DUBAI – Philip Morris International (PMI) menegaskan visi masa depan bebas asap dapat terwujud melalui inovasi produk tembakau tanpa pembakaran. Perusahaan induk PT HM Sampoerna Tbk ini optimis jutaan orang akan beralih ke alternatif yang lebih baik dari rokok konvensional.
**Skeptisisme Jadi Penghambat Utama**
Tommaso Di Giovanni, Vice President Communications and Engagement PMI, mengakui perjalanan menuju masa depan bebas asap menghadapi tantangan besar. “Kita sudah berada di jalannya, tapi skeptisisme sering kali memperlambat langkah,” ungkapnya saat ditemui di Dubai.
Di Giovanni menyoroti ironi dalam upaya kesehatan publik: meskipun sains dan teknologi telah menghadirkan solusi lebih baik, banyak orang tetap merokok karena keraguan dan misinformasi.
**Misinformasi Tentang Nikotin**
Salah satu kesalahpahaman yang mengakar adalah persepsi keliru tentang nikotin. Survei PMI di Amerika Serikat menunjukkan hasil mengejutkan: 80 persen dokter masih percaya bahwa nikotin adalah penyebab utama penyakit akibat rokok.
“Kalau tenaga medis saja salah paham, bayangkan bagaimana masyarakat awam bisa mengambil keputusan yang benar,” kata Di Giovanni, Rabu (8/10/2025).
Ia menjelaskan bahwa nikotin memang bersifat adiktif, tetapi bukan penyebab utama penyakit dari merokok. Faktor utamanya justru berasal dari proses pembakaran tembakau yang menghasilkan ribuan zat kimia berbahaya.
**Celah Antara Sains dan Pemahaman Publik**
Di Giovanni menilai celah antara sains dan pemahaman publik menjadi hambatan terbesar menuju masa depan bebas asap. Banyak kebijakan dan regulasi dibuat dengan hanya mempertimbangkan rokok konvensional, tanpa memberi ruang komunikasi terhadap produk alternatif.
“Faktanya, sangat sulit bagi perokok untuk berhenti. Dan jika mereka tidak menerima informasi yang tepat tentang alternatif bebas asap, mereka tidak punya alasan untuk berubah,” tegasnya.
Masih banyak negara yang melarang produk alternatif, bahkan untuk sekadar menjelaskan risiko dan manfaat produk bebas asap kepada publik. Padahal tanpa informasi tersebut, konsumen sulit memahami alasan untuk beralih.
**Edukasi Berulang dan Konsisten**
“Untuk mengubah perilaku, tidak cukup dengan satu kali pesan. Diperlukan edukasi yang berulang, konsisten, dan datang dari sumber yang kredibel,” ujar Di Giovanni. “Media berperan penting dalam menjembatani sains dan persepsi publik.”
**Tantangan Perubahan Perilaku**
Bagi perokok, merokok adalah ritual sederhana dan mudah. Karena itu, beralih ke produk bebas asap seperti IQOS membutuhkan perubahan perilaku.
“Menggunakan produk bebas asap memang memerlukan usaha lebih. Ada perangkat, pengisian ulang, bahkan perubahan cita rasa,” kata Di Giovanni. “Karena itu, pemahaman konsumen adalah kunci. Kami harus meyakinkan bahwa usaha beralih itu sepadan.”
PMI berinvestasi besar untuk memastikan produk-produk tersebut semakin mudah digunakan, terjangkau, dan diterima secara sosial. Namun perubahan perilaku tetap membutuhkan waktu dan dukungan ekosistem yang kuat.
**Pembelajaran dari Negara Sukses**
Di Giovanni menyebut sejumlah negara yang berhasil mengatasi skeptisisme dan menurunkan angka perokok secara signifikan, seperti Swedia, Selandia Baru, Inggris, Jepang, dan Italia. Negara-negara ini memberi ruang bagi inovasi dan regulasi adaptif untuk produk bebas asap.
Sebaliknya, negara yang melarang inovasi, seperti Australia atau Turki, justru menunjukkan penurunan angka perokok yang lebih lambat bahkan stagnan.
**Pentingnya Kolaborasi Lintas Sektor**
Menurut Di Giovanni, informasi yang salah adalah hambatan terbesar dalam transisi menuju masyarakat bebas asap. Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor antara industri, pemerintah, tenaga kesehatan, dan media menjadi sangat penting.
“Vaksin ditemukan oleh perusahaan farmasi, mobil diciptakan oleh insinyur otomotif, telepon oleh Graham Bell—semua berasal dari inovasi sektor swasta,” katanya. “Namun agar inovasi berdampak, kita butuh kebijakan publik yang mendukung. Inovasi tanpa penerapan hanyalah eksperimen.”
**Program Selandia Baru Sebagai Model**
Ia menyebut program Smoke-Free New Zealand 2025 sebagai contoh kolaborasi sukses antara sains, kebijakan, dan masyarakat. “Mereka hampir mencapai target kurang dari 5 persen perokok—itu bukti bahwa perubahan bisa terjadi bila semua pihak sejalan.”
**Upaya Perbaikan Berkelanjutan**
Agar perokok dewasa dapat beralih ke alternatif yang lebih baik, PMI terus berupaya memperbaiki rasa, desain, dan pengalaman pengguna agar transisi makin mudah.
“Setiap inovasi baru, setiap kolaborasi, membawa kita selangkah lebih dekat pada dunia tanpa asap,” tegas Di Giovanni.
**Visi Jangka Panjang**
PMI meyakini bahwa dengan kombinasi inovasi teknologi, dukungan kebijakan yang tepat, dan edukasi publik yang berkelanjutan, masa depan bebas asap bukan sekadar angan-angan. Transformasi ini memerlukan komitmen bersama dari semua pihak untuk memberikan alternatif lebih baik bagi perokok dewasa.
Keberhasilan program-program di berbagai negara menunjukkan bahwa perubahan perilaku merokok dapat dicapai ketika tersedia produk alternatif yang didukung regulasi dan informasi yang akurat.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: