Waktu dan Cara Foto Supermoon Emas 5 November Hanya dengan HP

JAKARTA – Fenomena Supermoon Beaver atau Supermoon Emas pada 5 November 2025 menawarkan kesempatan langka menyaksikan bulan purnama terbesar dan paling terang sepanjang tahun. Meski puncak fase purnama terjadi pada waktu yang telah ditentukan secara astronomi, timing optimal untuk observasi visual berbeda dari perhitungan ilmiah.

Astronom Indonesia memberikan panduan khusus agar masyarakat dapat memaksimalkan pengalaman mengamati spektakel langit yang dinanti-nantikan ini.

**Waktu Puncak Astronomi vs Observasi Visual**

Marufin Sudibyo, astronom amatir Indonesia, menjelaskan bahwa puncak fase purnama secara astronomi terjadi pada Rabu, 5 November 2025, pukul 20.20 WIB. Pada momen ini, bulan mencapai iluminasi maksimal hampir 100 persen dengan tingkat kecerahan tertinggi.

Namun, waktu puncak iluminasi astronomi tidak selalu berkorelasi dengan kondisi visual terbaik untuk pengamatan mata telanjang. “Waktu Purnama Perigean adalah 5 November 2025 20.20 WIB,” ungkap Marufin kepada media pada Selasa, 4 November 2025.

**Moonrise: Momen Optimal Efek Pembesaran**

Timing ideal untuk menyaksikan efek pembesaran visual Supermoon justru terjadi saat moonrise atau terbitnya bulan di ufuk timur. Fenomena ini memanfaatkan dua efek optik natural: refraksi atmosfer dan moon illusion.

“Dalam setiap fenomena terbit atau terbenamnya benda langit memang akan terjadi efek pembesaran yang disebabkan oleh refraksi atmosfer,” jelas Marufin. “Jadi ya betul, saat terbitnya Bulan kita bisa melihat ukuran-tampak Bulan seolah-olah lebih besar.”

Di Indonesia, bulan akan terbit rata-rata 15 menit sebelum matahari tenggelam untuk setiap lokasi geografis. Positioning rendah bulan di cakrawala memaksa cahayanya melewati lapisan atmosfer yang lebih tebal, menciptakan efek pembesaran optik yang dramatis.

**Kondisi Cuaca dan Tantangan Observasi**

Seluruh wilayah Indonesia memiliki kesempatan setara untuk menyaksikan fenomena ini, asalkan kondisi cuaca mendukung. Tidak ada lokasi geografis yang memberikan keunggulan khusus dalam hal visibilitas.

Tantangan utama berasal dari kondisi meteorologis Indonesia yang sedang memasuki musim penghujan. Marufin memperingatkan faktor cuaca sebagai penentu utama keberhasilan observasi.

“Faktor penentunya adalah cuaca, karena kita tahu sudah masuk musim penghujan dan sedang terjadi anomali cuaca MJO di tengah Indonesia dan IODM negatif. Sehingga terdapat pasokan uap air berlimpah di atas Indonesia bagian barat dan tengah, menyebabkan sore-malam lebih sering tertutupi awan,” ungkapnya.

**Strategi Lokasi dan Positioning**

Pengamat disarankan mencari lokasi dengan pandangan bebas ke ufuk timur dan meminimalkan gangguan polusi cahaya. Area terbuka seperti pantai, dataran tinggi, atau lapangan yang menghadap ke timur memberikan kondisi ideal.

Antisipasi terhadap tutupan awan dapat dilakukan dengan memantau kondisi cuaca real-time dan mencari celah atau area dengan tutupan awan minimal.

**Teknik Fotografi Tanpa Peralatan Khusus**

Dokumentasi Supermoon dapat dilakukan menggunakan smartphone tanpa memerlukan peralatan astronomi profesional. “Tidak dibutuhkan instrumen khusus untuk menyaksikannya secara langsung. Untuk merekamnya, bisa dengan menggunakan kamera handphone,” tegas Marufin.

**Pengaturan Kamera Manual untuk Hasil Optimal**

Untuk mendapatkan hasil fotografi berkualitas, diperlukan aplikasi kamera dengan kontrol manual. Marufin memberikan rekomendasi pengaturan teknis: “Asalkan dilakukan dengan aplikasi fotografi, yang memungkinkan kita mengatur bukaan rana, kecepatan rana, ISO dll.”

Setting yang disarankan untuk fotografi bulan purnama adalah ISO 100, bukaan rana kecil, dan kecepatan rana 1/100 detik. Kombinasi ini menghasilkan eksposur yang tepat tanpa overexposure pada objek bulan yang sangat terang.

**Enhancement dengan Peralatan Tambahan**

Meski tidak wajib, penggunaan teleskop atau lensa telephoto dapat meningkatkan detail dan ukuran visual bulan dalam frame foto. “Jika hendak dilengkapi teleskop, lebih bagus lagi,” tambah Marufin.

**Tips Praktis untuk Observer Pemula**

Bagi pengamat pemula, disarankan untuk datang ke lokasi observasi sedikit sebelum waktu moonrise dan sunset untuk melakukan adaptasi mata terhadap kondisi cahaya transisi. Mata memerlukan waktu untuk menyesuaikan sensitivitas terhadap perubahan intensitas cahaya.

**Fenomena Pendukung: Twilight dan Kontras**

Periode twilight saat matahari baru tenggelam memberikan kontras yang ideal antara langit yang masih memiliki sedikit cahaya dengan bulan yang mulai dominan. Kondisi ini menciptakan dramaturgi visual yang memukau untuk fotografi maupun observasi langsung.

**Dokumentasi Ilmiah vs Estetika**

Pengamat dapat memilih fokus dokumentasi, apakah untuk tujuan ilmiah yang menekankan akurasi ukuran dan detail permukaan bulan, atau untuk tujuan estetika yang memanfaatkan efek atmosferik dan komposisi lansekap.

**Persiapan Teknis dan Mental**

Kesabaran menjadi kunci sukses observasi astronomi. Kondisi cuaca yang tidak ideal atau tutupan awan parsial memerlukan fleksibilitas waktu dan lokasi untuk mendapatkan momen terbaik.

**Alternatif Observasi Multi-Hari**

Meski puncak terjadi pada 5 November, efek Supermoon masih dapat diamati dengan kualitas mendekati optimal pada 4 dan 6 November, memberikan fleksibilitas bagi yang terkendala cuaca pada hari puncak.

**Nilai Edukasi dan Apresiasi Sains**

Pengamatan langsung Supermoon memberikan pengalaman konkret tentang mekanika orbital dan hubungan dinamis sistem Bumi-Bulan, meningkatkan literasi astronomi masyarakat melalui experiential learning.


Sumber: Kompas.com


Buku Terkait:

Nat Geo: Cuacapedia

Fajar Harapan dalam Anomali Cuaca