Mengapa Desember Selalu Terasa Datang Lebih Cepat? Ini Penjelasannya

Sudah Desember lagi? Rasanya baru kemarin kita merayakan pergantian tahun, namun tiba-tiba sudah berada di penghujung 2024. Fenomena tempus fugit atau “waktu yang terasa terbang” ini hampir selalu dialami setiap akhir tahun.

Ternyata, ada penjelasan ilmiah di balik kesan bahwa waktu—khususnya menuju Desember—terasa makin cepat berlalu dari tahun ke tahun. Kuncinya terletak pada cara otak manusia memahami dan “menghitung” waktu.

**Otak Menyimpulkan, Bukan Merasakan Waktu**

Istilah persepsi waktu sebenarnya agak menyesatkan. Berbeda dengan warna, suara, rasa, atau sentuhan, waktu bukanlah sesuatu yang dapat ditangkap langsung oleh indra manusia.

Saat kita melihat warna, mata mendeteksi panjang gelombang cahaya. Saat mendengar suara, telinga menangkap frekuensi gelombang bunyi. Namun, tidak ada “partikel waktu” yang bisa ditangkap otak.

Karena itu, otak tidak merasakan waktu. Otak menyimpulkan waktu.

**Otak Bekerja Seperti Jam Internal**

Menurut Hinze Hogendoorn, Profesor Visual Time Perception dari Queensland University of Technology, otak bekerja seperti jam—tetapi dengan cara yang sangat berbeda.

Jam mengukur waktu melalui detakan yang teratur. Otak tidak memiliki “detakan” semacam itu. Sebagai gantinya, otak menghitung dan mengamati perubahan.

Semakin banyak hal baru yang terjadi, semakin panjang waktu terasa. Itulah sebabnya gambar yang berkedip-kedip terasa berlangsung lebih lama dibanding gambar statis dengan durasi yang sama.

**Intensitas Pengalaman Memengaruhi Persepsi**

Peristiwa intens seperti kecelakaan sering membuat waktu terasa melambat. Dalam sebuah studi terkenal, peserta penelitian dijatuhkan ke jaring dari ketinggian lebih dari 30 meter.

Setelahnya, mereka diminta memperkirakan durasi jatuh mereka sendiri dan durasi jatuh orang lain. Hasilnya mengejutkan: mereka menilai pengalaman jatuh sendiri lebih dari sepertiga lebih lama dibanding jatuh orang lain.

**Memori Padat Memengaruhi Estimasi Waktu**

Pengalaman langsung yang menegangkan meningkatkan kewaspadaan dan perhatian, sehingga otak menyimpan memori yang lebih padat dan kaya. Saat menengok kembali, otak “mengira” waktu yang berlalu jauh lebih lama dari kenyataannya.

**Dua Cara Otak Menilai Waktu**

Untuk memahami ke mana perginya November dan sisa tahun, kita perlu membedakan dua cara otak menilai waktu:

**Prospektif**: bagaimana cepat atau lambat waktu terasa saat sedang dijalani.
**Retrospektif**: seberapa lama waktu terasa setelah berlalu.

Setiap anak tahu bahwa menunggu di ruang praktik dokter gigi terasa lama, sementara bermain dengan mainan baru terasa cepat. Alasannya sederhana: perhatian.

**Perhatian Adalah Kunci**

Semakin kita memperhatikan waktu itu sendiri, semakin lambat ia terasa. Sebaliknya, saat pikiran kita sibuk—entah oleh pekerjaan, hiburan, atau tantangan—waktu seakan menghilang begitu saja.

Pepatah “waktu berlalu cepat saat kita bersenang-senang” sebenarnya kurang lengkap. Tidak harus menyenangkan. Yang penting, pikiran kita teralihkan dari waktu.

**Kebosanan Memperlambat Waktu**

Cobalah menatap jam selama lima menit tanpa melakukan apa pun. Waktu akan terasa sangat panjang. Kebosanan adalah cara paling efektif untuk memperlambat waktu—meski sangat tidak menyenangkan.

**Rutinitas Membuat Tahun Terasa Singkat**

Fenomena ini juga menjelaskan ungkapan populer: hari terasa panjang, tetapi tahun terasa pendek—terutama saat kita bertambah usia.

Saat masih muda, hidup dipenuhi hal baru seperti masuk sekolah pertama kali, hubungan cinta pertama, pekerjaan pertama, dan lainnya. Semua pengalaman baru ini membentuk memori yang kaya.

**Memori Kaya vs Memori Lemah**

Ketika otak melihat ke belakang, ia menyimpulkan bahwa banyak hal terjadi, sehingga waktu terasa panjang.

Namun seiring bertambahnya usia, hidup semakin dipenuhi rutinitas seperti mengantar anak sekolah, bekerja, memasak, dan mengulang pola yang sama.

**Ironi Rutinitas**

Rutinitas cenderung membosankan dan terasa lambat saat dijalani. Tetapi ironisnya, rutinitas meninggalkan jejak memori yang lemah.

Saat menoleh ke belakang, otak merasa “tidak banyak yang terjadi”. Akibatnya, meskipun secara sadar kita tahu sudah Desember, secara psikologis tahun itu terasa baru saja dimulai.

**Strategi “Memperlambat” Waktu**

Jawabannya tergantung: memperlambat saat dijalani atau saat dikenang.

**1. Memperlambat waktu saat dijalani**
Ini sangat mudah—dan sangat tidak memuaskan. Misalnya menunggu lampu merah, menghitung sampai sepuluh ribu, atau menonton cat mengering.

**2. Memperlambat waktu saat dikenang**
Ini jauh lebih bermakna. Ada dua cara utama:

**Menjaga memori tetap hidup**: Tulis jurnal, catat pengalaman, lihat kembali foto, dan bernostalgia. Mengulang memori membuatnya tetap kuat.

**Mengisi hidup dengan pengalaman baru**: Cara terbaik agar tahun tidak terasa “terbang” adalah dengan menciptakan banyak kenangan unik. Jelajahi hal baru. Berpetualang. Lakukan sesuatu yang tidak biasa—sesuatu yang akan selalu Anda ingat.

**Solusi Neurologis**

Karena pada akhirnya, bukan waktu yang semakin cepat, melainkan hidup kita yang semakin rutin. Dan jam internal kita hanya mencatat satu hal: perubahan.

**Implikasi untuk Kehidupan Sehari-hari**

Pemahaman tentang persepsi waktu ini memiliki implikasi praktis. Untuk membuat hidup terasa lebih bermakna dan tahun tidak berlalu begitu cepat, kita perlu secara sadar menciptakan variasi dalam rutinitas harian.

**Peran Teknologi Modern**

Era digital juga memengaruhi persepsi waktu kita. Scrolling media sosial yang monoton dapat membuat waktu “men


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

National Geographic: Rahasia Otak