Apakah Bekerja dari Rumah Baik untuk Kesehatan Mental?

Pekerjaan dari rumah telah menjadi bagian tetap dalam budaya kerja global, termasuk di Indonesia. Namun, pengaruhnya terhadap kesehatan mental masih menuai perdebatan. Apakah bekerja dari rumah benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan? Berapa hari yang ideal? Dan apakah manfaatnya berbeda antara pria dan wanita?

**Penelitian Komprehensif Selama Dua Dekade**

Sebuah riset terbaru dari para peneliti Melbourne Institute memberikan jawaban berdasarkan data jangka panjang. “Kami menganalisis lebih dari 16.000 pekerja Australia selama dua dekade,” kata Jan Kabatek dan Ferdi Botha dari University of Melbourne.

Hasilnya mengejutkan: kerja dari rumah memberikan dorongan signifikan bagi kesehatan mental perempuan, namun tidak bagi laki-laki.

**Metodologi Riset yang Ketat**

Para peneliti memanfaatkan data 20 tahun dari survei nasional Household, Income and Labour Dynamics in Australia (HILDA). Periode pandemi COVID-19 (2020-2021) sengaja dikeluarkan karena kondisi mental masyarakat pada masa itu dipengaruhi berbagai faktor lain di luar pengaturan kerja.

**Parameter yang Dianalisis**

Dengan data tersebut, mereka menelusuri perubahan pola kerja seseorang dari waktu ke waktu, durasi komuter dan frekuensi bekerja dari rumah, serta perubahan kondisi mental yang menyertai perubahan pola kerja.

**Kontrol Variabel Eksternal**

Model statistik yang digunakan juga menghilangkan pengaruh perubahan besar dalam hidup, seperti pergantian pekerjaan atau memiliki anak. Dua faktor utama yang dianalisis adalah durasi perjalanan (commuting) dan frekuensi bekerja dari rumah (WFH).

**Segmentasi Berdasarkan Kondisi Mental**

Penelitian ini juga unik karena memisahkan analisis berdasarkan tingkat kesehatan mental individu—baik yang berada dalam kondisi mental kuat maupun yang rentan.

**Perbedaan Gender dalam Dampak Komuter**

Salah satu temuan menarik adalah perbedaan pengaruh waktu perjalanan terhadap kesehatan mental. Pada perempuan tidak ditemukan efek signifikan antara lamanya perjalanan dan kesehatan mental.

**Dampak Negatif pada Laki-laki**

Sebaliknya bagi laki-laki, perjalanan lebih panjang berdampak buruk, terutama bagi mereka yang sudah memiliki kesehatan mental yang rentan. Peneliti menemukan bahwa menambah 30 menit perjalanan satu arah bagi laki-laki menurunkan skor kesehatan mental dengan dampak setara penurunan pendapatan rumah tangga sebesar 2%—meskipun efeknya dikategorikan “modest” atau tidak terlalu besar.

**Pola Hybrid Optimal untuk Perempuan**

Jika soal perjalanan memengaruhi laki-laki, efek kerja dari rumah ternyata jauh lebih terasa bagi perempuan. WFH dapat meningkatkan kesehatan mental perempuan, dengan keuntungan terbesar muncul ketika perempuan lebih banyak bekerja dari rumah, namun tetap datang ke kantor 1-2 hari dalam seminggu.

**Dampak Signifikan pada Perempuan Rentan**

Untuk perempuan dengan kesehatan mental yang lebih rentan, pola hybrid ini bahkan berdampak sangat kuat. Manfaatnya disebut setara dengan kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 15%.

**Bukan Sekadar Penghematan Komuter**

Peneliti menegaskan bahwa manfaat ini bukan hanya karena penghematan waktu komuter. “Analisis kami sudah memisahkan faktor komuter, sehingga manfaat WFH bagi perempuan mencerminkan aspek positif lain,” tulis mereka.

**Faktor-faktor Tambahan**

Aspek yang dimaksud termasuk stres kerja yang lebih rendah, serta kemampuan lebih baik menyeimbangkan tuntutan keluarga dan pekerjaan. Sementara itu, kerja dari rumah sesekali tidak menunjukkan efek signifikan, dan kerja 100% dari rumah datanya terlalu sedikit untuk memberi kesimpulan tegas.

**Tidak Ada Dampak Signifikan pada Laki-laki**

Penelitian ini menemukan tidak ada dampak positif maupun negatif yang signifikan bagi laki-laki, berapa pun jumlah hari mereka bekerja dari rumah.

**Penjelasan Faktor Sosial-Budaya**

Penjelasannya diperkirakan terkait beberapa faktor sosial-budaya: tugas domestik di banyak rumah tangga masih cenderung lebih banyak ditanggung perempuan, dan jaringan sosial serta pertemanan laki-laki lebih banyak terbentuk di lingkungan kerja, sehingga bekerja di kantor tetap menjadi sumber interaksi penting.

**Sensitivitas Kelompok Rentan**

Studi ini menekankan bahwa pekerja dengan kesehatan mental yang rentan adalah kelompok yang paling sensitif terhadap perjalanan panjang dan pola kerja hybrid atau WFH dalam porsi besar. Untuk kelompok ini, bekerja dari rumah dapat menjadi “pendukung” penting untuk menjaga kesejahteraan.

**Efek Minimal pada Pekerja dengan Mental Kuat**

Sebaliknya, bagi pekerja dengan kondisi mental yang relatif kuat, pengaruh pola kerja terhadap kesehatan mental tidak terlalu besar.

**Rekomendasi untuk Pekerja**

Para peneliti merekomendasikan agar pekerja memperhatikan bagaimana ritme WFH dan perjalanan memengaruhi kesehatan mental mereka. Jika kerap merasa tertekan, rencanakan tugas berat pada hari berada di lingkungan kerja yang paling nyaman—baik di rumah maupun di kantor.

**Saran untuk Perusahaan**

Untuk perusahaan, disarankan menyediakan fleksibilitas dalam pengaturan kerja, mempertimbangkan model hybrid terutama bagi karyawan yang memiliki masalah kesehatan mental, serta menghitung waktu komuter sebagai faktor produktivitas dan beban kerja.

**Implikasi Kebijakan Publik**

Untuk pembuat kebijakan dan pemerintah, direkomendasikan investasi pada infrastruktur transportasi publik dan pengurangan kemacetan, penguatan aturan yang mendukung fleksibilitas kerja, serta peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan mental.

**Elemen Penting Desain Kerja Masa Depan**

Studi ini menggarisbawahi bahwa bekerja dari rumah bukan sekadar tren pasca-pandemi, melainkan elemen penting dalam desain kerja masa depan. Manfaatnya nyata, terutama bagi perempuan dan pekerja dengan kesehatan mental yang rentan.

**Fleksibilitas sebagai Kunci**

Namun, tidak ada satu formula yang cocok untuk semua orang. Seperti disimpulkan para peneliti: “Pantau diri


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Nat Geo Buku Para Jagoan: Kumpulan Kisah Laki-laki Pemberani

Nuraga: Antologi Cerita Kesehatan Mental

The 'O' Project