JAKARTA – Sejarah kemerdekaan Indonesia menyimpan kisah multikulturalisme yang menarik, salah satunya terkait kepemilikan Gedung Kramat 106. Bangunan bersejarah yang menjadi lokasi Kongres Pemuda II dan pembacaan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 ternyata dimiliki oleh warga keturunan Tionghoa bernama Sie Kong Lian.
**Koreksi Nama dari Keluarga**
Catatan sejarah awal mencatat nama pemilik gedung sebagai Sie Kong Liong. Namun, validasi terbaru dari pihak keluarga mengungkapkan nama yang benar adalah Sie Kong Lian.
“Sebenarnya kepemilikannya berganti-ganti. Namun saat rumah itu dijadikan rumah kost bagi para pemuda yang menggalang Sumpah Pemuda, rumah itu dimiliki oleh seorang Tionghoa,” ungkap Hendra Kurniawan, dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Koreksi nama ini baru dilakukan pada 2018 setelah cucu dan cicit Sie Kong Lian aktif mencari informasi tentang sejarah keluarga mereka. Pihak keluarga kemudian menyampaikan klarifikasi kepada Museum Sumpah Pemuda, dan pengecekan pertanahan membenarkan bahwa properti tersebut diwariskan kepada anak Sie Kong Lian.
**Rumah Kost para Tokoh Pergerakan**
Gedung yang kini menjadi Museum Sumpah Pemuda ini sejak 1927 difungsikan sebagai tempat kost bagi para pemuda pergerakan. Berbagai organisasi pergerakan pemuda menggunakan rumah ini untuk aktivitas perjuangan kemerdekaan.
Mahasiswa yang pernah menghuni rumah kost tersebut antara lain Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi (Surabaya), Soerjadi (Jakarta), Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, Ferdinand Lumban Tobing, Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad Tamzil, Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan Katjasungkana.
**Minimnya Dokumentasi Tokoh Bersejarah**
Meskipun memiliki peran krusial dalam menyediakan tempat bagi pergerakan menuju kemerdekaan, dokumentasi tentang Sie Kong Lian sangat terbatas. Bahkan foto dirinya tidak tersimpan di Museum Sumpah Pemuda.
“Foto-fotonya pun tidak ada. Bahkan Museum Sumpah Pemuda tidak memiliki foto Sie Kong Lian ini,” kata Hendra Kurniawan.
Kelangkaan dokumentasi ini menjadi ironi sejarah mengingat rumah miliknya menjadi saksi lahirnya momentum bersejarah bangsa Indonesia.
**Simbol Multikulturalisme Indonesia**
Gedung Kramat 106 kini telah dihibahkan kepada negara dan berfungsi sebagai museum. Keberadaan bangunan ini menjadi bukti nyata bahwa nasionalisme Indonesia terbentuk dari keberagaman etnis dan budaya.
Hendra menekankan bahwa fakta sejarah ini menunjukkan kontribusi penting etnis Tionghoa dalam perjalanan kemerdekaan Indonesia. “Peran etnis Tionghoa menambah keberagaman dan bahwa nasionalisme kita dibentuk karena multikulturalisme,” tegas Hendra.
**Warisan Sejarah yang Terabaikan**
Kisah Sie Kong Lian mencerminkan banyaknya tokoh lintas etnis yang berkontribusi dalam sejarah Indonesia namun kurang terdokumentasi dengan baik. Keterlibatan warga Tionghoa dalam menyediakan fasilitas bagi pergerakan pemuda menunjukkan bahwa perjuangan kemerdekaan melibatkan seluruh komponen masyarakat.
**Pentingnya Preservasi Sejarah Multikultural**
Kasus minimnya dokumentasi Sie Kong Lian menjadi pengingat pentingnya preservasi sejarah yang inklusif. Banyak kontribusi dari berbagai etnis dalam perjalanan bangsa yang perlu digali dan didokumentasikan lebih baik.
Museum Sumpah Pemuda sebagai institusi penjaga sejarah perlu terus berupaya melengkapi koleksi dan informasi tentang tokoh-tokoh lintas etnis yang berperan dalam kemerdekaan Indonesia.
**Relevansi dengan Kehidupan Berbangsa**
Sejarah kepemilikan Gedung Kramat 106 oleh Sie Kong Lian memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya persatuan dalam keberagaman. Fakta bahwa tempat lahirnya Sumpah Pemuda dimiliki oleh warga keturunan Tionghoa menguatkan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Hal ini juga menjadi refleksi bahwa identitas kebangsaan Indonesia tidak dibatasi oleh latar belakang etnis, melainkan dibangun atas dasar komitmen bersama untuk kemerdekaan dan kemajuan bangsa.
Warisan sejarah ini mengingatkan generasi saat ini akan pentingnya menjaga toleransi dan menghargai kontribusi semua komponen bangsa dalam membangun Indonesia.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait:
Seri Tempo: Daud Beureueh, Pejuang Kemerdekaan yang Berontak