JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menetapkan tahun 2024 sebagai periode terpanas sepanjang sejarah pencatatan meteorologi di Indonesia. Direktur Layanan Iklim Terapan BMKG Marjuki menjelaskan bahwa penetapan ini berdasarkan data pengukuran suhu udara permukaan menggunakan instrumen meteorologi sejak era kolonial.
Pengukuran meteorologi resmi pertama kali dilakukan pada 1866 oleh Pemerintah Kolonial Belanda di Batavia dan berlanjut hingga kini. “Analisis data, baik sejak 1866 maupun pengukuran terkini oleh BMKG sejak 1981 hampir di seluruh wilayah Indonesia menunjukkan tren kenaikan suhu udara terus meningkat,” kata Marjuki kepada Kompas.com, Senin (27/10/2025).
Meskipun fluktuasi peningkatan bervariasi dari tahun ke tahun, data konsisten menempatkan 2024 sebagai tahun dengan suhu tertinggi.
**Dua Faktor Utama Penyebab**
Marjuki mengidentifikasi dua faktor utama yang mendorong peningkatan suhu udara hingga menjadikan 2024 sebagai tahun terpanas. Faktor pertama adalah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) secara berkelanjutan.
Data pengukuran GRK baik global maupun di Bukit Kototabang menunjukkan nilai konsentrasi yang terus naik dari tahun ke tahun. “Saat ini tingkat global untuk GRK CO2 berada pada level 422 ppm, sedangkan Indonesia mencapai 420 ppm,” jelasnya.
Faktor kedua adalah pengaruh anomali iklim, khususnya fenomena El Niño di Samudera Pasifik. Ketika El Niño terjadi, suhu udara global umumnya mengalami lonjakan akibat pemanasan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik.
**Melampaui Batas Kritis Perjanjian Paris**
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sebelumnya mengungkapkan bahwa suhu rata-rata tahun 2024 mencapai 1,55 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Angka ini melampaui batas ambang Perjanjian Paris yang telah disepakati secara global untuk mengantisipasi krisis iklim.
“Ini bukan hanya soal cuaca panas. Ini adalah tanda bahwa kita sedang bergerak menuju titik kritis yang bisa mengancam keberlangsungan hidup manusia,” kata Dwikorita seperti dikutip dari laman resmi BMKG, Selasa (6/5/2025).
Dwikorita menekankan bahwa perubahan suhu saat ini berlangsung jauh lebih cepat dibandingkan perubahan iklim yang pernah memicu kepunahan massal jutaan tahun lalu. “Jika punahnya dinosaurus dipicu oleh perubahan suhu yang berlangsung dalam jutaan tahun, kita sekarang mengalami lonjakan serupa hanya dalam 30 hingga 40 tahun,” jelasnya.
**Rekor Suhu Nasional 27,52 Derajat Celsius**
Berdasarkan data observasi BMKG, tren peningkatan suhu terus berlanjut sejak 1981. Tahun 2024 mencatat suhu rata-rata nasional tertinggi sebesar 27,52 derajat Celsius.
Dwikorita menegaskan bahwa kondisi ini bukan sekadar anomali, melainkan bukti konkret terjadinya krisis iklim yang akan menimbulkan dampak luas pada sektor vital dan kesehatan publik.
**Dampak Kesehatan dan Ekosistem**
Perubahan iklim tidak hanya memicu cuaca ekstrem, tetapi juga meningkatkan risiko berbagai penyakit menular, malnutrisi, gangguan mental, dan penurunan kualitas hidup masyarakat.
Perubahan pola curah hujan dan suhu turut memicu peningkatan kasus infeksi yang ditularkan melalui air dan makanan, seperti kolera dan salmonella. Selain itu, penyakit akibat gigitan serangga seperti demam berdarah dan penyakit Lyme juga mengalami peningkatan.
**Ancaman Stabilitas Ekosistem**
Tanpa mitigasi yang kuat dan kolaboratif, suhu ekstrem dapat mengancam stabilitas ekosistem, ketahanan pangan, dan keselamatan manusia di seluruh dunia. Percepatan perubahan iklim menjadi indikator serius atas krisis iklim yang tengah berlangsung.
Data BMKG menunjukkan bahwa Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Upaya mitigasi dan adaptasi menjadi krusial untuk mengurangi risiko dampak jangka panjang terhadap kehidupan manusia dan kelestarian lingkungan.
Penetapan 2024 sebagai tahun terpanas dalam sejarah pencatatan Indonesia menjadi peringatan keras tentang urgensi tindakan konkret dalam menghadapi krisis iklim global yang semakin nyata dampaknya.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: