Bukan Cuma Manusia, Hewan Juga Bisa Tertipu Ilusi Optik Demi Bertahan Hidup

PERTH – Penelitian mutakhir mengungkap bahwa ilusi optik bukan hanya fenomena unik pada persepsi manusia. Berbagai spesies hewan ternyata mengalami penyimpangan visual serupa, bahkan memanfaatkannya sebagai strategi utama dalam bertahan hidup dan reproduksi.

Temuan ini mematahkan anggapan selama ini bahwa gangguan persepsi visual hanya dialami manusia. Para ilmuwan menemukan bahwa banyak hewan tidak hanya menjadi korban ilusi, tetapi juga aktif menciptakannya untuk keuntungan evolusioner.

**Strategi Manipulasi Visual di Alam Liar**

Burung bowerbird membangun struktur panggung dengan tata letak khusus agar tampak berukuran lebih besar di hadapan pasangan potensial. Laba-laba merak jantan mengangkat kaki untuk menciptakan siluet yang lebih intimidatif saat ritual kawin. Sementara ikan dan kupu-kupu mengembangkan corak menyerupai mata raksasa untuk mengelabui predator.

Strategi-strategi ini menimbulkan pertanyaan fundamental: apakah hewan benar-benar mengalami distorsi persepsi seperti manusia?

**Mekanisme Otak dalam Mengolah Realitas**

Jennifer Kelley, ahli biologi evolusi dari University of Western Australia, menjelaskan bahwa ilusi optik menjadi jendela penting untuk memahami cara kerja otak dalam memproses informasi sensorik.

“Ilusi menunjukkan bahwa hewan, serta manusia, dapat salah menafsirkan informasi visual,” ungkap Kelley. “Pemrosesan informasi itu tidak instan. Karena ada batasan seberapa banyak informasi yang dapat diperoleh, otak mengambil jalan pintas.”

Maria Santacà, peneliti perilaku dan kognisi hewan di University of Vienna, menegaskan bahwa strategi visual tersebut memiliki nilai survival tinggi. Persepsi tidak bertujuan mereproduksi realitas secara sempurna, melainkan mengoptimalkan peluang bertahan hidup.

**Eksperimen Ilusi Ebbinghaus pada Hewan**

Ilusi Ebbinghaus menampilkan dua lingkaran identik yang terlihat berbeda ukuran karena dikelilingi objek dengan dimensi kontras. Lingkaran yang dikelilingi objek kecil tampak lebih besar, sebaliknya lingkaran yang dikelilingi objek besar terlihat mengecil.

Dalam studi 2025, Santacà membuktikan bahwa ikan guppy tertipu oleh ilusi ini. Ketika sekumpulan makanan dikelilingi cakram berukuran kecil, guppy lebih sering memilihnya seolah-olah porsi makanan lebih banyak.

**Perbedaan Respons Berdasarkan Habitat**

Kontras dengan guppy, merpati yang diujicobakan dengan arrangement serupa tidak konsisten tertipu. Santacà menjelaskan perbedaan ini berkaitan dengan adaptasi ekologis masing-masing spesies.

Guppy hidup di lingkungan bawah air yang dinamis, memerlukan sistem visual yang memproses gambaran global secara integratif. Sebaliknya, merpati yang mencari biji-bijian kecil di permukaan tanah membutuhkan kemampuan diskriminasi lokal yang presisi.

“Persepsi mereka karena itu dapat dioptimalkan untuk detail daripada konteks, membuat mereka kurang rentan terhadap ilusi khusus ini,” jelas Santacà.

**Manipulasi Konteks dalam Interaksi Sosial**

Lingkungan dapat memperkuat efek ilusi visual. Kepiting biola betina menunjukkan preferensi terhadap jantan dengan cakar besar, namun daya tarik ini bersifat relatif terhadap konteks sekitarnya.

Seekor kepiting jantan yang berada di antara dua pesaing bercakar lebih kecil akan tampak lebih menarik dibandingkan jantan identik yang dikelilingi pesaing bercakar lebih besar.

**Master Creator: Burung Great Bowerbird**

Beberapa spesies bahkan menjadi ahli dalam menciptakan ilusi optik. Burung great bowerbird jantan menyusun kerikil bergraduasi dari kecil ke besar di lantai sarang kawin, menciptakan ilusi perspektif paksa yang membuat sarang terlihat lebih kompak dan sang jantan tampak lebih besar dari sudut pandang betina.

“Strategi-strategi ini mengeksploitasi cara sistem visual menafsirkan konteks, membantu hewan terlihat lebih besar bagi pesaing, lebih kecil bagi predator,” kata Santacà.

**Ilusi Tubuh pada Spesies Non-mamalia**

Penelitian mengejutkan menunjukkan bahwa gurita dan tikus dapat tertipu oleh versi “rubber hand illusion”—trik yang selama ini dianggap eksklusif pada manusia. Fakta bahwa sistem saraf gurita berevolusi terpisah dari mamalia membuat temuan ini semakin mencengangkan.

**Kamuflase sebagai Ilusi Evolusioner**

Teknik kamuflase seperti disruptive coloration dan countershading merupakan manifestasi ilusi dalam evolusi. Countershading—gradasi warna dari gelap di bagian atas ke terang di bagian bawah tubuh—sangat umum karena efektivitasnya mengatasi masalah deteksi oleh predator.

“Countershading mungkin sangat meluas karena memecahkan masalah yang sangat mendasar—bagaimana menghindari dideteksi oleh predator ketika cahaya terarah menghasilkan wilayah terang/gelap di seluruh tubuh,” ujar Kelley.

**Implikasi Evolusioner dan Adaptasi**

Penelitian ini mengubah pemahaman tentang persepsi visual dalam konteks evolusioner. Ilusi optik bukan sekadar “kesalahan” sistem saraf, melainkan fitur adaptif yang memberikan keuntungan survival dalam lingkungan spesifik.

**Perspektif Baru tentang Kognisi Hewan**

Temuan bahwa berbagai spesies dengan jalur evolusi berbeda mengalami ilusi serupa mengindikasikan bahwa fenomena ini merupakan solusi universal terhadap tantangan pemrosesan informasi visual yang terbatas.

**Aplikasi dalam Penelitian Neurosains**

Studi ilusi optik pada hewan membuka peluang baru dalam memahami mekanisme dasar pemrosesan visual dan dapat memberikan insight berharga untuk penelitian neurosains komparatif.

Pada hakikatnya, temuan ini menegaskan bahwa persepsi tidak berkaitan dengan akurasi absolut, melainkan tentang efektivitas fungsional dalam lingkungan kehidupan yang spesifik.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Buku Teks tentang Penilaian Skala Besar Pencapaian Pendidikan

Jadi Dewasa Itu Cuma Mitos!

Aku Senang Ada: Manusia dan Hewan