Malam Ini, Supermoon Emas 5 November Terbesar 2025: Waktu Terbaik, Cara Foto HP, dan Peringatan BMKG

JAKARTA – Langit Indonesia memasuki malam bersejarah ketika Supermoon Emas atau Beaver Moon menampilkan diri pada Rabu malam, 5 November 2025. Bulan purnama terbesar dan terdekat sepanjang tahun ini menghadirkan tontonan menakjubkan sekaligus membawa konsekuensi serius bagi wilayah pesisir nasional.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan resmi terkait potensi banjir rob di berbagai kawasan pantai akibat fenomena astronomi langka ini.

**Definisi dan Karakteristik Supermoon November**

Marufin Sudibyo, astronom amatir Indonesia, mengklarifikasi bahwa istilah “Supermoon” bukanlah terminologi resmi astronomi. “Supermoon itu istilah astrologi. Dalam astronomi tidak ada padanan katanya karena memang dianggap tidak memiliki nilai ilmiah spesifik. Tapi untuk kepentingan populer, kata itu sering dipadankan dengan Bulan Purnama Perigean,” jelasnya saat dihubungi Selasa, 4 November 2025.

Fenomena ini terjadi ketika bulan purnama bertepatan dengan titik terdekat bulan ke bumi (perigee). Supermoon November mencatat keistimewaan sebagai yang terdekat sepanjang 2025 dengan parameter teknis sebagai berikut:

– Jarak perigee: 356.800 kilometer (dicapai 6 November 2025, 05.30 WIB)
– Puncak purnama: 5 November 2025, 20.20 WIB
– Diameter sudut visual: 0°34′ (lebih besar dari purnama normal 0°30′)

**Perbandingan Supermoon 2025**

Data astronomi menunjukkan hierarki kedekatan tiga supermoon akhir tahun. Supermoon November mengungguli Harvest Moon Oktober (359.800 km) dan Cold Moon Desember (356.900 km), menjadikannya paling prominent dalam tampilan visual.

**Strategi Observasi Optimal**

Seluruh wilayah Indonesia berpeluang menyaksikan fenomena ini dengan syarat kondisi cuaca mendukung. Timing optimal bukan pada puncak iluminasi astronomi, melainkan saat moonrise di ufuk timur.

“Dalam setiap fenomena terbit atau terbenamnya benda langit, akan terjadi efek pembesaran yang disebabkan oleh refraksi atmosfer. Jadi ya, betul saat terbitnya Bulan kita bisa melihat ukuran-tampak Bulan seolah-olah lebih besar,” terang Marufin.

**Timing dan Lokasi Pengamatan**

Perkiraan moonrise terjadi rata-rata 15 menit sebelum matahari terbenam, yakni sekitar pukul 17.30-18.00 WIB untuk Waktu Indonesia Barat. Momen ini menghadirkan efek visual paling dramatis untuk observasi dan fotografi.

**Fenomena Warna Emas: Sains di Balik Keindahan**

Julukan “Emas” berasal dari fenomena hamburan Rayleigh dalam atmosfer bumi. Ketika bulan berada rendah di cakrawala, cahayanya melewati lapisan udara lebih tebal yang menyaring spektrum biru, menyisakan warna kuning, oranye, dan merah yang menciptakan appearance keemasan.

**Tantangan Cuaca dan Solusi Praktis**

Faktor meteorologis menjadi penentu keberhasilan observasi. Marufin memperingatkan: “Faktor penentunya adalah cuaca, karena kita tahu sudah masuk musim penghujan dan sedang bekerja anomali cuaca, menyebabkan sore-malam lebih sering tertutupi awan.”

Pengamat disarankan mencari lokasi dengan pandangan bebas ke timur dan memonitor kondisi cuaca real-time. Observasi dapat dilakukan dengan mata telanjang tanpa instrumen khusus.

**Dokumentasi dan Fotografi**

Untuk keperluan dokumentasi, smartphone dengan aplikasi kamera manual mencukupi. Setting yang disarankan: ISO 100 dan kecepatan rana 1/100 untuk eksposur optimal tanpa overexposure pada objek bulan yang sangat terang.

**Dampak Gravitasional: Ancaman Rob di Pesisir**

Kedekatan bulan menciptakan efek gravitasional yang signifikan terhadap massa air laut. “Purnama perigean selalu berkaitan dengan pasang naik maksimum. Sehingga memiliki risiko untuk dataran rendah pasang surut seperti yang ada di pesisir Utara Pulau Jawa,” ungkap Marufin.

**Peringatan Resmi BMKG**

BMKG secara resmi mengeluarkan alert system terkait potensi banjir rob. “Adanya fenomena Fase Perigee dan Bulan Purnama pada tanggal 5 November 2025 berpotensi meningkatkan ketinggian air laut maksimum,” tegas lembaga tersebut.

**Wilayah Rawan Banjir Rob (4-16 November 2025)**

Zona-zona yang diminta bersiaga mencakup:

**Pesisir Jawa:**
– Jakarta Utara (Kamal Muara, Pluit, Ancol)
– Pesisir Utara Tangerang
– Pesisir Semarang, Demak, Pekalongan
– Pesisir Surabaya

**Pesisir Sumatera:**
– Aceh (Meulaboh, Lhokseumawe)
– Sumatera Utara (Medan Belawan)
– Kepulauan Riau (Batam, Bintan)

**Pesisir Lainnya:**
– Bali Selatan
– Lombok dan Bima
– Kalimantan Utara (Tarakan)

**Implikasi Sosial-Ekonomi**

Fenomena rob berpotensi mengganggu aktivitas pelabuhan, pemukiman pesisir, dan tambak perikanan. Masyarakat di kawasan rawan diminta memantau informasi terkini dan melakukan upaya antisipasi preventif.

**Mekanisme Pasang Gravitasional**

Interaksi gravitasional bulan-bumi-matahari pada konfigurasi purnama perigean menghasilkan spring tide atau pasang maksimum. Efek ini diperkuat oleh kedekatan jarak bulan yang mencapai titik minimum tahunan.

**Konteks Regional dan Global**

Indonesia, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, menghadapi vulnerability khusus terhadap fenomena astronomi yang berimpact pada dinamika laut. Sistem peringatan dini menjadi krusial untuk mitigasi risiko.

**Edukasi dan Literasi Astronomi**

Supermoon menawarkan momentum edukasi publik tentang interaksi gravitasional dalam sistem bumi-bulan. Fenomena visible ini memfasilitasi pemahaman konsep abstrak melalui observasi langsung.

**Perspektif Jangka Panjang**

Supermoon dengan kedekatan serupa akan kembali terjadi pada Desember 2026, memberikan interval dua tahun untuk fenomena komparabel. Data ini penting untuk perencanaan jangka panjang sistem peringatan dini.

**Integration Sains dan Mitigasi**

Kombinasi antara apresiasi fenomena alam dan kes


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Breaking the Spell: Agama sebagai Fenomena Alam

Aku Senang Ada: Bintang dan Bulan