JAKARTA – Langit Indonesia akan dipermanis kehadiran Beaver Moon, julukan untuk bulan purnama November yang sekaligus menjadi supermoon paling besar dan terang sepanjang 2025. Puncak fenomena astronomi ini terjadi pada Selasa, 4 November 2025 pukul 20.19 WIB.
Masyarakat Indonesia dapat menyaksikan spektakel langit terbaik pada senja Selasa dan malam Rabu, ketika bulan tampak sempurna bercahaya di arah timur.
**Mekanisme Terbentuknya Supermoon**
Orbit bulan mengelilingi Bumi berbentuk elips, bukan lingkaran sempurna. Kondisi ini menciptakan variasi jarak antara Bumi dan bulan, dengan titik terdekat disebut perigee dan terjauh bernama apogee.
Supermoon terjadi ketika fase purnama bersamaan dengan posisi perigee bulan. NASA menyebutkan supermoon dapat tampak 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang dibandingkan bulan purnama paling redup dalam setahun.
Beaver Moon 2025 mencapai jarak sekitar 357.000 kilometer dari Bumi, posisi terdekat sejak 2019. Shannon Schmoll, Direktor Abrams Planetarium Michigan State University, menjelaskan bahwa “perbedaan ukuran ini sebenarnya tidak selalu kasat mata, tapi kecerahannya bisa sangat terasa.”
**Siklus Supermoon Berturut-turut**
Fenomena ini merupakan supermoon kedua dari empat kejadian berturut-turut yang berlangsung dari musim gugur 2025 hingga awal 2026. Rangkaian ini akan ditutup oleh “Christmas Supermoon” pada Desember 2026.
**Waktu Optimal Observasi**
Meski puncak kecerahan terjadi sore hari 4 November, pengamatan tetap dapat dilakukan hingga malam berikutnya. Bulan akan terbit sekitar 30 menit setelah matahari tenggelam, menampilkan cahaya kekuningan lembut yang menggantung rendah di langit timur.
**Dampak Terhadap Pasang Surut**
Lawrence Wasserman, astronom Lowell Observatory, menjelaskan bahwa “Supermoon dapat menyebabkan pasang laut sedikit lebih tinggi karena bulan lebih dekat ke Bumi, tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan.”
Fenomena ini terjadi karena gravitasi bulan dan matahari saling memperkuat saat fase purnama, memicu pasang maksimum atau “spring tide.”
**Sejarah Penamaan Beaver Moon**
Tradisi penamaan bulan purnama di Amerika berdasarkan siklus musiman dan perilaku hewan. “Beaver Moon” berasal dari periode ketika berang-berang mulai mempersiapkan sarang menjelang musim dingin.
November juga menandai puncak musim berburu berang-berang dan perdagangan bulu di Amerika Utara, sehingga bulan ini identik dengan persiapan menghadapi musim dingin.
Menurut ahli budaya Arlene B. Hirschfelder dan Martha Kreipe de Montaño, masyarakat adat Amerika memberikan nama berdasarkan dinamika alam sekitar. Alternatif nama November mencakup “Frosty Moon” (Bulan Beku), “Deer Rutting Moon” (Bulan Rusa Kawin), atau “Whitefish Moon” (Bulan Ikan Putih).
**Genetika Istilah Supermoon**
Istilah “supermoon” relatif modern, diperkenalkan astrolog Amerika Richard Nolle pada 1979. Ia mendefinisikannya sebagai bulan baru atau purnama yang terjadi dalam 10 persen jarak terdekat dengan Bumi.
Popularitas istilah ini menyebar global, meski sebagian astronom menganggapnya terlalu sensasional. “Sebagian ilmuwan lebih suka menyebutnya ‘perigee full moon’ ketimbang supermoon, karena istilah terakhir cenderung bersifat berlebihan,” tulis Deborah Byrd dan Marcy Curran dari EarthSky.
**Ilusi Optik dan Persepsi Visual**
Ketika muncul di cakrawala, bulan tampak sangat besar karena ilusi optik yang membuatnya seolah mendekat ke Bumi. Padahal, ukuran fisik tetap sama. Efek ini menciptakan perasaan kagum dan keterhubungan emosional dengan langit malam.
**Signifikansi Kosmik dan Budaya**
Supermoon bukan sekadar tontonan indah, tetapi pengingat tentang keteraturan kosmos. Gerakan presisi Bumi-bulan mengatur pasang surut, mempengaruhi iklim, dan menjadi dasar kalender manusia selama ribuan tahun.
“Bulan purnama penuh kali ini terjadi hanya sembilan jam setelah titik terdekatnya dengan Bumi—sebuah keselarasan sempurna yang menunjukkan betapa presisinya sistem tata surya kita,” lapor NASA.
**Konvergensi Sains dan Tradisi**
Beaver Moon merepresentasikan pertemuan antara sains modern dan tradisi kuno. Perhitungan orbit yang presisi bertemu dengan cerita rakyat tentang waktu dan musim, menciptakan jembatan antara pengetahuan ilmiah dan warisan budaya.
**Nilai Edukasi Astronomi**
Fenomena ini memberikan kesempatan pendidikan publik tentang mekanika orbital dan dynamika sistem Bumi-bulan. Observasi langsung memfasilitasi pemahaman konsep abstrak melalui pengalaman visual konkret.
**Dokumentasi dan Fotografi**
Supermoon menawarkan peluang fotografi astronomi yang accessible bagi amatir. Kontras antara ukuran visual yang membesar dengan latar belakang lansekap menciptakan komposisi dramatis.
**Konteks Iklim dan Cuaca**
Indonesia yang memasuki musim penghujan memerlukan strategi observasi yang fleksibel. Tutupan awan dapat mengurangi visibilitas, sehingga pengamat perlu mencari celah cuaca atau lokasi dengan kondisi atmosfer lebih baik.
**Legacy Astronomi Budaya**
Tradisi penamaan bulan mencerminkan hubungan intim antara manusia dan siklus lunar. Berbagai budaya mengembangkan sistem kalendar berbasis bulan yang mencerminkan kondisi lokal dan aktivitas musiman.
**Implikasi Jangka Panjang**
Studi supermoon berkontribusi pada pemahaman evolusi orbit bulan dan interaksi gravitasional kompleks dalam sistem Bumi-bulan-matahari. Data ini penting untuk prediksi astronomi jangka panjang.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait:
Seri Nat Geo: Mengapa Tidak? 1.111 Jawaban Beraneka Pertanyaan