Benarkah Pisang Matang dengan Kulit Berbintik Coklat Mengandung Senyawa Antikanker?

Media sosial dihebohkan dengan informasi mengenai pisang yang memiliki bintik-bintik coklat pada kulitnya yang diklaim mengandung senyawa antikanker. Unggahan viral tersebut menyebutkan bahwa pisang dengan kondisi kulitnya berbintik hitam atau coklat mengandung Tumor Necrosis Factor (TNF), substansi yang diklaim dapat membasmi sel kanker.

Narasi yang disebarkan menyatakan bahwa semakin banyak bintik gelap pada kulit pisang, semakin tinggi kadar TNF yang terkandung di dalamnya. Salah satu akun Instagram mengunggah informasi ini pada Minggu (19/10/2025) dengan caption: “Tahukah kamu bahwa pisang yang terlalu matang sebenarnya mengandung senyawa antikanker yang dapat membantu melawan pertumbuhan sel-sel ganas dalam tubuh.”

Unggahan tersebut memicu tanggapan beragam dari netizen, dengan sebagian mempertanyakan validitas klaim yang disampaikan.

**Klarifikasi Ilmiah dari Pakar BRIN**

Ketua Kelompok Riset Teknologi Pengolahan Produk Hewani di Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan BRIN, Andi Febrisiantosa, memberikan penjelasan komprehensif mengenai fenomena ini saat dihubungi pada Sabtu (25/10/2025).

Menurut Andi, pisang yang sudah sangat matang dengan bintik-bintik coklat pada kulitnya tetap aman untuk dikonsumsi. Munculnya bintik-bintik tersebut disebabkan oleh reaksi kimia alami antara enzim polifenol oksidase (PPO) dengan oksigen dan senyawa fenolik yang terdapat dalam kulit pisang.

“Ketika pisang mencapai kematangan penuh, enzim PPO bereaksi dengan oksigen dan senyawa fenolik di kulit, menghasilkan pigmen melanin yang terlihat sebagai bintik-bintik hitam atau coklat,” jelasnya.

**Peningkatan Nutrisi pada Pisang Matang**

Andi menambahkan bahwa pada tahap kematangan tersebut, kandungan dopamin dan vitamin C dalam pisang justru mengalami peningkatan. Vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan alami berperan dalam membantu mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas, termasuk dalam upaya pencegahan risiko kanker.

“Terbukti kadar dopamin dan vitamin C meningkat, di mana vitamin C merupakan zat antioksidan yang menjadi salah satu pencegah kanker, namun bukan sebagai pengobat,” terangnya.

Aspek penting yang perlu digarisbawahi adalah bintik-bintik coklat tersebut hanya muncul pada bagian kulit, tidak pada daging buah pisang. Dengan demikian, pisang tetap layak dan aman dikonsumsi selama tidak menunjukkan indikasi pembusukan atau aroma yang tidak normal.

**Penelitian tentang TNF dan Pisang**

Riset mengenai kaitan TNF dengan pisang pernah dilakukan oleh peneliti asal Jepang yang dimuat dalam jurnal Food Science and Technology Research pada 4 Februari 2009. Studi tersebut mengkaji dampak ekstrak cairan pisang terhadap respons imunitas, termasuk produksi TNF, melalui eksperimen pada tikus laboratorium.

Hasil penelitian yang telah melalui proses peer review menunjukkan bahwa salah satu varietas pisang memperlihatkan peningkatan respons imun seiring dengan level kematangannya. Namun, studi tersebut tidak menyatakan bahwa pisang mengandung TNF secara langsung, melainkan hanya meneliti pengaruhnya terhadap produksi TNF pada subjek uji.

**Fakta Ilmiah tentang TNF**

Yang perlu dipahami adalah TNF bukan substansi yang diproduksi oleh tumbuhan. TNF merupakan zat yang dihasilkan oleh sel-sel sistem imun manusia, khususnya makrofag, sejenis sel darah putih yang berperan dalam proses inflamasi.

Studi Jepang tersebut juga tidak memberikan rekomendasi untuk mengonsumsi pisang berbintik hitam atau yang terlalu matang sebagai cara mencegah penyakit seperti influenza atau kanker.

**Kesimpulan Ilmiah**

Berdasarkan analisis ilmiah, klaim bahwa bintik gelap pada kulit pisang mengandung TNF yang mampu melawan kanker tidak didukung oleh bukti empiris yang memadai. Meskipun pisang matang mengandung nutrisi bermanfaat seperti vitamin C yang bersifat antioksidan, hal ini tidak dapat disamakan dengan kemampuan mengobati atau melawan kanker secara langsung.

**Imlikasi untuk Konsumsi Pisang**

Pisang yang sudah matang dengan bintik coklat tetap aman dan bergizi untuk dikonsumsi. Kandungan vitamin C dan dopamin yang meningkat dapat memberikan manfaat kesehatan, namun perlu dipahami bahwa ini merupakan bagian dari pola makan sehat secara keseluruhan, bukan sebagai “obat” spesifik untuk kanker.

**Pentingnya Literasi Informasi Kesehatan**

Kasus viral ini mengingatkan pentingnya verifikasi informasi kesehatan sebelum disebarluaskan. Masyarakat perlu lebih kritis dalam menerima klaim kesehatan yang beredar di media sosial dan selalu merujuk pada sumber-sumber ilmiah yang kredibel.

Untuk masalah kesehatan yang serius seperti pencegahan kanker, konsultasi dengan tenaga medis profesional tetap menjadi langkah terbaik dibandingkan mengandalkan informasi yang belum terverifikasi secara ilmiah.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Kanker: Biografi Suatu Penyakit (The Emperor of All Maladies)