Kucing Lebih Sering Mengeong ke Pemilik Pria, Mengapa?

Kucing dikenal sebagai makhluk misterius yang sering dianggap cuek, sulit diprediksi, dan hanya bersuara ketika menginginkan sesuatu. Namun, sebuah penelitian terkini mengungkap fakta mengejutkan: kucing ternyata mengeong lebih dari dua kali lipat lebih sering kepada pemilik pria dibandingkan pemilik perempuan.

Temuan ini berasal dari riset yang dipimpin tim peneliti Universitas Ankara, Turki, dan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Ethology pada 2025. Studi ini menambah pemahaman baru tentang cara kucing berkomunikasi dengan manusia dan bagaimana respons manusia turut memengaruhi perilaku mereka.

**Metodologi Penelitian yang Natural**

Penelitian ini melibatkan 31 pemilik kucing yang diminta merekam momen saat mereka pulang ke rumah. Para peserta diminta berperilaku senatural mungkin, tanpa dibuat-buat, agar reaksi kucing yang terekam benar-benar autentik.

Hasilnya cukup mencolok. Pemilik pria menerima rata-rata 4,3 vokalisasi—termasuk mengeong, mendengkur, atau suara “chirp”—dalam 100 detik pertama setelah masuk rumah. Sebaliknya, pemilik perempuan hanya menerima rata-rata 1,8 vokalisasi dalam durasi yang sama.

Perbedaan ini tergolong signifikan dan menariknya tidak dipengaruhi usia, jenis kelamin, maupun ras kucing.

**Vokalisasi Sebagai Satu-satunya Pembeda**

“Hasil kami menunjukkan bahwa kucing lebih sering melakukan vokalisasi kepada pengasuh pria, sementara faktor demografis lain tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap frekuensi maupun durasi salam,” tulis para peneliti dalam makalah ilmiahnya.

Dalam studi ini, peneliti menganalisis 22 jenis perilaku kucing saat menyambut pemiliknya. Mulai dari perilaku sosial seperti mengangkat ekor dan menggesekkan tubuh, hingga perilaku displacement seperti mengguncang tubuh atau menggaruk diri—yang kerap dikaitkan dengan stres ringan.

Dari seluruh perilaku yang diamati, hanya vokalisasi yang berubah berdasarkan jenis kelamin pemilik. Perilaku lain, termasuk mendekati mangkuk makanan atau menguap, tidak menunjukkan perbedaan berarti.

**Pola Perilaku Kucing yang Terstruktur**

Para peneliti juga menemukan bahwa perilaku kucing biasanya muncul dalam dua kelompok besar:
– Perilaku sosial, seperti mendekat, menggesek, dan ekor tegak
– Perilaku displacement, seperti menggaruk atau mengguncang tubuh

Menariknya, vokalisasi tidak berkorelasi kuat dengan kedua kelompok tersebut. Artinya, mengeong tampaknya merupakan sinyal yang berdiri sendiri, bukan sekadar penanda lapar atau rindu.

**Hipotesis di Balik Perbedaan Komunikasi**

Meski penelitian ini tidak secara mendalam menelusuri penyebabnya, para peneliti mengajukan beberapa kemungkinan. Salah satunya berkaitan dengan cara pemilik merespons kucing.

Perempuan, menurut temuan pendukung penelitian, cenderung memberikan perhatian lebih, lebih peka membaca emosi kucing, dan lebih sering meniru suara kucing saat berinteraksi. Sebaliknya, pria dinilai relatif lebih pasif atau kurang responsif terhadap sinyal halus dari kucing.

“Karena itu, sangat mungkin pengasuh pria membutuhkan vokalisasi yang lebih eksplisit untuk menyadari dan merespons kebutuhan kucing mereka. Hal ini pada akhirnya memperkuat kecenderungan kucing untuk menggunakan suara yang lebih sering dan terarah guna menarik perhatian,” tulis para peneliti.

Dengan kata lain, kucing belajar bahwa mengeong lebih efektif ketika berhadapan dengan pemilik pria.

**Signifikansi Temuan Meski Terbatas**

Memang, studi ini melibatkan jumlah partisipan yang relatif kecil dan seluruhnya berasal dari satu negara. Namun, penggunaan rekaman video langsung menjadi keunggulan utama penelitian ini, dibandingkan banyak studi perilaku hewan yang hanya mengandalkan laporan subjektif pemilik.

Penelitian ini juga memperkuat pemahaman ilmiah bahwa kucing menggunakan suara bukan hanya untuk meminta makanan, tetapi juga untuk menarik perhatian, mengekspresikan afeksi, hingga menunjukkan ketidaknyamanan.

**Mengubah Persepsi tentang Kecurigaan Kucing**

Lebih jauh lagi, temuan ini menantang anggapan bahwa kucing sepenuhnya acuh terhadap manusia. “Temuan ini menunjukkan bahwa salam kucing bersifat multimodal, dapat mencerminkan motivasi atau kondisi emosional yang berbeda, dan dapat dimodulasi oleh faktor eksternal seperti jenis kelamin pengasuh,” simpul para peneliti.

**Adaptasi Komunikasi yang Cerdas**

Kucing telah hidup berdampingan dengan manusia selama ribuan tahun. Namun, seperti ditunjukkan penelitian ini, masih banyak hal baru yang terus terungkap tentang cara kucing mengenali, menilai, dan berkomunikasi dengan manusia.

Bisa jadi, ketika kucing mengeong lebih keras atau lebih sering, itu bukan sekadar manja—melainkan strategi komunikasi yang telah mereka pelajari dengan sangat cermat.

**Implikasi untuk Hubungan Manusia-Kucing**

Temuan ini mengindikasikan bahwa kucing memiliki kemampuan membaca dan beradaptasi dengan karakteristik individual pemiliknya. Mereka mengembangkan strategi komunikasi yang disesuaikan dengan responsivitas masing-masing pemilik.

**Kompleksitas Komunikasi Interspesies**

Penelitian ini menjadi pengingat bahwa hubungan manusia dan hewan peliharaan jauh lebih kompleks, sekaligus lebih menarik, dari yang selama ini dikira. Kucing tidak hanya merespons kebutuhan fisik mereka, tetapi juga mengembangkan keterampilan sosial yang sophisticated dalam berinteraksi dengan manusia.

**Penelitian Lanjutan yang Dibutuhkan**

Meski memberikan wawasan berharga, penelitian ini membuka pintu untuk studi lebih lanjut. Diperlukan sampel yang lebih besar dan beragam secara geografis untuk memvalidasi temuan ini. Selain itu, analisis mendalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi pola komunikasi kucing dengan manusia masih perlu dieksplorasi.

**Pembelajaran untuk Pemilik Kucing**

Bagi pemilik kucing, temuan ini menunjukkan pentingnya memahami bahwa hewan peliharaan mereka adalah makhluk yang adaptif dan cerdas secara sosial. Respons yang diberikan pemilik terhadap komunikasi kucing dapat membentuk pola interaksi jangka panjang antara keduanya.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Kaum Demokrat Kritis: Analisis Perilaku Pemilih Indonesia