internasional**
Upaya pemantauan ini melibatkan koordinasi berbagai badan antariksa dan misi internasional, menunjukkan pentingnya kerja sama global dalam eksplorasi ruang angkasa untuk memahami fenomena kosmik langka.
**Tantangan Teknis**
Pengamatan komet antarbintang menghadapi tantangan unik, termasuk jarak yang sangat jauh, periode visibilitas terbatas, dan perlunya koordinasi multiple wahana untuk mendapatkan data komprehensif.
**Implikasi Masa Depan**
Data yang dikumpulkan dari 3I/ATLAS akan menjadi referensi penting untuk identifikasi dan studi komet antarbintang berikutnya yang mungkin mengunjungi tata surya kita di masa mendatang.
Keberhasilan pemantauan komet ini mendemonstrasikan kemampuan teknologi antariksa modern untuk mengamati objek langka dari sistem bintang lain, membuka jendela baru dalam memahami evolusi galaksi dan pembentukan sistem planet.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: