Apakah Anda merasa lagu-lagu hits saat ini terdengar lebih melankolis dibanding era musik masa lalu? Ternyata intuisi tersebut didukung oleh data ilmiah. Riset terbaru dari psikolog Universitas Wina yang dipublikasikan dalam jurnal Scientific Reports membuktikan bahwa musik populer selama lima dekade terakhir memang secara objektif menjadi lebih suram.
Menggunakan algoritma canggih, tim peneliti menganalisis lirik dari 20.186 lagu yang pernah masuk Billboard Hot 100 dalam periode 1973-2023.
**Temuan Mengejutkan: Lirik Sederhana, Emosi Negatif**
“Hasil analisis menunjukkan adanya peningkatan substansial dalam penggunaan bahasa negatif dan terkait stres selama lima dekade terakhir,” ungkap peneliti dalam laporan mereka.
Selain aspek emosional, riset ini juga mengungkap bahwa lirik lagu-lagu hits di Amerika Serikat menjadi semakin sederhana dari tahun ke tahun. Tren ini seiring dengan meningkatnya laporan kasus depresi dan gangguan kecemasan di masyarakat.
**Pola Serupa di Media Lain**
Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan kecenderungan serupa pada media berita dan karya fiksi. Nada negatif tampaknya menjadi karakteristik umum berbagai bentuk konten populer kontemporer.
**Paradoks di Masa Krisis**
Namun, penelitian ini mengungkap fenomena tak terduga. Meski musik secara umum menjadi lebih kelam, peristiwa traumatis besar seperti pandemi Covid-19 justru tidak memperparah tren tersebut.
“Secara mengejutkan, guncangan sosial seperti Covid-19 justru bertepatan dengan pelemahan tren (negatif) tersebut, yang menunjukkan adanya preferensi masyarakat terhadap musik yang berlawanan dengan emosi saat itu,” tulis tim peneliti.
**Musik sebagai Mekanisme Coping**
Alih-alih menjadi lebih suram saat krisis, industri musik justru cenderung menghasilkan lagu-lagu yang lebih positif dengan lirik yang lebih kompleks di masa-masa sulit. Para peneliti meyakini hal ini mencerminkan peran vital musik sebagai alat untuk memproses dan menghadapi realitas yang menantang.
**Refleksi Kondisi Psikologis Zaman**
Meskipun bersifat observasional dan tidak membuktikan hubungan sebab-akibat yang pasti, temuan ini menegaskan bahwa musik merupakan cermin kondisi psikologis suatu era.
“Analisis ini tetap bersifat observasional, sehingga perbedaan yang diamati sebelum dan sesudah peristiwa besar mewakili asosiasi temporal, bukan efek kausal yang pasti,” jelas tim peneliti.
**Metodologi Penelitian**
Peneliti menggunakan teknik analisis sentimen berbasis machine learning untuk mengkategorikan emosi dalam lirik. Algoritma ini mampu mengidentifikasi nuansa emosional dengan tingkat akurasi tinggi, memberikan gambaran objektif tentang perubahan mood musik populer.
**Implikasi Sosial**
Tren negatifitas dalam musik populer mungkin mencerminkan kondisi psikososial masyarakat modern yang menghadapi berbagai tekanan, dari perubahan ekonomi hingga ketidakpastian global.
**Kompleksitas vs Kesederhanaan**
Penurunan kompleksitas lirik dapat mengindikasikan perubahan cara konsumsi musik di era digital, di mana lagu-lagu pendek dengan pesan sederhana lebih mudah viral di platform streaming dan media sosial.
**Fungsi Terapeutik Musik**
Terlepas dari konten yang semakin sederhana atau bernada sedih, musik tetap memainkan peran penting sebagai outlet emosional bagi pendengarnya untuk bertahan menghadapi tekanan kehidupan modern.
**Konteks Industri Musik**
Perubahan ini juga dapat dikaitkan dengan evolusi industri musik, dari era album physical hingga dominasi streaming yang mengutamakan single tracks dengan daya tarik instan.
**Relevansi Global**
Meski penelitian fokus pada Billboard Hot 100 Amerika Serikat, temuan ini kemungkinan mencerminkan tren global, mengingat pengaruh musik Amerika terhadap industri musik worldwide.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait:
Pak Presiden Menyanyi: Esai tentang Karya Musik dan Puisi SBY