Peringatan tentang modus penipuan baru menggunakan teknologi kloning suara berbasis kecerdasan buatan (AI) viral di media sosial. Ditressiber Polda Sulawesi Tengah melalui akun TikTok resminya pada Minggu (19/10/2025) memperingatkan bahwa pelaku dapat merekam suara korban hanya dari percakapan singkat di telepon.
Menurut unggahan tersebut, penipu memanfaatkan jawaban sederhana seperti “halo” atau “maaf, ini siapa?” untuk membuat tiruan suara menggunakan AI. Suara palsu ini kemudian digunakan untuk mengelabui kerabat korban dengan meminta transfer uang atas berbagai alasan.
**Teknologi AI dan Kemampuan Kloning Suara**
Praktisi keamanan digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, mengkonfirmasi bahwa teknologi AI memang mampu meniru suara seseorang dari sampel audio singkat. “AI hanya membutuhkan sampel beberapa detik untuk mengenali sidik suara seseorang dan menirunya,” jelasnya kepada Kompas.com pada Selasa (21/10/2025).
Namun, sumber rekaman suara tidak terbatas pada panggilan telepon. Data suara dapat diperoleh dari berbagai platform komunikasi digital, termasuk pesan suara WhatsApp, rekaman email, atau aplikasi komunikasi online lainnya.
Alfons menyarankan kehati-hatian dalam menerima panggilan, terutama dari nomor tidak dikenal. Namun, ia juga mengingatkan agar tidak berlebihan dalam bersikap waspada. “Tetaplah waspada terutama saat menerima panggilan dari nomor baru yang tidak dikenal,” katanya.
**Batasan Teknologi Kloning Suara**
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha, menjelaskan bahwa kloning suara secara teknis memungkinkan, terutama jika pelaku memperoleh sampel audio yang cukup panjang. Dengan data tersebut, penipu dapat membuat berbagai skenario seperti berpura-pura mengalami kecelakaan atau meminjam uang kepada rekan kerja.
Namun, untuk panggilan yang berlangsung singkat, data yang terekam belum memadai untuk menghasilkan kloning suara berkualitas. “Secara teknis, jika suara yang diperoleh hanya beberapa detik, data tersebut belum cukup untuk membentuk model suara yang akurat,” ujar Pratama pada Jumat.
Meskipun Microsoft pernah mengklaim sistem AI VALL-E mampu menciptakan narasi suara dari sampel tiga detik, teknologi ini masih memiliki keterbatasan signifikan. “Sistem itu masih jauh dari sempurna, terutama untuk bahasa dengan aksen khas. Suara yang dihasilkan sering terdengar patah-patah atau tidak natural,” tambah Pratama.
**Strategi Pencegahan dan Mitigasi**
Untuk menghindari kejahatan kloning suara, Pratama merekomendasikan beberapa langkah preventif. Pertama, hindari mengangkat telepon dari nomor tidak dikenal. Kedua, gunakan aplikasi pengenal identitas penelepon seperti Truecaller atau Getcontact.
Pengguna WhatsApp dapat mengaktifkan fitur “Bisukan Penelepon Tak Dikenal” melalui menu Pengaturan, Privasi, dan Panggilan. Jika terpaksa mengangkat panggilan asing, pertimbangkan menggunakan aplikasi pengubah suara untuk melindungi suara asli.
**Verifikasi dan Konfirmasi**
Ketika menerima panggilan dari kerabat menggunakan nomor berbeda yang meminta bantuan keuangan, lakukan verifikasi melalui saluran komunikasi lain. Hubungi langsung orang tersebut untuk memastikan keaslian permintaan.
Praktama menyarankan penetapan “kata aman” internal yang hanya diketahui keluarga sebagai metode verifikasi cepat dalam situasi darurat. Langkah ini dapat mencegah penipuan bahkan jika suara berhasil ditiru dengan sempurna.
**Langkah Pemulihan**
Bagi korban yang mencurigai suaranya telah direkam atau disalahgunakan, segera lakukan langkah mitigasi. Ganti kata sandi akun-akun penting dan aktifkan metode autentikasi yang tidak bergantung pada suara, seperti aplikasi autentikator atau token fisik.
Hubungi pihak bank atau layanan yang menggunakan verifikasi suara untuk memberikan peringatan tentang potensi penyalahgunaan. Informasikan kepada keluarga dan rekan kerja tentang kemungkinan suara palsu agar mereka lebih waspada terhadap permintaan mencurigakan.
**Dampak dan Antisipasi**
Perkembangan teknologi AI dalam kloning suara menuntut kewaspadaan lebih tinggi dari masyarakat. Meskipun teknologi saat ini belum sempurna, kemajuan yang pesat memungkinkan peningkatan kualitas hasil kloning di masa depan.
Edukasi publik tentang modus penipuan baru menjadi kunci pencegahan. Kesadaran akan potensi penyalahgunaan teknologi dapat membantu masyarakat mengambil langkah-langkah proteksi yang tepat.
Kasus ini menunjukkan pentingnya keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan keamanan digital. Kemudahan komunikasi tidak boleh mengurangi kewaspadaan terhadap potensi kejahatan siber yang semakin canggih.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: