WELLINGTON – Pasar produk berprotein tinggi kini membludak: mulai dari snack bar, yogurt, es krim, hingga air minum kemasan. Didorong tren konsumen yang meluas dan promosi dari fitness influencer, suplemen protein menjadi industri bernilai puluhan miliar dolar AS.
Protein memang esensial, namun berapa banyak yang sesungguhnya dibutuhkan tubuh masih menjadi perdebatan hangat di kalangan ilmuwan dan masyarakat umum.
**Perdebatan Pedoman vs Media Sosial**
Di satu sisi, pedoman resmi kesehatan menyarankan asupan minimum sekitar 0,8 gram per kilogram berat badan per hari. Namun di sisi lain, narasi yang berkembang di media sosial mendorong konsumsi hingga dua kali lipat dari jumlah tersebut.
Katherine Black, ahli gizi olahraga di University of Otago, Selandia Baru, mengaku frustrasi karena rekomendasi protein yang sangat tinggi yang beredar di media sosial.
“Sangat membuat frustrasi, karena tidak ada bukti untuk mendukung klaim yang mereka buat,” kata Katherine Black dikutip dari jurnal Nature.
Black menekankan bahwa kebutuhan protein setiap orang bervariasi dan dapat berubah sepanjang hidup. Namun, obsesi terhadap bubuk protein dan makanan yang diperkaya protein sebagian besar didorong oleh pemasaran yang agresif.
**Industri Pemicu Mitos Protein Berlebihan**
Fernanda Marrocos, peneliti spesialis gizi dari University of São Paulo di Brasil, menambahkan bahwa obsesi ini dipicu oleh industri.
“Mitos peningkatan kebutuhan protein telah meresap ke dalam imajinasi populer, termasuk di kalangan profesional kesehatan, dan telah diperkuat secara nyaman oleh industri makanan,” ujar Fernanda Marrocos.
**RDA Sebagai Batas Minimum, Bukan Target Optimal**
Riset untuk menentukan kebutuhan protein telah dilakukan selama lebih dari satu abad, menggunakan metode keseimbangan nitrogen. Rekomendasi Asupan Diet (RDA) terbaru dari AS (2005) menetapkan 0,8 gram per kilogram berat badan per hari—jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan 97-98 persen orang sehat.
Namun, banyak ilmuwan setuju bahwa RDA hanyalah batas minimum, bukan target optimal.
“RDA bukanlah target; itu hanyalah minimum yang tampaknya mencegah defisiensi yang terdeteksi,” kata Donald Layman, peneliti kebutuhan protein di University of Illinois Urbana–Champaign.
Layman menyarankan bahwa kisaran optimal berada antara 1,2-1,6 gram protein per kilogram berat badan per hari. Angka yang lebih tinggi ini sangat penting bagi grup tertentu.
**Kelompok dengan Kebutuhan Protein Lebih Tinggi**
**Lansia**: Lansia sering mengalami kehilangan massa otot. Studi menunjukkan lansia yang mengonsumsi sekitar 1,1 gram per kilogram berat badan kehilangan 40 persen lebih sedikit massa otot dibandingkan mereka yang mengonsumsi 0,7 gram.
**Atlet**: Bagi orang dewasa sehat yang terlibat dalam latihan resistensi seperti angkat beban, meningkatkan protein hingga 1,6 gram per kilogram per hari dapat meningkatkan perolehan otot dan kekuatan.
Namun, meningkatkan protein melampaui 1,6 gram per kilogram per hari tidak memberikan manfaat tambahan. Rekomendasi influencer yang menyarankan 2,2 gram per kilogram, menurut peneliti Nicholas Burd, berlebihan.
“Anda hanya menciptakan sistem yang tidak efisien, tubuh menjadi sangat pandai menyia-nyiakan protein makanan,” tambah Burd.
**Debat Kualitas: Protein Hewani vs Nabati**
Perdebatan tidak berhenti pada kuantitas, tetapi juga kualitas. Tubuh manusia membutuhkan 20 asam amino, 9 di antaranya “esensial” dan hanya bisa diperoleh dari makanan.
Protein hewani menyediakan keseimbangan asam amino esensial yang ideal. Sementara protein nabati, meskipun mengandung asam amino esensial, proporsinya disesuaikan untuk kebutuhan tanaman. Ini berarti, untuk memenuhi kebutuhan asam amino hanya dari sumber nabati, diperlukan variasi makanan yang jauh lebih besar.
Layman mengkritik pedoman diet yang menyamakan sumber protein. Contohnya, 14 gram almond seharusnya menggantikan 28 gram dada ayam. Namun, penelitian menyarankan sebenarnya dibutuhkan lebih dari 115 gram almond untuk menyamai 28 gram dada ayam.
**Perlunya Analisis Kualitas Protein**
Robert Wolfe, peneliti metabolisme otot, berpendapat pedoman diet harus memasukkan analisis kualitas protein, termasuk keseimbangan asam amino dan tingkat daya cerna.
Meskipun demikian, American Heart Association merekomendasikan untuk memprioritaskan protein nabati karena lemak jenuh dalam daging merah meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan tingginya biaya lingkungan dari produksi daging.
**Solusi Praktis untuk Konsumen**
Burd menyimpulkan, jika diet Anda mencakup setidaknya sebagian protein hewani, Anda kemungkinan akan mendapatkan semua asam amino esensial.
“Mencapai manfaat yang sama dari nabati saja dimungkinkan, tetapi di sinilah suplemen bisa bermanfaat karena lebih sulit untuk mencapai keseimbangan itu hanya dari tumbuhan,” katanya.
**Kesimpulan Ilmiah**
Perdebatan ini menunjukkan pentingnya pendekatan berbasis bukti dalam menentukan kebutuhan protein. Sementara media sosial mempromosikan konsumsi protein ekstrem tanpa dasar ilmiah yang kuat, penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang dapat memenuhi kebutuhan protein optimal dengan kisaran 1,2-1,6 gram per kilogram berat badan per hari.
Konsumen perlu lebih kritis terhadap klaim-klaim di media sosial dan berkonsultasi dengan ahli gizi profesional untuk menentukan kebutuhan protein personal yang sesuai dengan kondisi kesehatan, usia, dan tingkat aktivitas fisik masing-masing.
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: