Pada 1959, ilmuwan Rusia Dmitry Belyayev memulai eksperimen yang tampak seperti impian mustahil: menjinakkan rubah perak liar yang terkenal agresif dan tidak bersahabat dengan manusia. Tujuannya sederhana namun revolusioner—membuktikan bahwa sifat jinak dapat diwariskan hanya melalui seleksi perilaku tertentu.
**Skeptisisme Komunitas Ilmiah**
Banyak ilmuwan meragukan rencananya. Pakar perilaku hewan Tecumseh Fitch menggambarkan upaya Belyayev dengan kalimat: “Keberaniannya sulit dilebih-lebihkan.” Para ahli mengingatkan bahwa domestikasi hewan seperti anjing, kuda, atau sapi biasanya membutuhkan ribuan tahun, bukan beberapa dekade.
**Keajaiban Terjadi Lebih Cepat**
Namun keajaiban itu terwujud—dan jauh lebih cepat daripada perkiraan siapa pun. Hanya dalam delapan generasi, rubah hasil eksperimen mulai menunjukkan perilaku tanpa ketakutan berlebihan. Mereka tidak lagi melarikan diri atau menggeram saat disentuh manusia.
**Transformasi dalam 25 Tahun**
Dalam dua puluh generasi—sekitar 25 tahun—lahirlah garis keturunan rubah yang cukup jinak untuk hidup sebagai hewan peliharaan. Dua ilmuwan Australia, Don Newgreen dan Jeffrey Craig, mencatat: “Bagi para peneliti evolusi, ini adalah rentang waktu yang luar biasa singkat.”
**Perubahan Fisik yang Tak Terduga**
Namun bukan kecepatan transformasi yang paling mengejutkan. Keanehan justru terjadi pada penampilan fisik rubah-rubah tersebut. Meski Belyayev hanya menyeleksi tingkat kejinak-an, generasi yang lebih jinak muncul dengan wajah lebih pendek, gigi mengecil, ekor melengkung, dan yang paling mencolok: telinga yang merunduk dan lembek.
**Sindrom Domestikasi**
Newgreen dan Craig mencatat: “Meski hanya diseleksi berdasarkan temperamen, generasi berikutnya menunjukkan wajah yang lebih pendek, gigi yang lebih kecil, telinga yang lembek, ekor keriting, dan perubahan warna bulu.” Fenomena ini sudah diperkirakan sejak abad ke-19.
**Pengamatan Charles Darwin**
Charles Darwin sudah mengamati pola ini sejak 1859. Dalam bukunya, ia menulis bahwa ketidakmampuan menegakkan telinga “pasti merupakan akibat dari proses domestikasi.” Darwin juga mencatat perubahan lain yang muncul bersamaan: ukuran otak mengecil, moncong memendek, warna bulu bercorak, dan perilaku seperti remaja sepanjang hidup.
**Pola Universal Hewan Domestik**
Hampir tidak ada hewan liar yang memiliki telinga kendur. Kecuali gajah, hampir semua satwa liar memiliki telinga tegak, kaku, dan waspada. Sebaliknya, banyak hewan peliharaan—anjing, kucing, kelinci, domba—sering memiliki telinga yang menurun.
**Misteri yang Berlangsung Satu Abad**
Selama lebih dari satu abad, para ilmuwan bingung mengapa perubahan yang tampak berbeda ini—telinga, warna, perilaku, bentuk wajah—muncul bersamaan. Hingga akhirnya satu teori baru mulai menarik perhatian: neural crest.
**Penemuan Wilhelm His Sr**
Pada 1868, ahli anatomi Swiss Wilhelm His Sr menemukan kelompok sel yang kemudian dinamai neural crest. Sel-sel ini bermigrasi ke berbagai bagian tubuh janin dan membentuk tulang wajah, jaringan ikat, sel pigmen, sistem saraf perifer, hingga kelenjar hormon.
**Pentingnya Neural Crest**
Neural crest begitu penting hingga pernah dijuluki “satu-satunya hal menarik tentang vertebrata”. Bila ada perubahan dalam perkembangan neural crest, dampaknya dapat merambat ke berbagai sisi tubuh: telinga, warna bulu, bentuk wajah, bahkan respons hormon stres.
**Teori Adam Wilkins**
Menurut peneliti Adam Wilkins, ketika manusia menyeleksi hewan berdasarkan tingkat jinak, tanpa sadar mereka memilih individu dengan “defisit ringan pada neural crest”—yang berarti hewan tersebut memiliki kelenjar adrenal lebih kecil dan respons takut yang lebih lemah.
**Efek Samping yang Tidak Diinginkan**
Akibat sampingannya: telinga tidak tegak sempurna, ekor melengkung, warna bulu berubah. Manusia tidak pernah berniat menciptakan telinga kendur, namun sifat itu muncul sebagai efek samping dari memilih hewan yang tidak menggigit atau melarikan diri.
**Tantangan Teori Baru**
Pada 2023, dua ekolog dari Australian National University, Ben Thomas Gleeson dan Laura Wilson, mengguncang teori yang sudah mapan. “Penjelasan yang populer saat ini tidak sepenuhnya tepat,” tulis mereka.
**Temuan Mengejutkan**
Mereka menyoroti bahwa rubah-rubah Belyayev bukan benar-benar liar, melainkan berasal dari penangkaran. Yang lebih mengejutkan, ciri-ciri domestikasi juga muncul ketika peneliti menyeleksi rubah agresif, bukan hanya rubah jinak.
**Teori Lingkungan Domestik**
Menurut mereka, rahasia domestikasi bukan terletak pada apa yang dipilih, tetapi justru apa yang tidak lagi harus dipertahankan hewan tersebut. Hewan peliharaan tidak perlu menghindari predator, tidak harus berebut pasangan, dan tidak perlu berburu makanan.
**Hilangnya Tekanan Seleksi**
Wilson dan Gleeson menulis: “Hewan yang dilindungi dari predator dapat kehilangan sifat-sifat liar untuk menghindarinya. Kompetisi mencari pasangan juga berkurang, sehingga perilaku reproduksi liar bisa menurun atau hilang.”
**Perspektif Baru Domestikasi**
Dengan kata lain, telinga tegak tidak digantikan oleh telinga kendur, tetapi telinga tegak-lah yang perlahan hilang ketika tekanan seleksi alam lenyap dalam lingkungan domestik.
**Jawaban yang Kompleks**
Jawabannya tidak sesederhana satu teori tunggal. Neural crest mungkin berperan besar, atau perubahan lingkungan domestik ikut menyapu sifat-sifat liar yang dulu penting. Keduanya mungkin benar, atau ada mekanisme lain yang belum dipahami sepenuhnya.
**Kesimpulan Sederhana**
Jika harus merangkum dengan cara paling ringkas: hewan jinak memiliki telinga kendur karena manusia membentuk mereka demikian—dan pada akhirnya, mereka juga membentuk kita.
**Dampak terhadap Peradaban**
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait:
Seri Nat Geo: Mengapa Tidak? 1.111 Jawaban Beraneka Pertanyaan