Jika Distribusi Bantuan Lambat, Ini Dampak Sosial Pasca-Banjir Sumatera

Tahap awal bencana umumnya ditandai dengan menguat nya rasa solidaritas dan gotong royong antarwarga, sebagai respons alami masyarakat desa ketika menghadapi krisis. Namun, seiring berjalannya waktu setelah bencana banjir Sumatera, kekuatan sosial tersebut memasuki masa ujian yang disebut para ahli sebagai kelelahan kolektif.

**Disrupsi Struktur Sosial Pascabencana**

Pakar Sosiologi Pedesaan IPB University, Dr. Ivanovich Agusta, memaparkan bahwa bencana membawa gangguan mendadak dalam struktur sosial, dan pemulihan jangka menengah menjadi penentu kohesi sosial.

“Gotong royong biasanya sangat kuat di fase awal bencana, ketika warga saling menyelamatkan dan membantu. Namun dalam jangka menengah, kelelahan kolektif dan ketidakpastian pemulihan dapat melemahkan solidaritas,” kata Dr. Ivanovich Agusta dikutip dari laman resmi IPB University.

**Kerusakan Sistem Sosial Desa**

Bencana seperti banjir Sumatera tidak hanya merusak fisik rumah, tetapi juga menghancurkan sistem sosial yang menjaga keeratan dan identitas desa. Pascabencana, masyarakat desa mengalami gangguan mendadak dalam struktur sosial dan hubungan antarwarga.

**Hilangnya Ruang Komunal**

Salah satu dampak nyata adalah dislokasi sosial, yakni hilangnya ruang-ruang komunal seperti balai desa, mushala, pasar, hingga jalan yang selama ini menjadi pusat interaksi masyarakat.

“Ketika ruang-ruang itu hilang, ritme kehidupan desa terputus. Interaksi melemah, komunikasi terganggu, dan solidaritas sosial ikut teruji,” jelasnya.

**Faktor Penentu Kepercayaan Masyarakat**

Selain dislokasi ruang-ruang komunal yang memutus ritme interaksi warga, dampak sosial yang paling krusial adalah tergerusnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga penyalur bantuan.

Ivanovich menjelaskan, kecepatan, ketepatan, dan transparansi respons bencana menjadi faktor utama yang menentukan tingkat kepercayaan.

**Risiko Frustrasi dan Apatisme**

“Jika bantuan cepat dan adil, kepercayaan menguat. Jika lambat dan tidak jelas, yang muncul justru frustrasi dan apatisme,” tambahnya.

Frustrasi dan apatisme ini sangat rentan memicu konflik sosial dan kecemburuan, yang dipicu oleh ketidakjelasan data korban, minimnya transparansi, serta bantuan yang tidak merata.

**Persepsi Negatif terhadap Pemimpin Lokal**

Keterlibatan pemimpin lokal juga dapat dipersepsikan negatif jika dianggap memprioritaskan kelompok tertentu.

**Pentingnya Pemulihan Holistik**

Dr. Ivanovich Agusta menekankan bahwa pemulihan masyarakat pascabencana banjir Sumatera harus dilakukan secara menyeluruh (holistik), bukan hanya fokus pada aspek fisik.

**Penguatan Psikososial dan Pranata Sosial**

Dampak sosial yang harus segera diatasi adalah penguatan pemulihan psikososial dan pengaktifan kembali pranata sosial. Pranata sosial seperti jadwal tanam petani, kegiatan kelompok tani, arisan, posyandu, hingga aktivitas keagamaan yang sempat terhenti akibat kerusakan wilayah, harus dihidupkan kembali.

**Kekuatan Sosial dalam Pranata Tradisional**

“Terhentinya pranata sosial ini sangat melemahkan integrasi masyarakat desa. Padahal di situlah kekuatan sosial warga selama ini berada,” ungkapnya.

**Perhatian Khusus untuk Kelompok Petani**

Selain itu, kelompok petani memerlukan perhatian khusus karena menanggung dampak terberat dalam jangka panjang, mulai dari lahan rusak, irigasi hancur, hingga berhentinya siklus produksi.

**Strategi Pemulihan Jangka Panjang**

Pemulihan, kata Ivanovich, membutuhkan pendataan yang transparan dan partisipatif, serta pemulihan mata pencaharian warga.

“Bencana bukan hanya soal hari ini, tetapi juga tentang bagaimana kita membangun kembali ketahanan sosial desa untuk masa depan,” pungkasnya.

**Tantangan Mempertahankan Kohesi Sosial**

Kondisi ini menggarisbawahi pentingnya pemahaman bahwa dampak bencana tidak hanya bersifat material, tetapi juga sosial dan psikologis yang memerlukan penanganan berbeda.

**Urgensi Pendekatan Partisipatif**

Pendekatan partisipatif dalam pemulihan menjadi kunci untuk memastikan bahwa proses rekonstruksi tidak hanya membangun kembali infrastruktur fisik, tetapi juga memperkuat jaringan sosial yang telah terganggu.

**Pembelajaran untuk Mitigasi Masa Depan**

Pengalaman ini juga memberikan pembelajaran penting tentang perlunya mempersiapkan strategi pemulihan sosial yang komprehensif sebagai bagian dari rencana mitigasi bencana di masa depan.

**Indikator Keberhasilan Pemulihan**

Keberhasilan pemulihan pascabencana tidak hanya dapat diukur dari infrastruktur yang terbangun kembali, tetapi juga dari pulihnya kepercayaan masyarakat dan aktifnya kembali kehidupan sosial komunitas.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Desa Butuh Lo, Sob!