UTRECHT – Studi terbaru mengungkap kemungkinan tak terduga bahwa pencairan es Antarktika Barat justru dapat mencegah keruntuhan total Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC), sistem arus laut yang menjaga kehangatan Eropa. Meski demikian, para ilmuwan menekankan ini bukan kabar gembira mutlak karena dampak perubahan iklim tetap mengancam.
**Sistem Vital yang Menghangatkan Eropa**
AMOC merupakan sistem sirkulasi yang mengangkut air hangat permukaan dari kawasan tropis menuju Eropa utara. Di wilayah tersebut, air mendingin dan tenggelam ke dasar laut sebelum mengalir balik ke selatan menuju Antarktika.
Arus ini mentransfer 1,2 petawatt energi panas – setara output sejuta pembangkit listrik – yang membuat Eropa jauh lebih hangat dibanding Labrador atau Siberia yang berada di garis lintang serupa.
Permasalahan muncul ketika air tawar ringan dari lelehan es Greenland menghambat proses tenggelamnya air AMOC yang asin dan padat, sehingga melambatkan sirkulasi. Jika AMOC lumpuh sepenuhnya, suhu musim dingin di Eropa utara berpotensi mencapai hampir -50 derajat Celsius.
**Islandia Sebut Ancaman Eksistensial**
Pekan ini, Islandia bahkan menyatakan potensi shutdown AMOC sebagai ancaman keamanan “eksistensial”. Dampak lanjutan meliputi kenaikan muka laut di sepanjang pantai timur Amerika Serikat dan intensifikasi kekeringan di Afrika.
**Timing Pencairan Menentukan Nasib**
Penelitian yang dipublikasikan di Science Advances menyimpulkan bahwa risiko keruntuhan AMOC tetap tinggi – mencapai 25 persen – meski target nol emisi karbon tercapai pada 2075.
Sacha Sinet dari Utrecht University dan tim melalui simulasi menemukan bahwa waktu pencairan menjadi faktor kunci. Jika air lelehan Antarktika tiba bersamaan dengan puncak lelehan Greenland, hal ini justru akan mempercepat keruntuhan AMOC.
Namun, jika air Antarktika tiba sekitar 1.000 tahun sebelum puncak pencairan Greenland, AMOC akan melemah selama beberapa ratus tahun namun kemudian pulih dalam 3.000 tahun berikutnya.
**Mekanisme Stabilisasi yang Kompleks**
Dalam skenario tersebut, AMOC masih akan turun hingga 60 persen dan pemulihan penuh memerlukan waktu 3.000 tahun. Meski demikian, pencairan Antarktika yang lebih dini dapat mencegah kolaps total dan mempercepat proses pemulihan.
“Saya cenderung mengatakan, jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa AMOC akan runtuh,” kata Sinet. “Namun hal-hal yang saya tunjukkan di sini tidak mengubah banyak hal yang akan terjadi selama abad mendatang.”
Mekanisme stabilisasi ini diduga terjadi karena air tawar Greenland menggeser titik tenggelamnya air asin AMOC ke arah selatan. Arus kemudian memperoleh kembali kekuatan seiring meredanya air lelehan dari Antarktika.
**Terobosan Riset, Bukan Konsolasi**
Louise Sime dari British Antarctic Survey mengakui temuan ini sebagai terobosan. “Saya tidak menyangka kita mengetahui sampai penelitian ini bahwa ada kemungkinan perubahan di Antarktika berpotensi mengubah begitu banyak dampak pencairan lapisan es Greenland pada AMOC.”
Meski demikian, Sinet mengingatkan bahwa meski lelehan drastis Antarktika Barat mencegah keruntuhan AMOC, hal ini tetap menyebabkan kenaikan permukaan laut hingga tiga meter yang akan menenggelamkan kota-kota pesisir.
Stefan Rahmstorf dari University of Potsdam, Jerman, menekankan bahwa ini bukanlah konsolasi. “Sayangnya, satu bencana yang mungkin dapat mengurangi risiko bencana lain bukanlah penghiburan.”
**Implikasi untuk Kebijakan Iklim**
Temuan ini memberikan perspektif baru dalam memahami interaksi kompleks sistem iklim global. Meski Antarktika Barat berpotensi “menyelamatkan” AMOC, dampak keseluruhan perubahan iklim tetap memerlukan upaya mitigasi serius.
Penelitian ini menunjukkan bahwa nasib sistem iklim global bergantung pada timing dan interaksi berbagai faktor, bukan hanya volume pencairan es. Hal ini menekankan pentingnya pemahaman holistik terhadap sistem Bumi dalam merumuskan strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: