JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan keberlanjutan proyek gas Dimethyl Ether (DME) sebagai substitusi Liquified Petroleum Gas (LPG) meskipun tanpa partisipasi investor asing.
Sebelumnya, proyek DME mengalami hambatan ketika investor utama Air Products & Chemical Inc. dari Amerika Serikat memutuskan untuk menarik diri dari kerjasama ini.
**Pembiayaan Mandiri dengan Sumber Daya Domestik**
Bahlil menyatakan bahwa pemerintah akan membiayai pengembangan gas DME menggunakan sumber daya dalam negeri, baik melalui alokasi anggaran negara maupun kemitraan dengan sektor swasta nasional. Target penyelesaian proyek ditetapkan pada tahun 2026.
**Definisi dan Karakteristik DME**
Berdasarkan informasi dari Kementerian ESDM, Dimethyl Ether atau DME merupakan senyawa organik berformula kimia CH₃OCH₃ yang dapat diproduksi melalui pengolahan gas bumi, produk olahan hidrokarbon, atau sumber energi lainnya. Saat ini, pemanfaatan DME telah diatur sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan energi domestik.
DME dapat digunakan dalam dua bentuk: pemanfaatan langsung dan campuran. Penggunaan langsung berarti DME murni 100 persen untuk keperluan industri, transportasi, dan rumah tangga. Sedangkan sebagai campuran, DME dicampur dengan LPG atau LGV dalam komposisi tertentu.
**Kemiripan dengan LPG**
LGV atau bahan bakar gas yang diformulasikan untuk kendaraan bermotor menggunakan spark ignition engine terdiri dari campuran propana (C3) dan butana (C4). Pada dasarnya, LGV merupakan LPG yang diperuntukkan untuk kendaraan.
Karakteristik DME memiliki kemiripan dengan LPG dari aspek kimia maupun fisika. Kesamaan ini memungkinkan DME memanfaatkan infrastruktur LPG yang telah ada, termasuk tabung, fasilitas penyimpanan, dan sistem penanganan.
**Keunggulan Produksi dari Berbagai Sumber**
DME memiliki fleksibilitas dalam hal bahan baku karena dapat diproduksi dari berbagai sumber energi, termasuk energi terbarukan seperti biomassa, limbah, dan gas metana batubara (CBM). Namun, batubara berkalor rendah dinilai sebagai opsi paling ideal untuk bahan baku utama pengembangan DME saat ini.
Meskipun industri DME belum berkembang pesat di Indonesia, Kementerian ESDM berkomitmen memperkuat dukungan teknis domestik, baik dari sisi produksi maupun pemanfaatan.
**Perbandingan Nilai Kalor dan Efisiensi**
Dari aspek energi, DME memiliki nilai kalor 7.749 Kcal/kg, sementara LPG mencapai 12.076 Kcal/kg. Meski nilai kalor DME lebih rendah, massa jenisnya lebih tinggi dibandingkan LPG. Rasio efisiensi panas antara DME dan LPG adalah 1 banding 1,6.
**Keramahan Lingkungan**
DME dinilai lebih environmentally friendly dibandingkan LPG. Senyawa ini mudah terdekomposisi di atmosfer, tidak merusak lapisan ozon, dan mampu mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 20 persen.
Karakteristik pembakaran DME menghasilkan nyala api yang lebih biru dan stabil, tidak menghasilkan partikulat atau nitrogen oksida (NOx), serta bebas kandungan sulfur.
Sebagai senyawa eter sederhana yang mengandung oksigen (CH₃OCH₃), DME berbentuk gas dengan proses pembakaran yang lebih cepat dibandingkan LPG.
**Hasil Uji Coba di Lapangan**
Balai Penelitian dan Pengembangan ESDM telah melakukan eksperimen penggunaan DME 100 persen di Palembang dan Muara Enim pada periode Desember 2019 hingga Januari 2020 dengan melibatkan 155 kepala keluarga. Hasil uji coba menunjukkan penerimaan positif dari masyarakat.
Sebelumnya, pada tahun 2017, telah dilakukan uji coba campuran DME dengan konsentrasi 20 persen, 50 persen, dan 100 persen di Kecamatan Marunda, Jakarta, melibatkan 100 kepala keluarga.
**Temuan Uji Coba**
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa DME mudah digunakan untuk menyalakan kompor dengan api yang stabil dan pengendalian nyala yang mudah. Namun, durasi memasak membutuhkan waktu 1,1 hingga 1,2 kali lebih lama dibandingkan menggunakan LPG.
**Strategi Implementasi Nasional**
Keputusan pemerintah untuk melanjutkan proyek DME secara mandiri menunjukkan komitmen terhadap kemandirian energi nasional. Dengan memanfaatkan sumber daya domestik, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor LPG sekaligus mengembangkan industri energi berkelanjutan.
**Tantangan dan Peluang**
Meski menghadapi tantangan berupa mundurnya investor asing, pemerintah optimis dapat menyelesaikan proyek ini dengan kekuatan sendiri. Dukungan teknologi domestik dan kemitraan dengan sektor swasta nasional diharapkan mampu mewujudkan target produksi DME pada 2026.
**Implikasi Ekonomi**
Pengembangan DME secara domestik diperkirakan akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional melalui penciptaan lapangan kerja di sektor energi dan pengurangan devisa untuk impor LPG. Selain itu, pemanfaatan batubara berkalor rendah sebagai bahan baku dapat mengoptimalkan sumber daya mineral dalam negeri.
Keberhasilan proyek DME akan menandai langkah penting Indonesia dalam transisi menuju energi yang lebih bersih dan mandiri, sambil tetap memenuhi kebutuhan energi masyarakat dengan harga yang terjangkau.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait:
Pergulatan Transisi Energi Berkeadilan: Satu Isu Beragam Dilema
Perencanaan Pembangunan, Keuangan, dan Transisi Energi Daerah