Sebuah cerita inspiratif tentang dedikasi seorang pendidik viral di media sosial setelah pengguna Threads bernama @sayabangucok memperkenalkan sosok kakaknya, Rasita Siregar. Sebagai kepala TK Negeri Kadabu Rapat di Kepulauan Meranti, Riau, Rasita harus menempuh perjalanan menantang setiap hari untuk mencapai sekolahnya.
Pengalaman luar biasa yang dialami Rasita mencuri perhatian warganet. “Dari rumah ke sekolahan ya mesti nyeberang selat dulu, baru motoran lagi sekitar sejaman lewatin hutan bakau. Walau kadang ada aja yang ketemu, ya uler gede lah, buaya juga. Asal jangan buaya darat,” tulis akun @sayabangucok pada Rabu (22/10/2025).
Cerita sederhana ini mendapat sambutan luar biasa dari netizen yang memberikan apresiasi terhadap perjuangan nyata seorang pendidik di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.
**Transformasi Sekolah dari Keterbatasan hingga Nominasi Bergengsi**
Sejak bertugas di lokasi tersebut, Rasita berhasil mentransformasi sekolahnya dan memperjuangkan peningkatan kesejahteraan para guru. Kini, dedikasinya dalam mengajar di daerah terpencil membuatnya masuk dalam nominasi GTK Hebat 2025.
**Tantangan Perjalanan yang Tak Kenal Lelah**
Rutinitas harian Rasita dimulai dengan menyeberangi laut menuju lokasi sekolah di Kepulauan Meranti. Kondisi cuaca yang tidak menentu, air pasang, dan hujan deras menjadi tantangan rutin yang harus dihadapi.
“Kalau pas lagi musim hujan itu airnya bisa lebih tinggi lagi,” ungkap Rasita saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (23/10/2025).
Pertemuan dengan satwa liar seperti ular dan buaya menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan hariannya. “Kadang kita ketemu ular. Nah, kalau pas lagi musim air pasang, kalau tahun lalu air pasang besar, itu sempat ada buaya naik ke darat. Tapi saya enggak pernah ketemu,” ceritanya.
**Ancaman Buaya di Lingkungan Sekolah**
Keberadaan buaya bahkan pernah terekam di area sekolah dan hingga kini belum berhasil ditangkap. Pihak Babinkamtibmas telah memasang papan peringatan untuk mengantisipasi bahaya tersebut.
“Sekarang udah dikasih papan peringatan sama Babinkamtibmas di sana. Papan peringatan untuk berhati-hati untuk tidak bermain di tepi parit di depan,” jelasnya.
Rasita pun secara konsisten mengingatkan para siswanya agar bermain di area yang lebih aman. “Anak-anak diingatkan untuk tidak main sampai ke halaman depan. Biasanya anak-anak jangan main di sekitaran halaman di depan ruang kelas.”
**Memulai dari Kondisi Minim**
Rasita memulai tugasnya di sekolah tersebut pada 2022, bersamaan dengan perubahan status sekolah menjadi negeri. Kondisi yang ditemuinya saat pertama kali tiba sangat memprihatinkan.
“Kondisi sekolah waktu pertama kali saya di sana dalam keadaan atapnya bocor,” kenang Rasita. Akibat atap yang bocor, setiap kali hujan turun, ruang kelas mengalami genangan air.
Selain masalah infrastruktur, peralatan pembelajaran juga sangat terbatas dan metode pengajaran masih menerapkan sistem konvensional yang berpusat pada guru, bukan pada siswa.
“Di dalam kelas itu masih sangat minim. Proses pembelajaran pun masih berpusat pada guru, belum berpusat pada anak,” tuturnya.
**Upaya Sistematis Perbaikan Fasilitas**
Menghadapi kondisi tersebut, Rasita melakukan berbagai upaya perbaikan fasilitas secara bertahap. Ia berupaya memperbaiki sarana yang ada, mengajukan penambahan ruang kelas, dan menciptakan ruang baca sederhana.
“Sekarang sudah ada tiga ruangan. Dengan ruangan yang kecil itulah pertama kali saya di situ, anak-anak harus berdesakan,” cerita Rasita.
Melalui pengajuan kepada Dinas Pendidikan, ia berhasil mendapatkan penambahan ruang kelas. “Berjalannya waktu, saya ngajukan ke Dinas Pendidikan minta penambahan kelas.”
Kini sekolah tersebut telah memiliki ruang kelas yang memadai, perpustakaan mini, dan taman yang dimanfaatkan sebagai area bermain dan pembelajaran bagi para siswa.
**Kekuatan Gotong Royong Masyarakat**
Meski berlokasi di daerah terpencil, Rasita tidak pernah merasa berjuang sendirian. Dukungan kuat dari orang tua murid dan masyarakat setempat menjadi motor penggerak kemajuan sekolah.
“Saya sangat salut sama masyarakat di sana karena mereka gotong-royongnya masih sangat tinggi. Wali muridnya juga sangat mendukung pendidikan anak-anaknya,” ungkapnya dengan penuh apresiasi.
**Antusiasme Orang Tua dalam Kegiatan Sekolah**
Semangat kebersamaan tercermin dalam berbagai kegiatan sekolah yang selalu mendapat dukungan penuh dari paguyuban orang tua.
“Kita mau mengadakan kegiatan lomba untuk anak-anak. Untuk itu disediakan oleh paguyuban kelas,” kenang Rasita.
Antusiasme orang tua bahkan melebihi ekspektasi. “Orang tua malah lebih semangat, mereka beli beras, terus mereka juga yang bawa kue, bahkan mereka membawa nasi bungkus untuk makan bersama setelah selesai kegiatan.”
**Inspirasi bagi Pendidik Lain**
Dukungan luar biasa dari para orang tua membuat Rasita merasa bersyukur dan betah menjalankan tugasnya sebagai kepala sekolah di lokasi tersebut.
Kini, Rasita berharap perjuangan dan pengalamannya dapat menginspirasi para pendidik lain agar tidak ragu menerima penugasan di daerah-daerah terpencil.
**Makna Perjuangan Pendidikan di Daerah Terpencil**
Kisah Rasita menjadi cerminan nyata tentang tantangan dan perjuangan dunia pendidikan di wilayah-wilayah terpencil Indonesia. Dedikasinya menunjukkan bahwa kualitas pendidikan tidak terbatas pada ketersediaan fasilitas mewah, melainkan lebih kepada komitmen dan kreativitas para pendidik dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif.
**Dampak Positif Transformasi Sekolah**
Transformasi yang berhasil dilakukan Rasita tidak hanya
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait:
Buku Teks tentang Penilaian Skala Besar Pencapaian Pendidikan