Pernahkah Anda merasakan lagu yang sama terdengar berbeda ketika diputar di ruangan dengan pencahayaan tertentu? Penelitian terkini menunjukkan bahwa warna cahaya dalam ruangan dapat mempengaruhi cara kita merasakan musik—mulai dari lagu yang riang hingga yang bersuasana sedih.
Studi ini menemukan bahwa cahaya putih hangat membuat musik yang enerjik terasa lebih menyenangkan, sementara cahaya biru lebih sesuai untuk lagu-lagu melankolik. Temuan ini membuka wawasan baru bahwa pengalaman mendengarkan musik tidak hanya ditentukan oleh suara, tetapi juga oleh lingkungan visual di sekitarnya.
**Interaksi Musik, Cahaya, dan Emosi**
Riset ini dipimpin oleh Dongwoo (Jason) Yeom, profesor arsitektur dari Clemson University, Amerika Serikat. Selama ini, Yeom dikenal meneliti bagaimana pencahayaan arsitektural di ruang sehari-hari mempengaruhi suasana hati, kenyamanan, dan kesejahteraan manusia.
Dalam proyek ini, Yeom berkolaborasi dengan ahli kognisi musik dan desain pencahayaan dari dua universitas negeri besar lainnya. Tujuannya sederhana namun penting: menguji apakah warna cahaya dalam ruangan dapat mengubah emosi yang dirasakan pendengar saat menikmati musik pop.
Penelitian ini juga mengisi kekosongan dalam studi musik sebelumnya, yang umumnya hanya mengukur emosi pendengar tanpa mempertimbangkan kondisi ruang tempat musik dinikmati.
**Metode Penelitian yang Ketat**
Untuk memastikan hasil yang akurat, para peneliti mengubah sebuah ruangan kampus menjadi laboratorium mendengarkan musik tertutup. Ruangan ini dilengkapi dengan 12 lampu LED pintar yang dapat diatur warnanya, serta sistem pengendalian suhu yang ketat.
Setiap sesi eksperimen menggunakan satu kondisi pencahayaan: putih hangat, putih dingin, merah, atau biru, yang menyinari ruangan secara merata.
Peserta—sebanyak 22 orang dewasa—diberi waktu 15 menit untuk beradaptasi dengan cahaya sebelum mendengarkan potongan musik berdurasi satu menit. Setelah itu, mereka diminta menilai seberapa positif perasaan yang muncul dari musik tersebut dalam skala 1-10, serta menilai apakah warna cahaya terasa “cocok” dengan lagu yang diputar.
**Musik Ceria Lebih Hidup dengan Cahaya Hangat**
Hasilnya cukup konsisten. Saat musik bersuasana bahagia diputar, cahaya putih hangat menghasilkan respons emosional paling kuat. Sebaliknya, cahaya merah justru melemahkan perasaan positif pendengar.
Analisis statistik menunjukkan bahwa skor emosi di bawah cahaya putih hangat lebih tinggi dibanding cahaya biru atau merah, sementara putih dingin berada di posisi tengah.
Menariknya, meskipun putih dingin masih dianggap “layak”, banyak peserta menilai warna ini kurang pas secara emosional untuk lagu-lagu ceria.
**Panduan Ilmiah untuk Desain Pencahayaan**
“Banyak tempat hiburan sudah menggunakan LED yang dapat berubah warna, tetapi tanpa dasar ilmiah tentang warna mana yang benar-benar membentuk emosi. Studi kami memberikan panduan yang lebih jelas agar pencahayaan dapat dirancang secara lebih sadar dan mendukung emosi,” ungkap Jae Yong Suk, profesor desain yang memimpin pusat riset pencahayaan besar di California.
**Cahaya Biru untuk Nuansa Melankolik**
Untuk musik bersuasana sedih, hasilnya berbeda. Cahaya merah kembali mendapat nilai terendah, sementara perbedaan emosi antara cahaya biru, putih hangat, dan putih dingin relatif kecil.
Namun, saat peserta diminta menilai kecocokan cahaya dengan musik, cahaya biru menempati posisi teratas untuk lagu-lagu sedih.
Pola ini sejalan dengan berbagai riset sebelumnya yang menunjukkan bahwa lingkungan berwarna merah cenderung meningkatkan ketegangan dan kecemasan, sedangkan warna dingin seperti biru memberikan efek menenangkan.
**Regulasi Emosi Melalui Musik dan Cahaya**
Para peneliti menyebut konsep ini sebagai “music emotion regulation”, yaitu cara musik membantu mengatur emosi seseorang. Banyak orang secara sadar memilih lagu yang sesuai dengan suasana hati mereka.
Tinjauan besar terhadap 47 studi sebelumnya menunjukkan bahwa riset di bidang ini lebih banyak fokus pada aktivitas mendengarkan, bukan memainkan musik. Salah satu studi sehari-hari bahkan menemukan bahwa pendengar cenderung memilih musik yang “sejalan” dengan situasi emosional mereka saat itu.
Masalah muncul ketika warna dan tingkat terang cahaya justru bertentangan dengan nuansa musik. Dalam kondisi ini, otak menerima sinyal emosional yang saling bertabrakan.
**Implikasi untuk Venue Hiburan**
Banyak panggung konser dan venue hiburan kini mengandalkan LED. Namun, riset ini menunjukkan bahwa pilihan warna lampu dapat mengarahkan emosi penonton secara cukup konsisten.
Untuk pertunjukan yang enerjik dan ceria, cahaya putih hangat atau nuansa amber dinilai lebih efektif, terutama jika faktor keselamatan dan visibilitas menjadi pertimbangan. Sebaliknya, membanjiri momen klimaks konser dengan cahaya biru justru berpotensi meredam euforia.
Kesimpulannya, pencahayaan sebaiknya tidak diperlakukan sebagai elemen tambahan, melainkan bagian integral dari pengalaman emosional.
**Aplikasi di Berbagai Ruang**
Prinsip yang sama juga dapat diterapkan di luar auditorium—mulai dari ruang keluarga, sudut mendengarkan musik dengan headphone, hingga ruang gaming. Misalnya, untuk acara berkumpul, lampu meja bersuasana hangat dengan intensitas rendah dapat mendukung musik enerjik dan rasa kebersamaan.
Sebaliknya, musik yang lebih pelan dan reflektif mungkin terasa lebih “dalam” di bawah cahaya yang lebih dingin dan redup.
**Potensi di Fasilitas Kesehatan**
Peneliti juga menyoroti potensi penerapan di panti perawatan jangka panjang dan rumah sakit, di mana musik sering digunakan untuk kenyamanan pasien. Mengombinasikan program musik dengan pencahayaan yang tepat dinilai dapat membantu relaksasi, kualitas tidur, hingga kewaspadaan pasien.
**Keterbatasan dan Penelitian Lanjutan**
Meski menjanjikan, penelitian ini memiliki keterbatasan. Jumlah partisipan hanya 22 orang dewasa, sehingga hasilnya belum tentu berlaku untuk anak-anak atau lansia. Selain itu, riset ini hanya menguji
Sumber: Kompas.com
Buku Terkait: