Ketika berbelanja di pasar tradisional, pembeli sering dihadapkan pada pilihan antara ayam broiler yang lembut atau ayam pejantan yang bertekstur lebih keras. Meski tampak serupa, daging ayam pejantan dikenal memiliki karakteristik yang jauh lebih kenyal dibanding ayam broiler yang mudah empuk.
Perbedaan tekstur ini bukan kebetulan. Dr. Tuti Suryati dari IPB University menjelaskan bahwa faktor genetik dan masa pemeliharaan menjadi kunci utama dalam menentukan kualitas daging yang dikonsumsi.
**Asal-usul dan Tujuan Pembibitan Berbeda**
Tuti memaparkan bahwa ayam pejantan berasal dari galur ayam petelur. Secara genetik, ayam-ayam ini dikembangbiakkan untuk mengoptimalkan produksi telur, bukan untuk pertumbuhan daging.
Sebaliknya, ayam broiler atau ayam ras pedaging sengaja dikembangkan melalui proses pemuliaan intensif agar dapat tumbuh besar dan menghasilkan daging empuk hanya dalam 5-6 minggu.
“Daging ayam pejantan berasal dari bangsa ayam petelur yang genetiknya dimurnikan untuk menghasilkan galur ayam dengan produktivitas telur sangat tinggi,” ungkap Dr. Tuti Suryati dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB University.
**Masa Pemeliharaan yang Lebih Lama**
Karena laju pertumbuhannya tidak seoptimal broiler, ayam pejantan memerlukan waktu pemeliharaan yang lebih panjang untuk mencapai bobot yang layak jual. Periode pemeliharaan yang ekstensif inilah yang memicu transformasi biologis pada struktur otot ayam.
**Peran Kolagen dalam Kealotan Daging**
Secara biologis, semakin lanjut usia ayam saat dipotong, kandungan kolagen dalam jaringan penghubung akan semakin bertambah. Kolagen inilah yang menjadi penyebab utama tekstur keras yang sering dikeluhkan konsumen.
“Semakin tua umur potong ayam, jaringan ikatnya semakin banyak. Hal ini menyebabkan tingkat kealotan daging meningkat,” terang Tuti.
**Aktivitas Fisik Mempengaruhi Struktur Otot**
Selain itu, ayam pejantan umumnya lebih aktif bergerak dibanding ayam broiler. Aktivitas fisik yang intensif membuat otot sering mengalami kontraksi, sehingga otot menjadi lebih kokoh, berserat, dan otomatis menghasilkan daging yang lebih keras saat diolah.
Namun, sisi menguntungkannya, ayam pejantan memiliki kadar lemak yang relatif lebih rendah dibanding ayam broiler.
**Strategi Pengolahan untuk Melunakkan Tekstur**
Meskipun bertekstur keras, ayam pejantan tetap dapat dinikmati dengan teknik memasak yang tepat. Dr. Tuti menyarankan penggunaan metode memasak basah seperti direbus, dibuat gulai, sop, atau opor.
Jika ingin digoreng atau dipanggang, proses ungkep atau perebusan awal dengan bumbu menjadi kunci penting. Penggunaan panci presto atau bahan alami seperti parutan nanas dan daun pepaya juga efektif untuk memecah rantai kolagen.
**Hindari Pemanasan Berlebihan**
Dr. Tuti mengingatkan agar menghindari penggorengan atau pemanggang yang terlalu lama hingga mengering, karena suhu tinggi dalam waktu berkepanjangan justru akan membuat daging semakin mengeras.
**Karakteristik Unik yang Digemari**
Bagi sebagian konsumen, tekstur yang berserat dan rendah lemak justru menjadi keunggulan tersendiri karena cita rasanya dianggap menyerupai ayam kampung.
**Aspek Ekonomi dan Ketersediaan**
Dari segi ekonomi, ayam pejantan biasanya dijual dengan harga yang lebih terjangkau dibanding ayam broiler. Hal ini menjadikannya pilihan alternatif bagi konsumen yang menginginkan protein hewani dengan budget terbatas.
**Kandungan Nutrisi**
Meski bertekstur keras, ayam pejantan memiliki kandungan protein yang tidak kalah tinggi dibanding ayam broiler. Kadar lemak yang lebih rendah juga membuatnya cocok untuk konsumen yang sedang menjalani program diet.
**Inovasi Pengolahan Modern**
Industri makanan modern kini mulai mengembangkan berbagai inovasi pengolahan untuk mengoptimalkan pemanfaatan ayam pejantan, termasuk pembuatan nugget, sosis, dan produk olahan lainnya yang dapat menyamarkan tekstur aslinya.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait:
Seri Nat Geo: Mengapa Tidak? 1.111 Jawaban Beraneka Pertanyaan