Potret Perjuangan Kepala Sekolah TK di Kepulauan Meranti yang Ubah Sekolah Tanpa Gaji Jadi Layak

Kisah inspiratif Rasita Siregar, Kepala Sekolah TK Kadabu Rapat di Kepulauan Meranti, Riau, menjadi viral di media sosial setelah dipublikasikan oleh sang adik melalui akun @sayabangucok di platform Threads. Sosok yang akrab dipanggil Ita ini harus menempuh perjalanan ekstrem setiap hari, menyeberangi laut dan melewati hutan bakau lebih dari satu jam untuk mencapai lokasi sekolah di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.

Dedikasi luar biasa Rasita dalam membangun sekolah tidak hanya mengubah kondisi pendidikan di daerah terpencil tersebut, namun juga berhasil meningkatkan kesejahteraan para guru. Berkat transformasi yang dia lakukan, sekolah yang dipimpinnya mengalami perkembangan signifikan, dengan kondisi guru-guru yang kini memiliki penghasilan lebih baik dibandingkan periode awal.

“Semenjak tugas disana, Alhamdulillah sekolahnya berkembang, Gaji guru-gurunya juga lebih baik dari awal-awal bertugas,” demikian keterangan yang diunggah sang adik pada Rabu (22/10/2025).

Prestasi gemilang Rasita membuahkan hasil dengan masuknya namanya dalam nominasi GTK Hebat, sekaligus mengharumkan nama daerah asalnya.

**Kondisi Memprihatinkan Saat Penugasan Awal**

Ketika pertama kali ditugaskan pada tahun 2022, Rasita menghadapi tantangan berat. Sekolah yang baru dinegerikan tersebut berada dalam kondisi yang memprihatinkan dengan bangunan bocor, ruang kelas terbatas, dan yang paling krusial adalah para guru belum memiliki gaji tetap.

“Ketika saya pindah di sana, gurunya belum punya gaji dari sekolah. Memang dapat dari kita di sini dari dinas ada juga. Cuman waktu itu juga dari dinas sebesar Rp 250.000,” ungkap Rasita kepada media pada Kamis (23/10/2025).

Kondisi finansial yang terbatas membuat para guru harus mencari penghasilan tambahan. Mereka tidak hanya mengajar di sekolah, tetapi juga bekerja sampingan seperti pergi ke sawah dan mengambil pinang. Meskipun demikian, semangat mengajar para pendidik tetap tinggi, hadir di sekolah dengan penuh antusiasme.

Situasi inilah yang mendorong Rasita untuk mencari solusi agar para guru mendapatkan penghasilan yang lebih layak untuk menopang kehidupan mereka.

**Strategi Restrukturisasi Keuangan Sekolah**

Rasita mengambil langkah inovatif dengan memanfaatkan dana SPP yang dikumpulkan dari siswa sebagai sumber gaji bagi para guru honorer. Jumlah gaji yang diberikan disesuaikan dengan pendapatan sekolah setiap bulannya.

“Ya udah habiskan aja, saya bilang begitu. ‘Habiskan aja sisakan Rp 100.000 untuk beli misalnya keperluan beli air’, karena di tiap kelas kita ada dispenser sekarang,” jelasnya.

Keputusan tersebut diambil berdasarkan kesepakatan bersama dan didukung dengan penataan ulang sistem keuangan sekolah agar lebih berpihak pada kesejahteraan guru.

Pada tahun ketiga masa tugasnya, Rasita mengambil langkah lebih progresif dengan menaikkan iuran SPP dari Rp 20.000 menjadi Rp 25.000 per bulan. Kenaikan ini memberikan tambahan honor sebesar Rp 100.000 per guru.

“Tahun ketiga saya naikkan uang SPP dari 20 jadi 25. Nah, dapat lagi guru Rp 100.000 satu orang,” katanya.

Meskipun nominal yang diberikan masih terbatas dan bergantung pada jumlah siswa, kebijakan ini memberikan harapan baru bagi para guru yang sebelumnya tidak mendapat gaji dari sekolah.

**Pengurusan Legalitas dan Sertifikasi Guru**

Selain memperjuangkan aspek finansial, Rasita juga fokus pada peningkatan status profesionalisme guru. Dia memastikan seluruh guru di bawah pimpinannya memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) sebagai prasyarat mengikuti program sertifikasi dan seleksi CASN PPPK.

“Pertama saya pindah ke situ saya kaget kan. ‘Loh, kok belum punya NUPTK’, saya bilang gitu. Kan ngajarnya udah lama kan?” tuturnya.

Fakta mengejutkan yang ditemukan Rasita adalah para guru di TK tersebut sudah mengajar dalam jangka waktu yang sangat lama. Beberapa bahkan telah mengabdi sejak tahun 2000-an, dan ada yang mulai mengajar sejak 2009, namun belum memiliki dokumen kependidikan yang lengkap.

Rasita segera berkoordinasi intensif dengan operator sekolah dan Dinas Pendidikan untuk memproses data para guru ke pusat. Upayanya membuahkan hasil gemilang ketika seluruh guru berhasil memiliki NUPTK, NPWP, dan lulus seleksi PPPK.

“Alhamdulillah tahun ini semuanya sudah PPPK, sudah sertifikasi,” ungkap Rasita dengan bangga.

**Apresiasi Terhadap Dedikasi Guru**

Bagi Rasita, pencapaian yang diraih bukan hanya soal administrasi atau peningkatan status kepegawaian. Dia melihat keberhasilan ini sebagai buah dari semangat pengabdian para guru yang tidak pernah menyerah, meskipun bekerja di daerah yang jauh dari fasilitas memadai.

“Tapi saya salut dengan Bunda guru di sekolah itu. Walaupun mereka dulunya tak bergaji, tak punya gaji gitu kan. Tapi mereka tetap semangat pergi ke sekolah,” katanya dengan penuh rasa hormat.

Transformasi yang berhasil dicapai Rasita tidak terjadi dalam semalam. Diperlukan komitmen tinggi, kreativitas dalam mengelola sumber daya terbatas, dan yang terpenting adalah kepemimpinan yang visioner untuk mengubah kondisi sekolah dari yang memprihatinkan menjadi institusi pendidikan yang berkembang.

**Dampak Sistemik dan Inspirasi**

Keberhasilan Rasita dalam mentransformasi TK Kadabu Rapat memberikan dampak yang lebih luas. Sekolah yang kini lebih tertata dengan guru-guru yang sejahtera menjadi contoh konkret bahwa perubahan positif dapat dicapai meski berada di daerah terpencil dengan keterbatasan sumber daya.

Rasita berharap semangat dan model pengelolaan yang diterapkannya dapat menginspirasi pendidik lain di pelosok Indonesia. Kisahnya membuktikan bahwa kepemimpinan yang tepat dapat mengubah nasib sekolah dan meningkatkan martabat guru, bahkan di wilayah yang secara geografis


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Pendidikan Profesi Guru

Politik dan Ideologi PDI Perjuangan 2000 2009