DURANGO, Meksiko – Tim peneliti berhasil menganalisis feses manusia berusia 1.300 tahun dari Cave of the Dead Children di Meksiko, mengungkap tingginya angka infeksi saluran pencernaan pada masyarakat kuno.
Drew Capone, penulis utama studi sekaligus asisten profesor kesehatan lingkungan di Indiana University, menggambarkan penelitian sampel kuno sebagai “membuka kapsul waktu biologis yang mengungkap wawasan tentang kesehatan dan kehidupan sehari-hari manusia purba.”
**Metode Penelitian Molekuler**
Capone dan timnya menerapkan teknik analisis molekuler untuk mempelajari 10 sampel paleofeces (feses kuno yang telah mengering). Sampel tersebut berasal dari periode 725 hingga 920 Masehi yang ditemukan di gua Lembah Rio Zape, wilayah utara kota Durango, Meksiko barat laut.
Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal PLOS One pada Rabu (22/10/2025).
**Latar Belakang Penemuan**
Pada akhir dekade 1950-an, tim arkeolog melakukan penggalian di Cave of the Dead Children dan menemukan feses dari manusia serta hewan kuno. Selain itu, ditemukan pula sisa-sisa tanaman, tulang hewan, dan tulang manusia di area pembuangan sampah gua tersebut.
Gua ini pernah dihuni oleh masyarakat prasejarah Loma San Gabriel yang menjalankan pertanian skala kecil, memproduksi keramik khas, bermukim di desa-desa kecil, dan sesekali melakukan praktik pengorbanan anak. Nama gua tersebut berasal dari temuan kerangka anak-anak di lokasi tersebut.
**Temuan Parasit dan Patogen**
Penelitian sebelumnya terhadap paleofeces dari gua ini sudah mengidentifikasi adanya telur cacing tambang, cacing cambuk, dan cacing kremi, menunjukkan infeksi parasit yang meluas pada populasi tersebut.
Dalam studi terbaru, para ilmuwan mengambil 10 sampel feses dari 10 kejadian buang air besar yang berbeda. Mereka menggunakan teknik molekuler terdepan untuk mendeteksi mikroorganisme tambahan guna memahami beban penyakit yang dialami masyarakat Loma San Gabriel.
“Terdapat potensi besar dalam penerapan metode molekuler modern untuk mempelajari masa lampau,” ungkap Joe Brown, salah satu penulis penelitian dan profesor ilmu lingkungan di University of North Carolina di Chapel Hill.
**Ekstraksi DNA dan Identifikasi Patogen**
Tim peneliti mengekstrak DNA dari 10 sampel paleofeces, kemudian menggunakan polymerase chain reaction (PCR) untuk memperbanyak DNA mikroba dalam feses tersebut.
Setiap sampel mengandung minimal satu patogen atau mikroba usus. Dua mikroorganisme yang paling umum ditemukan adalah parasit usus Blastocystis yang dapat memicu gangguan pencernaan, serta berbagai strain bakteri E. coli yang terdeteksi pada 70 persen sampel.
Peneliti juga menemukan cacing kremi, bakteri Shigella, dan parasit Giardia yang menyebabkan penyakit saluran pencernaan.
**Indikasi Sanitasi Buruk**
Tingginya jumlah mikroba yang ditemukan dalam paleofeces menunjukkan kondisi sanitasi yang buruk di kalangan budaya Loma San Gabriel pada periode 600-800 Masehi. Kondisi ini menyebabkan terpaparnya masyarakat terhadap limbah feses di lingkungan sekitar.
Populasi tersebut kemungkinan menelan mikroorganisme patogen melalui air minum, tanah, atau makanan yang terkontaminasi feses.
**Keterbatasan Penelitian**
Para peneliti mencatat bahwa meskipun beberapa gen terkait patogen bertahan dalam paleofeces selama 1.300 tahun, ada patogen lain yang lebih banyak dalam sampel namun tidak terdeteksi karena telah mengalami dekomposisi.
**Implikasi untuk Penelitian Masa Depan**
“Penerapan metode ini pada sampel kuno lainnya menawarkan potensi untuk memperluas pemahaman tentang cara hidup manusia purba dan patogen yang mungkin mempengaruhi kesehatan mereka,” tulis para peneliti.
**Significance Historis dan Ilmiah**
Penemuan ini memberikan gambaran komprehensif tentang kondisi kesehatan masyarakat Mexico kuno dan tantangan sanitasi yang mereka hadapi. Studi paleofeces semacam ini membuka jendela baru dalam memahami evolusi penyakit menular dan hubungannya dengan perkembangan peradaban manusia.
**Konteks Budaya Loma San Gabriel**
Masyarakat Loma San Gabriel yang mendiami gua tersebut merupakan komunitas agricultural yang relatif maju untuk zamannya. Mereka mengembangkan teknik pertanian, kerajinan keramik, dan struktur sosial yang kompleks, namun masih menghadapi tantangan serius dalam hal kesehatan masyarakat dan sanitasi.
**Metodologi Multidisipliner**
Penelitian ini menunjukkan kekuatan pendekatan multidisipliner yang menggabungkan arkeologi, mikrobiologi molekuler, dan epidemiologi untuk memahami aspek kesehatan dalam konteks sejarah. Teknik PCR yang digunakan memungkinkan identifikasi mikroorganisme yang telah punah ribuan tahun yang lalu.
Studi ini tidak hanya memberikan insight tentang kehidupan masa lalu, tetapi juga berkontribusi pada pemahaman evolusi patogen dan resistensi antimikroba dalam jangka panjang, yang relevan untuk tantangan kesehatan masyarakat kontemporer.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait:
Si Pamutung: Sebuah Pemukiman Kuno di Pedalaman Sumatera Utara