BRIN: Manuskrip Merapi-Merbabu Simpan Ratusan Pengobatan Jawa Kuno

Lereng Gunung Merapi dan Merbabu tidak hanya menyimpan kekayaan alam, tetapi juga khazanah medis masa lalu yang sangat berharga. Hal ini terungkap dalam diskusi kelompok terpumpun bertema “Identifikasi Penyakit dan Penyembuhan dalam Manuskrip Merapi-Merbabu” yang digelar Pusat Riset Manuskrip Literatur dan Tradisi Lisan (MLTL) BRIN bersama Perpustakaan Nasional RI dan Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGM) di Jakarta, 18 November 2024.

Kawasan ini ternyata menyimpan warisan pengobatan yang sangat kaya. Para peneliti kini fokus mengkaji lebih dari 15 naskah kuno, dengan temuan utama berasal dari manuskrip Rimbun Padukunan atau Primbon Padukunan, yang dianggap sebagai “ensiklopedia kesehatan” masyarakat lereng gunung pada masa lalu.

**Ratusan Ramuan dan Jenis Tanaman Obat**

Penelitian awal terhadap manuskrip Primbon Padukunan (koleksi 14 L 592) mengungkap data mengejutkan: terdapat 140 jenis tanaman obat, 200 formula pengobatan, dan catatan mengenai 84 jenis penyakit. Temuan ini membuktikan bahwa nenek moyang di kawasan Merapi-Merbabu memiliki sistem medis yang sangat terorganisir.

Suyami, peneliti Pusat Riset MLTL BRIN, menekankan bahwa pengetahuan ini mencakup metode penyembuhan yang bahkan sudah sangat langka di era modern.

“Di dalam manuskrip ini terdapat berbagai cara penanganan penyakit, termasuk yang jarang ditemukan saat ini. Pengetahuan tersebut merupakan warisan berharga yang perlu dimanfaatkan kembali,” ujar Suyami.

**Verifikasi Lapangan dan Pelestarian Flora**

Langkah penting dalam penelitian ini adalah mencocokkan teks kuno dengan kondisi alam masa kini. BRIN dan Balai TNGM telah melakukan survei etnobotani untuk melacak keberadaan tanaman-tanaman yang tercantum dalam naskah.

Hasilnya, ditemukan 11 jenis tanaman yang identifikasinya sangat cocok antara naskah dan temuan di lapangan. Selain itu, terdapat 21 jenis tanaman lain yang berpotensi kuat tumbuh di lereng Merbabu, meski sebagian berada di luar kawasan inti taman nasional.

**Tren Penggunaan yang Menurun**

Ekowati dari TNGM mencatat bahwa meskipun masyarakat lokal masih menggunakan sekitar 203 jenis tanaman obat, kecenderungan penggunaan herbal mulai berkurang karena dianggap prosesnya rumit.

“Hasil survei menunjukkan pola penggunaan tanaman obat mulai menurun karena dianggap rumit, tetapi sebagian pengetahuan tradisional masih bertahan,” kata Ekowati.

**Jejak Peradaban Pasca-Majapahit**

Naskah Merapi-Merbabu bukan sekadar kumpulan resep, melainkan mata rantai penting dalam sejarah pengetahuan Jawa setelah runtuhnya Majapahit. Pengetahuan ini dahulu dijaga ketat oleh para pendeta atau resi yang tinggal di pegunungan sebagai pusat intelektual dan spiritual.

Adi Wisnu Nurutomo dari Perpustakaan Nasional RI menegaskan pentingnya mengembalikan ilmu ini kepada masyarakat.

“Pengetahuan yang disimpan para pendeta di pegunungan ini penting dikembalikan kepada masyarakat pewarisnya,” tegas Adi Wisnu.

**Digitalisasi dan Preservasi Naskah**

Proses digitalisasi naskah-naskah kuno ini menjadi langkah strategis untuk mencegah kerusakan akibat usia dan faktor lingkungan. Tim peneliti menggunakan teknologi canggih untuk memindai setiap halaman dengan resolusi tinggi.

**Kolaborasi Lintas Institusi**

Penelitian ini melibatkan berbagai lembaga, termasuk ahli botani, sejarawan, dan praktisi pengobatan tradisional. Pendekatan multidisipliner ini memastikan akurasi dalam menginterpretasikan isi naskah.

**Potensi Pengembangan Farmasi Modern**

Temuan ini berpotensi dikembangkan menjadi produk farmasi modern setelah melalui uji klinis yang ketat. Beberapa tanaman yang tercantum dalam manuskrip menunjukkan aktivitas bioaktif yang menjanjikan.

**Revitalisasi Pengetahuan Tradisional**

Upaya kolaboratif ini diharapkan tidak hanya menghasilkan publikasi ilmiah, tetapi juga berlanjut ke uji klinis hingga pembuatan ensiklopedia tanaman obat. Dengan demikian, rahasia pengobatan dari masa lampau dapat menjadi solusi kesehatan yang aman dan bermanfaat bagi masyarakat modern.

**Warisan Budaya yang Terancam**

Penelitian ini juga menggarisbawahi urgensi pelestarian warisan budaya tak benda Indonesia. Banyak pengetahuan tradisional yang terancam punah seiring modernisasi dan urbanisasi.

**Implementasi dalam Sistem Kesehatan**

Ke depan, hasil penelitian ini diharapkan dapat diintegrasikan dalam sistem kesehatan nasional sebagai alternatif pengobatan yang terjangkau dan berkelanjutan, terutama untuk masyarakat di daerah terpencil.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Si Pamutung: Sebuah Pemukiman Kuno di Pedalaman Sumatera Utara

Naskah-Naskah Skriptorium Pakualaman