Studi: Alam Semesta Ternyata Sudah Memasuki Fase Melambat

SEOUL – Penelitian revolusioner dari Universitas Yonsei mempertanyakan konsensus kosmologi tiga dekade terakhir tentang percepatan ekspansi alam semesta. Tim yang dipimpin Profesor Young-Wook Lee menemukan indikasi kuat bahwa alam semesta mungkin telah memasuki fase deselerasi, bukan lagi mengalami percepatan seperti yang diyakini para astronom sejak akhir 1990-an.

Temuan ini berpotensi mengubah pemahaman fundamental tentang energi gelap dan evolusi kosmik secara keseluruhan.

**Bias pada “Lilin Standar” Kosmik**

Selama hampir 30 tahun, supernova Tipe Ia dijadikan acuan utama untuk mengukur jarak kosmik karena dianggap memiliki tingkat kecerahan yang konsisten. Observasi terhadap ledakan bintang ini menjadi dasar keyakinan bahwa alam semesta mengembang dengan kecepatan yang terus bertambah.

Namun, riset terbaru dari Yonsei University mengungkap kelemahan mendasar dalam asumsi tersebut. Tim peneliti menemukan bahwa usia bintang induk supernova secara signifikan mempengaruhi tingkat kecerahan ledakannya.

Analisis terhadap 300 galaksi inang supernova menunjukkan pola yang konsisten: supernova dari bintang muda cenderung lebih redup, sementara ledakan dari bintang tua justru lebih terang. Korelasi ini dikonfirmasi dengan tingkat kepercayaan 99,999 persen.

**Revisi Interpretasi Data Observasi**

“Penelitian kami menunjukkan bahwa alam semesta saat ini justru sudah memasuki fase ekspansi yang melambat, dan energi gelap mungkin berevolusi jauh lebih cepat dari perkiraan sebelumnya,” ungkap Profesor Lee.

Temuan ini mengimplikasikan bahwa kecerahan supernova yang lebih redup di kejauhan tidak semata-mata disebabkan oleh ekspansi kosmik, tetapi juga dipengaruhi karakteristik astrofisika bintang asalnya. Faktor bias usia ini selama ini terabaikan dalam kalkulasi kosmologi.

Setelah koreksi bias usia diterapkan, data supernova tidak lagi sesuai dengan model kosmologi standar Lambda Cold Dark Matter (ΛCDM), yang mengandalkan konstanta kosmologis tetap untuk menjelaskan energi gelap.

**Konsistensi dengan Pengamatan Independen**

Hasil koreksi justru menunjukkan kesesuaian yang lebih baik dengan model baru yang dikembangkan proyek Dark Energy Spectroscopic Instrument (DESI), berdasarkan data Baryon Acoustic Oscillations (BAO) dan Cosmic Microwave Background (CMB).

Kombinasi data supernova terkoreksi dengan pengamatan BAO dan CMB menghasilkan kesimpulan mengejutkan: energi gelap mengalami pelemahan seiring waktu, dan alam semesta kini tidak lagi dalam fase percepatan ekspansi.

“Dalam proyek DESI, hasil utama menunjukkan alam semesta masih mempercepat, tapi akan melambat di masa depan. Namun, setelah kami melakukan koreksi bias usia, analisis kami menunjukkan perlambatan itu sudah terjadi sekarang,” jelas Profesor Lee.

**Verifikasi Metodologi dan Pengujian Lanjutan**

Untuk memvalidasi temuan kontroversial ini, tim Yonsei melakukan tes independen menggunakan hanya supernova dari galaksi muda dengan usia bintang yang homogen di berbagai rentang jarak. Pendekatan “evolusi-bebas” ini bertujuan menghilangkan bias usia secara total.

“Hasil awalnya sudah mendukung kesimpulan utama kami,” kata Profesor Chul Chung dari Universitas Yonsei. Metodologi ini memberikan validasi independen terhadap hipotesis perlambatan ekspansi kosmik.

**Implikasi untuk Model Energi Gelap**

Jika dikonfirmasi, temuan ini menggugat pemahaman fundamental tentang energi gelap sebagai kekuatan penggerak percepatan kosmik. Energi gelap—yang dipercaya sebagai 68 persen komposisi alam semesta—mungkin tidak bersifat konstan seperti asumsi model ΛCDM.

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa energi gelap dapat berevolusi dan melemah seiring waktu, bertentangan dengan paradigma “anti-gravitasi kosmik” yang stabil. Perubahan ini akan memerlukan revisi mendasar terhadap teori kosmologi modern.

**Prospek Observasi Masa Depan**

Dalam lima tahun mendatang, Observatorium Vera C. Rubin diproyeksikan akan mengidentifikasi lebih dari 20.000 galaksi inang supernova baru. Data masif ini, dikombinasikan dengan teknik pengukuran usia yang lebih presisi, akan memungkinkan pengujian teori kosmologi dengan akurasi yang belum pernah dicapai.

Peningkatan kuantitas dan kualitas data observasional ini akan menjadi ujian definitif bagi hipotesis perlambatan ekspansi yang dikemukakan tim Yonsei.

**Konteks Historis dan Revolusi Paradigma**

Sejak penemuan energi gelap pada 1998 yang meraih Nobel Fisika 2011, komunitas ilmiah beroperasi dengan asumsi bahwa alam semesta terus mengalami percepatan ekspansi. Paradigma ini menjadi fondasi kosmologi modern selama seperempat abad.

Jika penelitian Korea Selatan ini terbukti akurat, maka dunia fisika harus merevisi secara fundamental pemahaman tentang evolusi kosmik. Pergeseran dari percepatan ke perlambatan ekspansi akan menjadi salah satu revolusi terbesar dalam sejarah kosmologi.

**Implikasi Jangka Panjang**

Perlambatan ekspansi alam semesta akan mengubah prediksi tentang nasib kosmik jangka panjang. Skenario “Big Rip” yang memprediksi percepatan tak terbatas hingga merobek struktur materi akan perlu digantikan model evolusi yang berbeda.

Pemahaman baru ini juga akan mempengaruhi penelitian tentang konstanta fundamental fisika dan kemungkinan variabilitas energi gelap dalam skala waktu kosmologis.

**Publikasi dan Peer Review**

Makalah penelitian lengkap telah diterbitkan dalam jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, publikasi peer-review terkemuka dalam bidang astronomi dan astrofisika. Proses review yang ketat mengindikasikan metodologi dan temuan penelitian telah memenuhi standar ilmiah internasional.

Namun, mengingat implikasi revolusioner dari hasil ini, diperlukan replikasi dan validasi independen dari grup peneliti lain sebelum konsensus ilmiah baru dapat terbentuk. Komunitas kosmologi global kini menantikan konfirmasi atau bantahan terhadap hipotesis perlambatan ekspansi alam semesta ini.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Pergulatan Transisi Energi Berkeadilan: Satu Isu Beragam Dilema

Perencanaan Pembangunan, Keuangan, dan Transisi Energi Daerah