Dosen IPB Soroti Potensi dan Kendala Penggunaan Jerami Jadi BBM Alternatif

BOGOR – Pemanfaatan jerami sebagai bahan bakar nabati alternatif kini semakin berkembang seiring dengan kebutuhan energi berkelanjutan. Jerami, yang merupakan limbah biomassa lignoselulosa, menyimpan potensi besar sebagai sumber bahan bakar yang mendukung konsep biofuel generasi kedua.

Dr. Leopold Oscar Nelwan, Dosen Teknik Mesin dan Biosistem IPB University, menyoroti bahwa informasi terkait teknologi ini masih terbatas. Namun, ia menegaskan bahwa jika tujuan akhirnya adalah bahan bakar yang murni dan komersial untuk mesin, produk yang dihasilkan haruslah hidrokarbon.

**Hidrokarbon: Standar Bahan Bakar Komersial**

“Dalam konteks ini, penting untuk menegaskan bahwa yang dimaksud dengan bahan bakar adalah hidrokarbon, bukan etanol atau biodiesel, karena hanya hidrokarbon yang memenuhi standar komersial jika dipasarkan secara murni untuk engine,” ujar Dr. Leopold dikutip dari IPB University.

Hidrokarbon adalah senyawa dasar yang tersusun dari karbon (C) dan hidrogen (H), yang diklasifikasikan menjadi parafin, isoparafin, olefin, dan aromatik.

Dr. Leopold menjelaskan, jumlah atom karbon (C) ini menentukan sifat fisik dan penggunaannya; misalnya bensin berada pada rentang C5–C12 dan solar pada C12–C20.

**Berbagai Jalur Konversi Biomassa**

Biomassa lignoselulosa, termasuk bahan bakar dari jerami, dapat dikonversi menjadi hidrokarbon melalui berbagai jalur, meskipun sebagian besar masih dalam tahap penelitian.

Dr. Leopold menyebutkan beberapa jalur konversi populer:

**Proses Termokimia:** Seperti gasifikasi yang dilanjutkan dengan sintesis Fischer–Tropsch (FT), atau pirolisis cepat yang menghasilkan bio-oil yang kemudian melalui proses hydrotreating.

**Hidrolisis Monosakarida:** Seperti direct sugar to hydrocarbon conversion (DSHC) atau melalui etanol dengan mekanisme alcohol to hydrocarbon.

“Dari seluruh proses tersebut, yang paling mendekati tahap komersialisasi adalah gasifikasi dan FT, karena prinsipnya telah diterapkan pada konversi batu bara,” jelasnya.

**Kendala Utama: Biaya Tinggi dan Investasi Besar**

Meskipun konsep konversi limbah biomassa menjadi bahan bakar merupakan bagian dari biofuel generasi kedua yang mendukung keberlanjutan, teknologi ini belum diterapkan secara luas karena tantangan besar dalam investasi dan biaya proses yang tinggi.

Banyak tahapan konversi, baik termokimia maupun hidrolisis monosakarida, memerlukan katalis khusus serta kondisi operasi bersuhu dan bertekanan tinggi, yang pada akhirnya memicu biaya konversi energi yang besar.

**Perhitungan Biaya Produksi**

Dr. Leopold mengutip literatur mengenai tingginya biaya produksi. “Beberapa literatur menyebutkan bahwa biaya menghasilkan satu liter bahan bakar melalui proses FT dari batu bara mencapai 0,8–1,6 USD. Bahkan biaya prosesnya bisa lebih dari empat kali harga batu baranya,” tuturnya.

Oleh karena itu, ia menilai klaim biaya produksi rendah perlu dihitung ulang, termasuk memperhitungkan faktor energi dan investasi awal.

**Kelayakan Ekonomis Bergantung Harga Fosil**

Dr. Leopold menyimpulkan bahwa kelayakan teknologi bahan bakar dari jerami ini baru berpotensi meningkat atau bisa bersaing apabila harga bahan bakar fosil mengalami kenaikan signifikan atau dibatasi.

**Prospek Teknologi Biofuel Generasi Kedua**

Meski menghadapi tantangan ekonomi, pengembangan bahan bakar dari jerami tetap menjadi bagian penting dari strategi energi berkelanjutan. Teknologi ini dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil sekaligus memanfaatkan limbah pertanian.

**Pentingnya Dukungan Pemerintah**

Untuk mencapai tahap komersialisasi, teknologi konversi jerami menjadi bahan bakar memerlukan dukungan pemerintah dalam bentuk insentif, subsidi penelitian, dan kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan.

**Peluang Industri Hijau**

Pengembangan teknologi ini dapat membuka peluang industri hijau baru yang mengintegrasikan sektor pertanian dan energi. Hal ini berpotensi menciptakan nilai tambah bagi petani dan mengurangi masalah limbah pertanian.

**Tantangan Teknis**

Selain aspek ekonomi, masih terdapat tantangan teknis dalam mengoptimalkan efisiensi konversi dan kualitas produk akhir. Penelitian berkelanjutan diperlukan untuk mengatasi hambatan-hambatan ini.

**Dampak Lingkungan**

Pemanfaatan jerami sebagai bahan bakar dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan dengan mengurangi emisi karbon dan pemanfaatan limbah organik yang selama ini sering dibakar di lahan pertanian.

**Kebutuhan Ekosistem Inovasi**

Pengembangan teknologi bahan bakar dari jerami memerlukan ekosistem inovasi yang melibatkan perguruan tinggi, industri, dan pemerintah untuk mempercepat transfer teknologi dan komersialisasi.

**Visi Jangka Panjang**

Dalam jangka panjang, teknologi konversi jerami menjadi hidrokarbon diharapkan dapat menjadi salah satu pilar ketahanan energi nasional sekaligus mendukung program pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Pergulatan Transisi Energi Berkeadilan: Satu Isu Beragam Dilema

Perencanaan Pembangunan, Keuangan, dan Transisi Energi Daerah