Sejarah Gempa Merusak di Borneo: BMKG Tegaskan Kalimantan Bukan Zona Bebas Gempa

JAKARTA – Anggapan bahwa Kalimantan merupakan “wilayah bebas gempa” terbantahkan oleh catatan sejarah kegempaan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Data historis menunjukkan Pulau Borneo memiliki rekam jejak panjang aktivitas seismik signifikan yang menimbulkan kerusakan infrastruktur sejak 1921.

Meskipun aktivitas seismiknya lebih rendah dibanding Sumatera, Jawa, atau Sulawesi, Kalimantan tetap memiliki potensi gempa destruktif yang perlu diwaspadai.

**Tarakan Ditetapkan Sebagai Zona Paling Rawan**

Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menegaskan keberadaan sistem sesar aktif di Kalimantan yang dapat memicu guncangan signifikan. “Kalimantan bukan wilayah bebas gempa, dan potensi gempa merusak tetap ada, meskipun aktivitas seismiknya lebih rendah dibanding kawasan lain di Indonesia,” ungkapnya pada Jumat (7/11/2025).

Dari analisis data historis, Tarakan di Kalimantan Utara menjadi wilayah dengan tingkat kerawanan tertinggi. Aktivitas Sesar Tarakan telah memicu serangkaian gempa merusak secara berulang, termasuk kejadian pada 1923 (M 7,0), 1925, 1936 (M 6,5), dan terbaru 5 November 2025 (M 4,8) yang mengakibatkan kerusakan nyata bangunan di Kampung Empat dan Mamburungan.

**10 Gempa Destruktif dalam Sejarah Kalimantan**

Katalog Gempa BMKG mendokumentasikan sedikitnya 10 kejadian seismik signifikan yang menegaskan potensi bahaya di kawasan ini:

**1. Gempa dan Tsunami Sangkulirang (14 Mei 1921)**
Gempa pertama yang tercatat menimbulkan intensitas VII-VIII MMI, menyebabkan kerusakan berat pada bangunan. Tsunami susulan merusak wilayah pantai dan muara sungai di Sangkulirang, Kalimantan Timur.

**2. Gempa Tarakan Pertama (19 April 1923)**
Guncangan berkekuatan M 7,0 dengan intensitas VII-VIII MMI mengakibatkan kerusakan masif pada rumah-rumah dan retakan tanah di seluruh Tarakan.

**3. Gempa Tarakan Kedua (14 Februari 1925)**
Intensitas VI-VII MMI merusak banyak bangunan hunian di wilayah Tarakan.

**4. Gempa Tarakan Ketiga (28 Februari 1936)**
Magnitudo 6,5 kembali menimbulkan kerusakan struktur bangunan di kawasan yang sama.

**5. Gempa Pulau Laut (5 Februari 2008)**
Guncangan M 5,8 berpusat di Selat Makassar menimbulkan intensitas IV-V MMI, terasa hingga Kandangan dan Balikpapan. Dampaknya berupa retakan pada gedung perkantoran di Kotabaru.

**6. Gempa Tarakan Modern (21 Desember 2015)**
Magnitudo 6,1 merusak puluhan rumah warga di Tarakan, diikuti 16 kali gempa susulan. Guncangan dirasakan kuat di Nunukan dan Tanjung Selor.

**7. Gempa Kendawangan (24 Juni 2016)**
M 5,1 di lepas pantai Ketapang menimbulkan kerusakan ringan beberapa rumah, dipicu sesar aktif dasar laut yang belum terpetakan sebelumnya.

**8. Gempa Katingan (14 Juli 2018)**
M 4,2 dengan intensitas III-IV MMI menyebabkan satu rumah rusak ringan di wilayah Kalimantan Tengah.

**9. Gempa Banjar (13 Februari 2024)**
M 4,8 dari aktivitas Sesar Meratus merusak ratusan rumah di Kabupaten Banjar dan sekolah dasar di Banjarmasin. Intensitas V MMI terasa di Sambung Makmur dan Hatungun.

**10. Gempa Tarakan Terkini (5 November 2025)**
M 4,8 kedalaman 10 km menimbulkan kerusakan 2 rumah berat, 2 rumah sedang, serta 3 pusat perbelanjaan di Kampung Empat dan Mamburungan.

**Faktor Kerentanan: Kualitas Bangunan dan Kedekatan Episenter**

Kejadian gempa Tarakan November 2025 memberikan pembelajaran penting tentang destruktivitas gempa dangkal meskipun magnitudonya relatif kecil. Daryono menjelaskan bahwa kedekatan dengan permukiman dan kualitas konstruksi menjadi faktor determinan tingkat kerusakan.

“Kualitas bangunan masih menjadi faktor utama yang menentukan besarnya dampak,” tegas Daryono. “Pesan BMKG: masyarakat perlu memastikan bangunan tahan guncangan sesuai standar bangunan tahan gempa.”

**Implikasi untuk Perencanaan Pembangunan**

Data historis ini menjadi dasar penting bagi pemerintah daerah dalam penyusunan strategi mitigasi bencana. BMKG menekankan pentingnya literasi kebencanaan dan pemahaman sejarah kegempaan lokal, mengingat banyak wilayah di Kalimantan yang belum memiliki rekam data instrumental ekstensif.

Rangkaian kejadian seismik sejak 1923 hingga kini menunjukkan pola berulang yang memerlukan antisipasi sistematis dalam perencanaan infrastruktur dan tata ruang.

**Rekomendasi Mitigasi Struktural dan Non-struktural**

BMKG mendesak pemerintah daerah mengintegrasikan potensi gempa secara serius dalam rencana tata ruang dan pembangunan infrastruktur. Pendekatan proaktif diperlukan untuk meminimalkan risiko bencana di masa mendatang.

Dari aspek non-struktural, masyarakat perlu dibekali pengetahuan komprehensif mengenai prosedur keselamatan saat terjadi gempabumi. Edukasi publik tentang karakteristik seismik lokal menjadi kunci pengurangan korban dan kerusakan.

**Pentingnya Pemahaman Konteks Seismik Regional**

Meskipun aktivitas seismik Kalimantan lebih rendah dibanding wilayah lain di Indonesia, potensi destruktif tetap nyata, terutama untuk gempa dangkal di dekat permukiman padat. Pemahaman ini harus mengubah paradigma pembangunan yang selama ini menganggap Kalimantan sebagai zona relatif aman.

Data 104 tahun ini juga mengindikasikan bahwa beberapa sistem sesar di Kalimantan mungkin belum sepenuhnya teridentifikasi dan terpetakan, membuka peluang untuk penelitian geologi lebih mendalam guna mengidentifikasi potensi ancaman yang belum diketahui.

**Pentingnya Standardisasi Konstruksi**

Pengalaman gempa Tarakan terakhir yang menimbulkan


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Seri Sastra Dunia: Gempa Waktu

Kartu Aktivitas: Latihan Logika

Aktivitas Balita Cerdas: Pesta Ulang Tahun