Kenapa Bumi Makin Panas? Studi Baru Ungkap Albedo Global Anjlok, Ini Dampaknya

JAKARTA – Para ilmuwan mengidentifikasi tahun 2024 sebagai tahun terpanas dalam 125.000 tahun terakhir. Selain peningkatan gas rumah kaca dan fenomena El Niño, riset terbaru mengungkap faktor krusial lainnya: menurunnya kemampuan Bumi memantulkan sinar matahari ke luar angkasa.

**Konsep Anggaran Energi Planet**

Penelitian ini menggunakan pendekatan “anggaran energi” untuk memahami sistem iklim Bumi. Satu sisi terdapat radiasi matahari yang masuk, sementara sisi lain adalah panas yang keluar ke luar angkasa. Ketika kemampuan planet memantulkan cahaya (albedo) menurun, lebih banyak energi matahari tertahan dalam sistem, mendorong kenaikan suhu global.

**Metodologi Penelitian**

Tim peneliti membandingkan pengukuran sinar matahari yang dipantulkan dengan panas yang dipancarkan untuk memahami pergeseran keseimbangan energi pada 2023. Mereka menggunakan rekonstruksi atmosfer yang mengintegrasikan berbagai sumber data menjadi gambaran per jam tentang kondisi awan dan radiasi.

**Temuan Utama: Reflektivitas Menurun Tajam**

“Kedua pendekatan menunjukkan hasil identik: reflektivitas turun signifikan pada tahun 2023,” ungkap hasil studi. Permukaan cerah memantulkan lebih banyak radiasi, sedangkan permukaan gelap menyerap lebih banyak energi. Saat albedo global menurun, sistem menyerap energi matahari berlebih yang memicu pemanasan.

**Peran Krusial Awan Rendah**

Dalam konteks refleksi sinar matahari, awan rendah memainkan peran utama. Jenis awan ini cenderung memantulkan radiasi matahari kembali ke luar angkasa tanpa banyak menjebak panas. Hal ini berbeda dengan awan tinggi yang justru dapat memperlambat pelepasan panas ke ruang angkasa.

**Penurunan Tutupan Awan di Wilayah Strategis**

Studi menemukan pola albedo awan paling mencolok adalah berkurangnya tutupan awan rendah di wilayah kunci, khususnya lintang tengah utara dan zona tropis. Dengan sedikitnya awan rendah yang cerah, refleksi sinar matahari berkurang drastis, menyebabkan lebih banyak radiasi mencapai lautan dan daratan.

**Fokus pada Atlantik Utara**

Atlantik Utara menjadi perhatian khusus karena suhu permukaan laut yang sangat hangat bersamaan dengan menipisnya awan rendah. Air yang lebih hangat dapat mengurangi pembentukan awan rendah cerah. Berkurangnya awan cerah memungkinkan lebih banyak sinar matahari masuk, semakin memanaskan permukaan dalam siklus umpan balik yang memperkuat diri.

**Kuantifikasi Dampak Terhadap Suhu**

Menggunakan model “anggaran energi”, tim memperkirakan efek suhu dari penurunan albedo. Perhitungan menunjukkan bahwa tanpa penurunan albedo dari akhir 2020 hingga 2023, suhu global 2023 seharusnya lebih dingin beberapa sepersepuluh derajat Celsius.

**Tiga Faktor Penyebab Berkurangnya Awan Rendah**

Peneliti mengidentifikasi beberapa kemungkinan penyebab:

**Variabilitas Alami**
Perubahan iklim internal dapat menggeser pola angin, kelembapan, dan stabilitas atmosfer bawah, mengurangi pembentukan awan rendah di beberapa wilayah selama satu hingga dua tahun.

**Atmosfer yang Lebih Bersih**
Penurunan partikel aerosol dari pembakaran bahan bakar dan aktivitas pelayaran berperan signifikan. Aerosol membantu pembentukan tetesan awan dan memantulkan sinar matahari. Berkurangnya polusi sulfur di jalur pelayaran utama menyebabkan udara mengandung lebih sedikit partikel, yang dapat mengurangi atau melemahkan reflektivitas awan rendah di atas lautan.

**Umpan Balik Pemanasan**
Saat lautan dan udara menghangat, beberapa wilayah memicu pembentukan awan rendah yang lebih sedikit, menurunkan albedo dan mempercepat pemanasan dalam siklus yang saling memperkuat.

**Implikasi untuk Masa Depan**

Studi ini memiliki implikasi besar untuk beberapa tahun mendatang. Jika penurunan reflektivitas bersifat sementara, suhu mungkin akan kembali normal. Namun, jika atmosfer yang lebih bersih adalah penyebab utama, sebagian dari hilangnya albedo ini dapat bertahan dalam jangka panjang.

**Skenario Terburuk: Umpan Balik yang Menguat**

Kekhawatiran terbesar adalah jika umpan balik pemanasan-awan rendah semakin menguat. “Pemanasan dalam waktu dekat dapat berjalan lebih cepat dari prediksi banyak model,” peringatkan peneliti.

**Ancaman Terhadap Target Iklim Global**

Penurunan albedo yang bertahan lama akan mempercepat batas waktu untuk melewati ambang kritis 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri dan mengurangi anggaran karbon yang tersisa untuk mencegah pemanasan berbahaya.

**Rekomendasi Penelitian Lanjutan**

Studi menyerukan prioritas penelitian yang jelas: memantau karakteristik awan rendah dengan presisi tinggi, monitoring berkelanjutan aliran energi Bumi dari luar angkasa secara real-time, dan pengamatan dampak perubahan aerosol – terutama dari sektor pelayaran – terhadap awan dan reflektivitas di lautan.

**Urgensi Monitoring Sistem Iklim**

Temuan ini menggarisbawahi kompleksitas sistem iklim dan perlunya monitoring komprehensif terhadap berbagai komponen yang saling berinteraksi. Pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika awan-radiasi menjadi krusial untuk proyeksi iklim yang akurat.

**Implikasi Kebijakan Iklim**

Penelitian ini dapat mempengaruhi strategi mitigasi iklim global, khususnya dalam memahami trade-off antara upaya mengurangi polusi udara dan dampaknya terhadap reflektivitas atmosfer.

**Tantangan Prediksi Model Iklim**

Temuan mengindikasikan bahwa model iklim perlu mengintegrasikan dinamika awan-aerosol-radiasi dengan lebih akurat untuk menghasilkan proyeksi yang reliable tentang laju pemanasan global di masa depan.

Studi ini memperkuat pemahaman bahwa sistem iklim Bumi jauh lebih kompleks dan sensitif terhadap perubahan kecil dibandingkan yang dipahami sebelumnya, menuntut pendekatan holistik dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Pergulatan Transisi Energi Berkeadilan: Satu Isu Beragam Dilema

Perencanaan Pembangunan, Keuangan, dan Transisi Energi Daerah