JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menerbitkan peringatan dini terkait potensi gelombang tinggi hingga sangat tinggi di sejumlah perairan Indonesia. Kondisi cuaca ekstrem ini diproyeksikan berlangsung selama empat hari berturut-turut mulai 3-6 November 2025.
BMKG mendesak masyarakat pesisir dan pelaku aktivitas maritim untuk meningkatkan kewaspadaan guna menjaga keselamatan pelayaran dan aktivitas di laut.
**Dinamika Angin Penyebab Gelombang Tinggi**
Peningkatan ketinggian gelombang dipicu oleh intensifikasi pola dan kecepatan angin di berbagai zona perairan nusantara. Kondisi meteorologis menunjukkan karakteristik angin yang berbeda di setiap wilayah Indonesia.
Wilayah Indonesia bagian utara mengalami pergerakan angin dari arah barat laut hingga barat daya dengan kecepatan berkisar 4-30 knot. Sementara Indonesia bagian selatan dicirikan angin bergerak dari timur hingga selatan dengan kecepatan 4-25 knot.
BMKG mencatat dalam rilis resminya pada Senin, 4 November 2025, bahwa “Kecepatan angin tertinggi terpantau di Selat Makassar.”
**Kategorisasi Tingkat Bahaya Gelombang**
Peringatan dini terbagi dalam dua kategori berdasarkan ketinggian gelombang yang berpotensi membahayakan keselamatan pelayaran.
**Kategori Gelombang Tinggi (1,25-2,5 meter)**
Perairan yang berpeluang mengalami gelombang dalam kategori ini meliputi:
– Selat Malaka bagian utara dan tengah
– Laut Natuna Utara
– Laut Sulawesi bagian barat dan timur
– Selat Karimata bagian selatan
– Selat Makassar bagian tengah dan utara
– Laut Maluku dan Laut Sulawesi bagian timur
– Samudra Hindia barat Kepulauan Mentawai
– Samudra Hindia selatan NTT
– Samudra Pasifik utara Papua Barat dan Papua Barat Daya
**Kategori Gelombang Sangat Tinggi (2,5-4,0 meter)**
Ancaman tertinggi dengan gelombang sangat tinggi diperkirakan terjadi di:
– Seluruh perairan Samudra Hindia bagian selatan Pulau Jawa
– Samudra Hindia barat Aceh, barat Bengkulu, barat Kepulauan Nias
– Samudra Hindia barat Lampung hingga selatan Banten
– Perairan selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta
– Samudra Hindia selatan Jawa Timur, Bali, dan NTB
– Laut Sulawesi bagian tengah
– Samudra Pasifik utara Maluku
**Protokol Keselamatan Berdasarkan Jenis Kapal**
BMKG memberikan pedoman keselamatan pelayaran yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing transportasi laut:
Perahu nelayan dinyatakan tidak aman beroperasi saat kecepatan angin melebihi 15 knot dan ketinggian gelombang di atas 1,25 meter. Kapal tongkang memiliki batas toleransi kecepatan angin 16 knot dan gelombang 1,5 meter.
Kapal ferry dapat beroperasi hingga batas kecepatan angin 21 knot dan gelombang 2,5 meter. Sementara kapal berukuran besar seperti kargo atau pesiar memiliki batas tertinggi dengan kecepatan angin 27 knot dan gelombang 4,0 meter.
**Dampak Terhadap Aktivitas Ekonomi Maritim**
Kondisi cuaca ekstrem ini berpotensi mengganggu aktivitas ekonomi maritim, termasuk transportasi barang, aktivitas penangkapan ikan, dan pariwisata bahari. Pelaku usaha maritim perlu mengantisipasi kemungkinan penundaan atau pembatalan operasional.
**Sistem Pemantauan dan Peringatan Dini**
BMKG mengoperasikan sistem monitoring cuaca laut yang terintegrasi untuk memberikan informasi akurat kepada masyarakat. Data angin, gelombang, dan kondisi meteorologis dianalisis secara real-time untuk menghasilkan peringatan dini yang dapat diandalkan.
**Koordinasi dengan Instansi Terkait**
Peringatan dini ini juga melibatkan koordinasi dengan Syahbandar, TNI AL, Polair, dan instansi terkait lainnya untuk memastikan implementasi protokol keselamatan di seluruh wilayah perairan Indonesia.
**Antisipasi Masyarakat Pesisir**
BMKG menghimbau masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di area pesisir untuk tetap waspada terhadap kemungkinan dampak tidak langsung dari gelombang tinggi, seperti abrasi pantai atau genangan air laut.
**Prediksi Cuaca Jangka Pendek**
Monitoring kontinyu terhadap perkembangan kondisi meteorologis akan terus dilakukan untuk mengupdate informasi peringatan dini. Masyarakat disarankan mengikuti perkembangan informasi resmi dari BMKG melalui berbagai kanal komunikasi yang tersedia.
**Mitigasi Risiko Pelayaran**
Para nahkoda dan operator kapal diminta melakukan assessment kondisi cuaca sebelum berlayar. Perencanaan rute alternatif dan penundaan keberangkatan dapat menjadi langkah antisipasi untuk menghindari risiko kecelakaan maritim.
**Dampak Ekologis Gelombang Tinggi**
Gelombang ekstrem juga berpotensi mempengaruhi ekosistem laut, termasuk migrasi ikan dan kondisi terumbu karang. Nelayan perlu mempertimbangkan aspek ini dalam perencanaan aktivitas penangkapan ikan.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: